Mohon tunggu...
Andika Gunadarma
Andika Gunadarma Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Motorcycle builder, Gamer & Graphic Designer | Work at hukumonline.com | lawyer - but not anymore | Lecturer | full-time husband

Selanjutnya

Tutup

Politik

99% Rakyat yang Membangun Negara

26 Juni 2014   15:37 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:49 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Artikel ini bukan artikel politik hanya sekedar perasaan saya pribadi yang sangat terusik dengan banyaknya sampah informasi yang bertebaran di dunia maya, yang semakin hari semakin parah dan sudah menjerumus jauh kedalam isu SARA. Saya tidak tahu siapa yang memulai ini semua, tapi semoga situasi meresahkan ini cepat berakhir.

Apabila anda tidak bisa bersikap netral dalam 10 menit, tutup saja artikel ini.

Apabila anda tidak bisa lepaskan ikatan batin atau pikiran anda dengan partai politik yang anda dukung setidaknya 10 menit saja, maka tutup saja artikel ini.

Mari kita mulai.

Pada bulan September 2011 di New York, Amerika serikat lahir sebuah gerakan yang dikenal dengan nama, "Occupy Wall Street" (Kuasai Wall Street). Sekedar informasi, Wall Street adalah nama jalan di daerah Manhattan, New York yang merupakan pusat dari hampir semua perdagangan saham dunia. Di jalan ini pulalah perusahaan-perusahaan investasi dan pialang saham terkaya dan terbesar di dunia seperti J.P. Morgan, Morgan Stanley dan Goldman Sach berkedudukan. Jumlah uang yang berpindah tangan di jalan Wall Street ini bisa mencapai ratusan triliun rupiah dalam satu hari.

Gerakan Occupy Wall Street, lahir dari keadaan ekonomi di Amerika yang memburuk dalam kurang lebih 3 tahun terakhir, yang menyebabkan meroketnya harga properti, yang menyebabkan ratusan ribu penduduk Amerika kehilangan tempat tinggalnya karena tidak lagi mampu membayar agunan rumah mereka karena kehilangan pekerjaan. Keadaan tersebut diperburuk dengan kenyataan bahwa sebagian perusahaan (pialang) saham dan bank di Wall Street justru memperoleh keuntungan yang sangat besar dibalik penderitaan masyarakat nya sendiri.

Ribuan orang hadir dalam protes di Wall Street tersebut mulai dari mahasiswa, ibu rumah tangga, manula sampai selebritis yang mendukung gerakan tersebut, karena merasakan ketidak-adilan dalam situasi negara mereka saat itu. Mereka menjuluki diri mereka adalah 99% sedangkan para bankir dan pialang didalam Wall Street adalah mereka yang 1%.

Gerakan ini pula yang melahirkan kelompok Hacker (hacktivist) yang kita kenal dengan nama "Anonymous".  Atau setidaknya gerakan kuasai Wall Street tersebut membuat kelompok 99% dan Anonymous ini menjadi semakin besar dan semakin solid.

Karena mereka memiliki tujuan yang sama, yang lahir dari perasaan yang sama, atas penderitaan yang sama.

Hal tersebut membuat mereka semua yang hadir di sana menjadi saudara, terlepas apapun latar belakangnya, agamanya, ras atau suku, mereka hadir sebagai warga negara yang menuntut keadilan.

Lantas apa hubungannya dengan situasi di Indonesia saat ini?

Di negara manapun akan ada golongan 99% dan 1% tersebut.

Siapa mereka?

99% mereka adalah saya, anda dan kita semua. Kita semua yang setiap hari pagi pergi dari rumah untuk bekerja atau untuk menuntut ilmu. Kita semua yang setiap pagi pergi naik angkot, naik motor atau kalau punya sedikit rezeki lebih, naik mobil. Kita yang harus pergi sendiri ke kantor kelurahan untuk membuat KTP dan di rese' in sama petugas kelurahan. Kita yang perlu cari uang tambahan dengan mengojek, menjadi guru les privat atau mencari proyek sampingan, karena anak sakit atau hutang kartu kredit yang belum terbayar. Kita yang harus menyisihkan sedikit penghasilan untuk ditabung, just-in-case. Ya, saya, anda dan kita semua adalah 99%. Kelompok pekerja, atau dalam istilah kerennya "The Average Working Class", termasuk kerah putih (White Collar), yang bekerja di belakang meja.

Kelompok 1% sangat berbeda. Dunia mereka sangat jauh berbeda dengan kita, seberapa jauh berbeda? Begini, kalau anda lihat keluar dari kaca bus yang sedang anda tumpangi dan melihat sebuah mobil Mercedes Benz terbaru meluncur dengan seorang pria berdasi didalamnya.

Itu bukan 1%, itu hanya seorang white collar yang cukup sukses.

Tapi ketika anda lihat ke atas dan melihat sebuah helicopter sedang mendarat di puncak gedung, dan terlihat bahwa logo yang ada di badan heli tersebut sama dengan logo yang ada di gedung...itu salah satu dari kelompok 1%.

Menjadi kelompok 1% itu berarti mereka tidak hanya memiliki uang tapi juga kekuasaan. Kekuasaan atas bisnis, politik dan bahkan hukum. Kalau anda senang menemukan lembaran Rp. 10.000 di dalam kantung celana anda yang mungkin anda lupa, bagi mereka untuk merasakan sensasi yang sama itu adalah menemukan uang Rp. 50 juta yang tercecer. Mereka tidak pernah mengantri di bandara untuk check-in. Mereka tidak akan ditilang atau kena razia. Anak-anak mereka tidak perlu ikut SMPTN untuk masuk perguruan tinggi manapun, disini maupun di luar negeri. Sebagian besar dari mereka mungkin tidak pernah menginjakkan kakinya ke dalam bus kota. Mereka punya "orang" yang bisa mereka suruh untuk semua pekerjaan dan persoalan yang mereka hadapi.

Jangankan kendaraan yang mereka kendarai, pisang goreng yang mereka makan saja sudah berbeda harganya.

Anda pernah makan pisang goreng seharga Rp. 100.000 dua potong? Saya pernah. Seperti apa rasanya? Ya sama seperti pisang goreng yang lain, hanya tempat, harga dan siapa yang masak yang berbeda. (ditraktir kog...males banget kalo bayar sendiri).

Di semua negara di dunia akan selalu ada dua kelompok ini.

Apakah kelompok 1% ini jahat dan harus kita musuhi?

Tidak semua orang di kelompok jetset ini jahat atau buruk. Ada juga yang baik, walaupun jumlahnya sangat sedikit. Lantas bagaimana cara membedakan mana yang baik dan buruk di kelompok jetset ini? Yang baik biasanya mereka yang memulai usahanya dari NOL. Artinya, dulu mereka adalah bagian dari kita yang 99% yang berhasil mendobrak masuk. Beberapa orang seperti itu yang terkenal anatara lain Bill Gates (orang terkaya di dunia), Warren Buffet, Almarhum Steve Jobs, dan beberapa nama lain. Majalah Fortune pernah membuat riset tentang bilyuner-bulyuner ini, dan lebih dari 80%, para bilyuner ini bukan dari hasil kerja keras yang mereka bangun dari NOL, tapi adalah dari warisan keluarga yang memang turun-temurun sudah hidup dalam lingkaran 1% tersebut.

Sekarang begini.

Prabowo lahir bukan hanya dari keluarga yang kaya tapi juga berkuasa. Kakeknya, Margono Djojohadikusumo adalah pendiri Bank Indonesia. Ayahnya, Sumitro Djojohadikusumo adalah mentri ekonomi di jaman order baru, dan dia menikahi anak dari orang paling berkuasa di jaman itu. Kalau ada satu kelompok diatas 1% di Indonesia, maka dia ada di dalamnya. Sepanjang hidupnya dan karirnya tidak sekalipun dia pernah merasakan seperti apa kehidupan kelompok masyarakat yang 99%. Tidak ada yang berani mempersulit, tidak pernah ada yang kurang secara financial dan kekuasaan. Karena memang tidak mungkin, bukan salahnya Prabowo, karena memang dia lahir langsung didalam kelompok 1% tersebut.

Kedua capres kita dan capres-capres sebelumnya selalu memiliki slogan yang sama, "Pro-rakyat", "membela rakyat", "bekerja bersama rakyat", "Memahami rakyat"  dan seterusnya.

Pertanyaanya, bagaimana mungkin seseorang yang dari lahir dan seluruh hidupnya dalam kemewahan dan kemudahan kelompok 1% bisa memahami kelompok yang 99%?

Tidak mungkin. Begitu juga sebaliknya. Kelompok pekerja tidak akan mungkin paham kenapa seseorang bisa membeli puluhan tas jinjing seharga ratusan juta, hanya karena mereka pingin punya warna yang berbeda untuk bisa serasi dengan bajunya yang juga jutaan harganya.

Bagaimana seseorang bisa paham memperbaiki korupsi birokrasi di kelurahan, kecamatan atau kota, sementara sepanjang hidupnya dia tidak pernah merasakan dipersulit oleh oknum pemerintah. Bagaimana mungkin dia bisa paham susahnya bekerja sebagi buruh dengan upah minimum, sementara dia duduk di meja yang sama dengan jajaran direksi yang sedang meeting untuk melakukan PHK masal?

Mungkin itu sebabnya, rencana pertama dia dalam memberantas korupsi adalah dengan menaikkan gaji/kesejahteraan pejabatnya.

Salahkah?

Tidak. Karena memang hanya informasi dari pejabat yang dia sering dengar. Karena memang sepanjang hidupnya (pergaulannya) di level itu, level 1%, pejabat, mentri dan direktur-direktur.

Apakah mungkin dia tahu mahalnya harga daging disaat bulan puasa. Kalaupun dia tahu, apakah mungkin dia bisa merasakan perasaan yang sama dengan kita yang disini?

Tidak mungkin.

Karena dia memang tidak pernah, dan tidak mungkin sepanjang hidupnya merasakan kekurangan.

Bagaimana seseorang bisa paham tentang Nasionalisme, kecintaan akan kehidupan di negeri yang indah ini, dengan sekolah negeri yang rusak dan seragam yang bau matahari sementara lebih dari separuh hidupnya dia besar di luar negeri.

Tanyakan kepada anda sendiri

"Bagaimana seseorang bisa bicara soal rakyat, sementara sepanjang hidupnya dia tidak pernah merasakan menjadi seorang rakyat?"

Pada kenyataannya kelompok 99% (rakyat) lah yang membangun sebuah negara bukan kelompok 1%. Ya, saya, anda, kita semua. Kelompok pekerja tidak akan mungkin berhenti bekerja disaat krisis, karena kita butuh makan, butuh hidup yang layak apapun caranya. Sementara langkah pertama yang dilakukan kelompok 1% apabila perusahaan mereka terkena krisis adalah melakukan PHK masal, dan kabur. Mereka sudah punya cukup kemakmuran yang tidak akan habis sampai 7 turunan.

Kesampingkan dulu soal parpol dibelakang mereka berdua, karena harus diakui, baik Prabowo maupun Jokowi keduanya punya orang-orang baik meskipun ada juga orang-orang yang buruk dibelakang mereka.

Saat ini kita sedang memilih sosok pemimpin yang paham soal rakyat, yang bisa bekerja bahu-membahu dengan rakyat membangun negara ini supaya jadi lebih baik, karena disitulah kekuatan terbesar dari suatu negara, yaitu kita, rakyatnya. Pemimpin seperti ini berhasil atau tidak pemerintahannya, setidaknya dia akan mulai dari bawah, dari rakyat. Karena disanalah pembangunan suatu negara itu berjalan.

Bukan dari seberapa besar saham Indosat bisa dibeli kembali atau tidak. Kalau rakyatnya bersatu dan semua berhenti menggunakan Indosat, apa jadinya perusahaan itu? Bisa seberapa murah nilai sahamnya kalau diambang kepailitan?

Rakyat lebih butuh hidup yang layak, harga yang terjangkau, pendidikan yang baik, fasilitas umum dan kesehatan yang baik.

99% (99 persen) dari jumlah total penduduk negara ini adalah rakyat biasa, dan kita lah yang memiliki suara terbanyak dan hati yang terbanyak pula.

Sekarang pikirkanlah, siapa diantara kedua capres tersebut yang lebih paham soal rakyat menurut anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun