Mohon tunggu...
Kognisi.id
Kognisi.id Mohon Tunggu... Administrasi - Learning Platform by Growth Center part of Kompas Gramedia

Providing a convenient, insightful, and collaborative learning experience

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Perempuan dan Mimpinya, Pesan dalam Film "Little Women"

8 Maret 2024   12:50 Diperbarui: 8 Maret 2024   12:50 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Women have minds and souls as well as just hearts, and they've got ambition and talent as well as just beauty. And I am sick of people saying love is all a woman is fit for." - Jo March

Sering perempuan dihadapkan dengan pilihan sulit, antara mimpi atau cinta. Hal inilah yang menjadi premis dalam film Little Women yang tayang tahun 2019 lalu. Film ini mengisahkan tentang Jo March (Saoirse Ronan), satu dari empat bersaudara yang memiliki mimpi untuk menjadi penulis. 

Mewujudkan impiannya untuk menjadi seorang penulis tentulah tidak mudah. Berbagai tantangan muncul dari luar seakan mengkritisi keinginan Jo hanya sebuah omong kosong belaka dan menyuruhnya untuk segera menikah. Tapi, apakah perempuan tidak boleh punya bermimpi dan memiliki cita-cita?

Karakter Perempuan dengan Mimpinya

Selain karakter Jo March yang menarik, ada tiga karakter lain yang ditampilkan dalam film ini. Mereka adalah saudara kandung dari si tokoh utama tersebut. Ada Meg March (Emma Watson), Amy March (Florence Pugh), dan Beth March (Eliza Scanlen). 

Keempatnya digambarkan memiliki cita-citanya tersendiri, secara langsung maupun tidak langsung. Jo dengan keinginannya menjadi penulis seperti Louisa May Alcott memiliki keberanian lebih dalam menyuarakan impiannya. Karakternya yang memilih untuk tampil apa adanya memberikan kesan kontradiktif dengan kondisi pada saat itu.

Berbeda dengan kakak sulungnya, Meg March yang juga memiliki bercita-cita untuk hidup berkecukupan. Ia menyukai kemewahan dan paling feminim di antara saudaranya. Namun, ia juga gemar menjahit kain dan pakaian, hal ini diperlihatkan dalam beberapa adegan. Untuk mencapai keinginan dan kebutuhannya, ia memutuskan untuk menikah dan menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik.

Selanjutnya ada karakter Amy March yang sempat ramai dibicarakan karena banyak penonton yang tidak menyukainya. Padahal Amy sangat berbakat dalam bidang melukis. Ia sempat diajak ke Paris dan memanfaatkannya untuk mempelajari dunia seni lebih jauh. Walau terkesan manja dan angkuh, namun ia berani dalam mengambil keputusan dan rela melakukan perjuangan untuk mengejar mimpinya menjadi pelukis.

Terakhir, Bet March adalah anak ketiga di keluarga March. Ia dikisahkan sempat mengidap demam berdarah. Karakternya yang cukup pendiam membuatnya terkesan tenang dan dijuluki sebagai malaikat di rumah. Beth juga punya mimpi, ia sangat menyukai musik. Bahkan keluarga Laurence, tetangga mereka, memberikan piano untuk menyalurkan impiannya tersebut. Di tengah keterbatasannya, ia tetap semangat berlatih piano untuk meraih impiannya sebagai musisi. 

Keempat pemeran utama tersebut  menyalurkan mimpinya dengan caranya tersendiri. Ada pengaruh karakter diri dan kombinasi lingkungan yang memainkan dinamika dalam mencapai cita-cita oleh setiap karakter tersebut. 

Gambaran Sosial terhadap Perempuan

Film ini berlatar belakang tahun 1868 dengan genre drama keluarga. Di masa tersebut, tuntutan kepada perempuan untuk menikah masih begitu tinggi. Jo masih harus berjuang dengan keras membungkam batasan-batasan yang diberikan kepada perempuan pada saat itu untuk bekerja.

