Rekomendasi
Keberadaan laptop atau komputer, printer, dan mesin fotokopi (beserta petugas, tentu saja), sangat diperlukan. Tidak semua masyarakat bisa mendapatkan informasi krusial dalam proses memilih pemimpin negeri.
Saya saja, baru mendapatkan informasi di hari Jumat, 15 Maret 2019, kemudian baru sempat datang ke KPU di hari Minggu. Saya pikir, menunjukkan e-KTP saja sudah cukup (karena saya kira, sistem informasi birokrasi di Indonesia ini, sudah siap untuk terintegrasi).
Lalu bagaimana dengan masyarakat yang kekurangan akses teknologi? Yang tidak tahu soal internet dan sebagainya, yang baru sempat ke KPU karena sibuk bekerja dari Senin-Sabtu.
Etika, adalah satu hal yang juga harus diperhatikan petugas KPU. Menjalankan birokrasi itu harus sabar, itu kenapa hanya orang terbaik yang terpilih untuk mengisi posisi tersebut.
Masyarakat membayar pajak, demi memberikan dukungan untuk sistem birokrasi yang lebih baik dan memudahkan. Bukannya malah membuat masyarakat kapok dan akhirnya malah mencoreng nama instansi.
Di luar itu, kebersihan kantor harus diperhatikan. Ruangan resepsionis harus tertata dengan baik, agar masyarakat percaya bahwa surat suara mereka berada di tangan yang tepat dan profesional. Lampu KPU Denpasar juga harus diperbaiki, agar tidak membahayakan. Banyaknya sarang burung, membuat beberapa wadah bola lampu cukup membuat was-was.Â
Semua yang berkunjung ke KPU, adalah mereka yang masih punya harapan, kepercayaan, dan keinginan terlibat dalam menentukan pemimpin-pemimpin yang nanti mengendalikan arah Indonesia. Oleh karenanya, jika kita memang ingin maju, proses yang ada juga harus berorientasi pada masa depan. Yang bahu-membahu dengan masyarakat, saling memudahkan, dan terintegrasi secara digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H