Padahal, pencapaian adalah hasil kerja yang sesungguhnya. Karena itulah orang yang mengalami syndrome ini cenderung sulit menerima pujian.
Sebaliknya, ketika mereka gagal mencapai suatu goals atau membuat kesalahan pada tugas penting yang diberikan, Imposter Syndrome akan menginternalisasi kesalahan tersebut dan percaya bahwa tidak ada yang bisa diubah, mereka memang tidak berbakat, atau bodoh.Â
Mereka cenderung tidak toleran terhadap kesalahan kecil yang mereka perbuat dan berpikir bahwa "Jika memang kompeten seperti apa yang orang lain katakan, seharusnya saya tidak melakukan kesalahan itu" Padahal, human error dan kegagalan adalah hal yang wajar. Satu kesalahan dan kegagalan tidak menggambarkan keseluruhan diri kita.
Dr. Valerie Young meneliti 'perasaan menipu' yang dirasakan oleh para high achiever dan berhasil mengkategorikan Imposter Syndrome menjadi lebih spesifik ke dalam 5 tipe kompetensi yang dimiliki oleh pengidap Imposter Syndrome.Â
Apa dampak Imposter Syndrome?
Sebenarnya, alasan mengapa pengidap Imposter Syndrome adalah orang yang justru berkompeten adalah karena mereka berada di lingkungan kompetitif. Otak manusia terus memastikan bahwa mereka melakukan semua hal yang cukup dan diperlukan sehingga terus menerus merasa ragu.Â
Tetapi, jika pencapaian didorong dari keraguan yang tertanam dalam diri, hal ini akan berdampak negatif pada kesehatan mental. Seorang ahli saraf bernama Tara Swart menyatakan bahwa rasa takut akan "ketahuan" pada pengidap Imposter Syndrome menimbulkan kecemasan karena kadar hormon stress menjadi tinggi.Â
Saat seseorang merasa tidak layak karena melihat lebih banyak orang lain yang lebih hebat, perasaan itu berkorelasi dengan serotonin dan dopamin yang semakin rendah. Serotonin akan berpengaruh terhadap suasana hati sedangkan dopamin mempengaruhi kepercayaan diri dan motivasi. Itulah mengapa imposter syndrome selalu melakukan kritik keras pada dirinya.
Cara mengatasi Imposter Syndrome
Rayakanlah kemenangan kecilmu
Saat orang lain memberikan ucapan selamat, jangan menyangkal dan resapi afirmasi positif yang diberikan orang lain. Berhenti mempercayai hal negatif tentang diri untuk menyangkal kemampuanmu. Rayakan kemenangan-kemenanganmu meskipun hanya kemenangan yang kecil.
Kamu dapat meluangkan waktu untuk mengingat upaya yang sudah kamu lakukan untuk mencapainya. Merayakan kemenangan juga dilakukan dengan melihat kesalahan sebagai proses. Dengan begitu, kamu lebih menginternalisasi keberhasilanmu daripada kesalahanmu.
Pupuk validasi internal diri
Untuk menjadi orang yang layak dan diapresiasi, kamu tidak perlu selalu melihat apakah ada orang yang lebih baik. Latihlah dirimu untuk tidak melihat orang lain sebagai kompetisi dan mulai pupuk validasi internal diri. Mengerjakan beban kerja lebih banyak hanya untuk lari dari insecurity akan berpengaruh pada kesehatan fisik dan mentalmu. Ketika kamu percaya bahwa kualitas diri tidak ditentukan dari faktor eksternal, kamu akan fokus pada bahkan pencapaian terkecilmu.