Itu semua mengingatkan masa kecil saat masih duduk di sekolah dasar. Sesampai di rumah usai sekolah bergegas ganti baju. Makan, Â setelah itu langsung mencari kawan untuk diajak bermain. Entah bermain bola, kasti, pethak umpet,engkleng atau lompat tali.
Waktu itu, kita tidak pernah takut menjadi hitam dan jelek. Buktinya anda semua laku dan memperoleh pasangan hidup atau tambatan hati. Tanpa harus mengalami jomblopobhia.
Sayangnya aneka dolanan yang dimainkan anak-anak di kawasan pedestrian Malioboro akhir pekan itu. Sekedar menjadi tontonan bagi mereka yang saat itu di Malioboro. Sementara anak-anak memainkannya dengan penuh keceriaan dan kegembiraan. Tidak banyak orang yang ingin terlibat dalam kegembiraan bersama anak-anak.
Peserta Photo Hunt Mataram Culture Festival 2017 sibuk dengan dirinya sendiri mencari angel atau bidikan foto yang menarik. Terlalu mainstream kurang berani untuk keluar dari kebiasaan, out of the  box. Obyeknya riang dan gembira bermain. Tergambar dari raut muka yang penuh senyum. Sementara mereka hanya menjadi penonton dan pengabadi peristiwa.
Hidup harus gembira. Bermain seperti anak-anak bukan berarti bersikap kekanak-kanakan. Sajian permainan tradisional di kawasan pedestrian Malioboro oleh sekelompok anak-anak. Sejatinya ajakan berbagi kegembiraan agar beban atau masalah hidup sedikit berkurang.
Ada rasa gembira bersama anak-anak saat mencoba melompati rangkaian karet gelang. Bahkan sesekali memberikan contoh bagaimana bermain lompat tali yang benar. Bukan seperti melompati parit. Rupa-rupanya anak-anak jaman millenia tidak tahu cara bermain lompat tali.
Demikian pula nampak wajah gembira seorang ibu. Sambil menggendong anaknya bersedia menjadi orang yang pegang tali karet lengkap dengan mahkota daun.
Malioboro terasa seperti halaman rumah di kampung atau di desa.