Blogger juga berperan sebagai pemerhati sosial yang peka terhadap isu-isu yang relevan bagi masyarakat. Mereka sering mengangkat topik-topik yang kurang mendapatkan perhatian dari media tradisional atau isu-isu yang dianggap kontroversial. Dalam hal ini, blogger menjadi suara alternatif yang berkontribusi pada diversifikasi narasi dalam ranah jurnalisme.
Dengan beragamnya topik dan sudut pandang yang ditawarkan oleh blogger, masyarakat dapat dengan mudah menemukan informasi yang sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka. Seiring dengan adopsi teknologi digital yang semakin meluas di masyarakat, blogger telah menjadi sumber informasi yang semakin relevan dan dipercaya.
Namun, seiring dengan peran penting yang dimainkan oleh blogger dalam jurnalisme modern, tantangan-tantangan juga muncul. Salah satunya adalah masalah kredibilitas, di mana beberapa blogger tidak dapat menjaga integritas mereka dan menyebarkan informasi yang tidak akurat atau menyesatkan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang dampak dari konten yang tidak terverifikasi secara akurat terhadap masyarakat.
Dalam kesimpulannya, blogger di era digital menjadi cerminan dari jurnalisme modern di Indonesia. Kecepatan, akurasi, dan keberagaman perspektif yang mereka tawarkan menjadikan mereka sebagai pelaku yang berkontribusi dalam meningkatkan akses informasi bagi masyarakat. Namun, tantangan kredibilitas perlu diatasi dengan langkah-langkah yang tepat agar blogger dapat terus menjadi sumber informasi yang dipercaya dan berdampak positif bagi jurnalisme di Indonesia.
Perpres10Tahun2023: Hambatan Kebebasan Pers atau Meningkatkan Kualitas Jurnalisme?
Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Pers telah menjadi pusat perhatian dan kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia. Perpres ini mengatur tentang kewajiban setiap orang yang melakukan kegiatan jurnalistik untuk memiliki Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang diterbitkan oleh Dewan Pers. Namun, pandangan tentang dampak Perpres ini terbagi di kalangan masyarakat, dengan sebagian menyambutnya sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas jurnalisme di Indonesia, sementara yang lain menganggapnya sebagai batasan terhadap kebebasan pers.
Pihak yang mendukung Perpres Nomor 10 Tahun 2023 berpendapat bahwa persyaratan untuk memiliki SIUPP adalah langkah positif untuk meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas di kalangan jurnalis. Dengan menerbitkan SIUPP, jurnalis diharapkan memiliki kompetensi dan etika kerja yang lebih baik, sehingga konten berita yang dihasilkan lebih berkualitas dan terpercaya. Selain itu, Perpres ini juga dianggap dapat membantu dalam mengatasi masalah hoaks dan penyebaran berita palsu yang seringkali meresahkan masyarakat.
Sebagai contoh, Novita Dewi, seorang akademisi bidang komunikasi mengatakan, "Perpres Nomor 10 Tahun 2023 merupakan langkah maju untuk meningkatkan standar jurnalisme di Indonesia. Dengan mewajibkan SIUPP, kita dapat lebih selektif dalam mengakreditasi jurnalis dan memastikan bahwa informasi yang disajikan publik berasal dari sumber yang terpercaya dan teruji kompetensinya."
Namun, di sisi lain, ada juga pihak yang skeptis terhadap Perpres ini dan melihatnya sebagai ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia. Mereka berpendapat bahwa persyaratan memiliki SIUPP dapat disalahgunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mengendalikan dan membungkam media massa yang kritis terhadap pemerintah. Ada kekhawatiran bahwa Perpres ini dapat mempersempit ruang gerak bagi jurnalis independen dan blogger untuk menyuarakan pandangan yang berbeda dan mengkritisi kebijakan pemerintah.
Arie Wibisono, Ketua Dewan Pers: "Perpres Nomor 10 Tahun 2023 adalah langkah mundur bagi kebebasan pers di Indonesia. Perpres tersebut akan membuat pemerintah lebih mudah untuk mengontrol media massa dan menghambat perkembangan jurnalisme blogger."
Perpres Nomor 10 Tahun 2023 telah menuai tanggapan beragam dari para ahli, tokoh masyarakat, dan pihak terkait lainnya. Pandangan yang berbeda-beda ini mencerminkan kompleksitas isu kebebasan pers dan kualitas jurnalisme di Indonesia. Meskipun ada niat baik untuk meningkatkan kualitas jurnalisme, perlu dipastikan bahwa langkah-langkah yang diambil tidak membatasi kebebasan pers dan memberikan ruang bagi pluralisme dalam informasi.