Karena pada saat itu, perempuan disimbolkan dengan ranah domestik akibat stereotip gender. Hal inilah yang membuat mereka di masa itu harus mengubur mimpinya dan impiannya untuk pada akhirnya menikah dan menjadi ibu rumah tangga.

Pernikahan adalah hal utama bagi perempuan di masa itu untuk mencapai kestabilan ekonomi. Hal ini sempat membuat Jo March sangat menghindari tuntutan untuk menikah, karena ia merasa muak dengan dirinya seakan-akan hanya pantas untuk cinta dan menikah. Karena menurutnya perempuan berhak untuk memiliki pikiran dan hati nurani, sekaligus dengan impian untuk menyalurkan bakatnya dengan tetap memiliki kecantikan dan cinta.

Tentu, tidak ada yang salah dengan menikah dan lantas menjadi ibu rumah tangga. Pekerjaan yang mulia dan memiliki peran besar dalam kehidupan keluarga. Namun, seperti yang Jo katakan, tidak selalu perempuan harus memilih diantaranya kedua. Karena kita juga berhak untuk memiliki cita-cita dan meraih impiannya baik sebelum maupun sesudah menikah. 

Hal ini selaras dengan tema hari perempuan internasional tahun 2024 ini, yang mengangkat, "Invest in Women: Accelerate Progress". Tema ini bertujuan untuk mengatasi ketidakberdayaan perempuan khususnya dalam bekerja dan bidang ekonomi. 

Baca Juga: Panjang Umur Perjuangan Kartini: Kesetaraan Gender bagi Pekerja Perempuan

Meragukan Mimpi dan Kemampuannya

Kondisi sosial budaya yang harus dihadapi Jo pada saat itu berdampak pada kepercayaan dirinya. Walau ia digambarkan sebagai seseorang yang berani dan berjiwa bebas, namun ia juga sempat meragukan kemampuan dirinya dalam menulis.

Pandangan bahwa perempuan tidak bisa melakukan sebaik laki-laki sempat membuat menurunkan impiannya, namun pada akhirnya ia mampu bangkit dari keterpurukan itu dan kembali memperjuangkan mimpinya untuk menjadi seorang penulis. Tidak hanya Jo, adiknya yaitu Amy juga diperlihatkan pernah mengalami hal serupa, yaitu ragu untuk dapat menjadi pelukis yang handal di masanya.

Beban ganda dari masyarakat inilah yang menjadi persoalan kemudian dan seakan menghambat mereka untuk memiliki cita-cita. Tidak sedikit perempuan yang berakhir untuk membuang mimpinya atau bahkan takut untuk. Bahkan hal ini masih berlangsung hingga saat ini. 

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Unilever pada tahun 2021, 60 persen perempuan muda Indonesia mengatakan bahwa tuntutan terbesar meraih impian adalah tuntutan dari masyarakat. Ekspektasi masyarakat terhadap perempuan ini membuat berdampak pada bagaimana perempuan membayangkan atau memiliki impian untuk masa depannya. 

Saatnya Perempuan Punya Impian

Oleh karena itu, sudah saatnya perempuan memiliki impian. Dimulai dengan mimpi yang ingin dicapai dalam beberapa waktu kedepan. Seperti pesan Jo dalam film Little Women, kita sebagai perempuan bisa memiliki keduanya, cita-cita dan cinta. Maka, jangan takut untuk bermimpi dan mewujudkan keinginan tersebut.

Jika Jo di masa tersebut mampu memperjuangkan impiannya, maka tentu kita juga melakukannya. Salah satunya dengan fokus mengembangkan potensi diri dengan mengasah skill yang dimiliki agar memiliki kapasitas yang mumpuni untuk meraih impian. Salah satu caranya dapat kamu lakukan dengan mengakses video-video pembelajaran di situs web kognisi.id. Dengan berbagai pilihan kelas yang dapat menunjang pengembangan dirimu.

Jadi, perempuan juga perlu bermimpi untuk membuatnya menjadi berdaya dengan meraih cita-cita tersebut. Happy women's day untuk para perempuan hebat yang berani bermimpi dan berusaha!  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun