Mohon tunggu...
KYMI
KYMI Mohon Tunggu... Wiraswasta - KYMI

belajar bareng bersama KYMI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Faktor Keengganan Pemuda di Nganjuk untuk Bekerja di Sektor Pertanian

1 Juni 2024   20:30 Diperbarui: 1 Juni 2024   20:31 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nganjuk memang terkenal sebagai salah satu penghasil bawang merah terbesar di Indonesia. Namun, ironisnya, banyak pemuda di Nganjuk yang enggan terjun ke sektor pertanian, termasuk bertani bawang merah. Hal ini menjadi fenomena yang kompleks dengan berbagai faktor yang saling terkait, dan membutuhkan solusi yang komprehensif.

Faktor-Faktor yang Mendorong Keengganan Pemuda:

Stigma Negatif dan Gengsi Rendah Bertani :

Masih dianggap sebagai pekerjaan kasar, kotor, dan identik dengan kemiskinan. Stigma negatif ini telah mengakar lama di masyarakat Nganjuk dan diteruskan dari generasi ke generasi. Hal ini membuat pemuda memandang sektor pertanian sebagai profesi yang rendah gengsi dan tidak sebanding dengan usaha di sektor lain.

Ketidakpastian dan Ketidakstabilan Pendapatan: 

Fluktuasi harga bawang merah di pasaran, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti musim, permintaan pasar, dan kebijakan pemerintah, menyebabkan ketidakpastian dan ketidakstabilan pendapatan bagi petani. Hal ini membuat pemuda ragu untuk memilih sektor pertanian sebagai profesi utama mereka.

Kurangnya Dukungan dan Motivasi:

 Dukungan dari keluarga dan komunitas sangat penting bagi pemuda yang ingin memulai usaha tani. Namun, banyak orang tua di Nganjuk yang lebih memilih anaknya untuk bekerja di sektor lain yang dianggap lebih menjanjikan, seperti menjadi pegawai negeri sipil atau bekerja di pabrik. Kurangnya dukungan dan motivasi dari orang tua dan komunitas dapat memicu keraguan dan keengganan pemuda untuk terjun ke dunia pertanian.

Minimnya Akses Modal dan Teknologi:

Akses modal yang terbatas merupakan hambatan besar bagi pemuda yang ingin memulai usaha tani bawang merah. Biaya pembelian lahan, peralatan pertanian, dan pupuk seringkali di luar jangkauan mereka. Selain itu, minimnya adopsi teknologi modern dalam sektor pertanian bawang merah di Nganjuk menyebabkan rendahnya efisiensi dan produktivitas, sehingga berakibat pada rendahnya keuntungan dan daya tarik bagi pemuda

Kurangnya Pelatihan dan Pendidikan: Kurangnya pelatihan dan pendidikan tentang teknik pertanian modern, manajemen bisnis, dan akses pasar bagi pemuda di Nganjuk membuat mereka kurang siap untuk terjun ke sektor pertanian. Hal ini dapat meningkatkan risiko kegagalan usaha dan memperkuat keraguan mereka.

Ketersediaan Lapangan Kerja Alternatif:

Meningkatnya peluang kerja di sektor lain, seperti industri manufaktur dan jasa, menarik minat pemuda yang mencari pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi dan kondisi kerja yang lebih nyaman dibandingkan dengan bertani bawang merah.

Solusi Komprehensif untuk Meningkatkan Minat Pemuda

Membangun Citra Positif Sektor Pertanian:

Mengubah stigma negatif tentang sektor pertanian dengan menonjolkan peran pentingnya dalam ketahanan pangan nasional, peluang usaha yang menjanjikan, dan penerapan teknologi modern. Hal ini dapat dilakukan melalui edukasi publik, media massa, dan program-program yang melibatkan pemuda.

Menstabilkan Harga Bawang Merah:

Kebijakan pemerintah yang efektif untuk menstabilkan harga bawang merah, seperti intervensi pasar dan pengaturan kuota produksi, dapat memberikan kepastian pendapatan bagi petani dan menarik minat pemuda.

Meningkatkan Dukungan dan Motivasi:

Program-program yang mendorong keterlibatan orang tua dan komunitas dalam mendukung dan memotivasi pemuda untuk bertani bawang merah, seperti pelatihan kewirausahaan dan mentoring, dapat membantu mengubah pola pikir dan mendorong partisipasi pemuda.

Mempermudah Akses Modal dan Teknologi:

Menyediakan akses modal yang mudah dan murah bagi pemuda melalui program-program kredit khusus dan pembiayaan mikro, serta mendorong adopsi teknologi modern dalam budidaya bawang merah melalui pelatihan dan pendampingan.

Mengembangkan Pelatihan dan Pendidikan:

Meningkatkan kualitas dan ketersediaan pelatihan dan pendidikan bagi pemuda di bidang teknik pertanian modern, manajemen bisnis, dan akses pasar. Hal ini dapat dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga pendidikan dan institusi terkait.

Meningkatkan Nilai Tambah Produk Bawang Merah:

Mendorong diversifikasi produk olahan bawang merah dan membuka peluang pasar baru, seperti produk ekspor, dapat meningkatkan nilai tambah dan daya tarik sektor pertanian bawang merah bagi pemuda.

Melibatkan Pemuda dalam Pengambilan Keputusan: 

Memberikan ruang bagi pemuda untuk terlibat dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan dan program yang berkaitan dengan sektor pertanian bawang merah dapat meningkatkan rasa memiliki dan mendorong partisipasi mereka.

Kesimpulan

Keengganan pemuda di Nganjuk untuk bertani bawang merah merupakan fenomena kompleks yang membutuhkan solusi komprehensif dan berkelanjutan. Dengan mengubah stigma negatif, menstabilkan harga, meningkatkan dukungan, mempermudah akses modal dan teknologi, mengembangkan pelatihan, meningkatkan nilai tambah produk, dan melibatkan pemuda dalam pengambilan keputusan, diharapkan dapat menarik minat pemuda untuk terjun ke sektor pertanian bawang merah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun