Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Bermain Itu Mengasah Kedewasaan (Catatan Gembira di Malioboro)

19 Juli 2017   11:06 Diperbarui: 20 Juli 2017   05:32 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lampu antik khas Jogja (Foto: Ko In)

Manusia pada dasarnya adalah mahluk yang suka bermain. Istilah kerennya homo ludens. Dengan bermain seseorang menemukan kegembiraan. Ada gairah sekaligus tantangan untuk menang dalam batas yang aman.

Sebagaimana sejumlah permainan tradisonal anak-anak yang pernah kita mainkan saat masih kecil. Aman karena jika terjadi kecelakaan hanya luka memar atau lecet. Paling parah mungkin terkilir. Dipanggilkan tukang pijit, sembuh.

Sejumlah anak dari beberapa daerah di Jogja, rata-rata masih mengenyam pendidikan dasar , Sabtu (15/7) meramaikan kawasan pedestrian Malioboro dengan memainkan aneka permainan tradisional yang dimotori oleh Dinas Pariwisata Jogjakarta.

Kegiatan tersebut merupakan Parade Bocah Dolanan dalam rangkaian kegiatan Mataram Culture Festival 2017 yang dimulai dari depan kantor Dinas Pariwisata Jogjakarta sampai depan pasar Beringharjo. Berlangsung siang sampai sore. Malamnya ada Mataram Art Performancedi plaza Monumen Serangan Umum 1 Maret Jogja.

Berjalan dengan batok kelapa (Foto:Ko In)
Berjalan dengan batok kelapa (Foto:Ko In)
Diawali sekelompok anak bermain egrang. Nampaknya mudah memainkan namun akan terasa sedikit sulit jika belum mampu menjaga keseimbangan serta menghilangkan rasa takut. Permainan ini adalah permainan mengendalikan ego serta bagaimana menaklukkan rasa takut. Dan mefokuskan tumpuan.

Di depan gedung DPRD Jogja sejumlah anak melakukan jenis permainan lain dengan batok kelapa yang sudah dibagi dua sebagai alas untuk berjalan. Kedua batok kelapa dihubungkan dengan tali sabagai alat bantu saat berjalan.

Saat berjalan di lantai yang keras seperti kawasan pedestrian Malioboro, menimbulkan suara "Prok....prok....prok....". Apalagi jika anak-anak berjalan serempak dan berirama. Jadi teringat lagu masa kecil yang berjudul Aku Seorang Kapiten.

Anak-anak suka bermain bukan karena mereka belum memiliki kemampuan berpikir komperehensif dan komplek. Namun  anak-anak menemukan metode belajar dengan caranya sendiri. Cara belajar yang riang dan penuh kegembiraan yaitu dengan bermain.

Mengabadikan ......(Foto:Ko In)
Mengabadikan ......(Foto:Ko In)
Orang  dewasa saja yang terlalu jaim atau jagaimage sehingga lupa bagaimana harusnya belajar. Sibuk menjaga status sosial dan citra dirinya. Yang menjebaknya dalam simbol kesuksesan semu sekaligus menjadi penjara bagi dirinya sendiri.  Akibatnya kurang mampu menjadi orang yang apa adanya. Yang bersahaja, riang dan gembira.

Bermain di kawasan pedestrian Malioboro oleh sekelompok anak-anak. Seperti sebuah pesan tegas untuk membuang sikap pura-pura, sikap jaim bagi siapa saja yang siang itu ada di Malioboro.

Sinar matahari masih terasa menyengat kulit saat anak-anak mulai memainkan permainan tradisional. Walau beberapa bagian kawasan pedestrian mulai teduh terlindung oleh bayang-bayang gedung pertokoan di sepanjang jalan Malioboro.

Itu semua mengingatkan masa kecil saat masih duduk di sekolah dasar. Sesampai di rumah usai sekolah bergegas ganti baju. Makan,  setelah itu langsung mencari kawan untuk diajak bermain. Entah bermain bola, kasti, pethak umpet,engkleng atau lompat tali.

Lompat tali bersama (Foto: Ko In)
Lompat tali bersama (Foto: Ko In)
Terik matahari bukan menjadi halangan untuk memperoleh kegembiraan lewat permainan bersama teman-teman laki atau perempuan. Walau usai bermain tidak jarang mendapat marah dari ibu yang melihat kulit anaknya gosong terbakar sinar matahari.

Waktu itu, kita tidak pernah takut menjadi hitam dan jelek. Buktinya anda semua laku dan memperoleh pasangan hidup atau tambatan hati. Tanpa harus mengalami jomblopobhia.

Sayangnya aneka dolanan yang dimainkan anak-anak di kawasan pedestrian Malioboro akhir pekan itu. Sekedar menjadi tontonan bagi mereka yang saat itu di Malioboro. Sementara anak-anak memainkannya dengan penuh keceriaan dan kegembiraan. Tidak banyak orang yang ingin terlibat dalam kegembiraan bersama anak-anak.

Peserta Photo Hunt Mataram Culture Festival 2017 sibuk dengan dirinya sendiri mencari angel atau bidikan foto yang menarik. Terlalu mainstream kurang berani untuk keluar dari kebiasaan, out of the  box. Obyeknya riang dan gembira bermain. Tergambar dari raut muka yang penuh senyum. Sementara mereka hanya menjadi penonton dan pengabadi peristiwa.

Murah senyum dan gembira (Foto:Ko In)
Murah senyum dan gembira (Foto:Ko In)
Andai mereka berani menyimpan kamera atau tustelnya barang sejenak. Demikian juga dengan pengunjung Malioboro lainnya, untuk terlibat dalam permainan yang ada. Seperti lompat bambu atau bambu geprak dan permainan lainnya. Tentu akan mendapatkan pengalaman yang lain daripada yang lain saat di Malioboro.

Hidup harus gembira. Bermain seperti anak-anak bukan berarti bersikap kekanak-kanakan. Sajian permainan tradisional di kawasan pedestrian Malioboro oleh sekelompok anak-anak. Sejatinya ajakan berbagi kegembiraan agar beban atau masalah hidup sedikit berkurang.

Ada rasa gembira bersama anak-anak saat mencoba melompati rangkaian karet gelang. Bahkan sesekali memberikan contoh bagaimana bermain lompat tali yang benar. Bukan seperti melompati parit. Rupa-rupanya anak-anak jaman millenia tidak tahu cara bermain lompat tali.

Demikian pula nampak wajah gembira seorang ibu. Sambil menggendong anaknya bersedia menjadi orang yang pegang tali karet lengkap dengan mahkota daun.

Malioboro terasa seperti halaman rumah di kampung atau di desa.

Yang penting gembira (Foto: Ko In)
Yang penting gembira (Foto: Ko In)
Walau ada keceriaan dan kegembiraan diantara anak-anak yang memeriahkan acara Mataram Culture Festival 20017. Ada saja anak yang sedih , tidak gembira atau menangis. Dan hal itu pernah kita jumpai pada masa kanak-kanak dulu. Ada teman yang marah, menangis atau ngambek.

Biasa, ada tawa dan tangis (Foto: Ko In)
Biasa, ada tawa dan tangis (Foto: Ko In)
Itu biasa. Umumnya tidak lama kemudian  akan bergabung kembali dalam permainan. Bermain adalah sarana sekaligus proses pembelajaran bagi anak-anak. Belajar dawasa secara psikologis dan sosial.

Yang penting adalah bagaimana lewat permainan anak-anak mampu memahami konsep memaafkan dengan melupakan kesalahan atau kegagalan saat melakukan permainan.  

Parade Bocah Dolanan, mestinya menjadi sarana pembelajaran bagi siapa saja yang mengaku dirinya dewasa. Belajar bagaimana memaafkan orang yang telah melakukan kesalahan. Karena permainan esensinya sarana  mendewasakan diri.

Dengan menghormati aturan permainan. Memberi apresiasi pada yang menang dan  menghargai yang kalah.

Namun tidak sedikit orang dewasa yang lupa pada aturan main. Terbuai dalam kesewenangan  saat memperoleh kemenangan.  Saat menempati posisi puncak status sosial. Dan tidak sedikit yang mudah ngambek atau marah manakala kalah dalam permainan hidup.

Karena sebagian dari mereka lupa bagaimana caranya menjalani hidup dengan bersahaja. Apa adanya. Gembira dan selalu ceria dengan hal-hal yang sederhana. Seperti anak-anak yang gembira bermain diantara gelembung-gelembung sabun yang berterbangan kesana kemari. Entah menari atau  berusaha menangkap gelembung-gelembung sabun itu.

Gembira menangkap gelembung sabun (Foto: Ko In)
Gembira menangkap gelembung sabun (Foto: Ko In)
Tidak ada salahnya mari bermain untuk mengasah kedewasaan psikologis, sosial dan berpikir. Karena hidup itu tidak ubahnya seperti menangkap gelembung sabun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun