Mohon tunggu...
Kwee Minglie
Kwee Minglie Mohon Tunggu... lainnya -

Motto : Hiduplah bermanfaaat bagi orang banyak

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi Indonesia yang Kebablasan

17 Mei 2017   17:38 Diperbarui: 17 Mei 2017   18:41 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak habisnya rezim Suharto yang dikenal Order Baru, bangsa ini memasuki alam demokrasi, yang sesungguhnya tidak jelas aturan main sejauhmana demokrasi diijinkan.  Yang menjadi pengetahuan umum adalah  kebebasan mengemukakan pendapat didepan umum. Kemudian disusul harus melaporkan atau memperoleh ijin  dari kepolisian.

Melihat sejarah unjuk rasa di Indonesia, kebanyakan dilakukan oleh  organisasi masyarakat, organisasi mahasiswa dan buruh yang mendominasi gerakan-gerakan unjuk rasa. Saat ini kebebasan medsos juga menjadi salah satu unjuk rasa yang tersebar meluas, yang sesungguhnya tidak kalah dahsyat dengan unjuk rasa langsung turun kelapangan oleh organisasi-organisasi diatas.

Kembali penulis mengangkat makna demokrasi itu sendiri, apakah bebas sebebasnya, tanpa ada batasan, atau ada batasan, misalnya memanfaatkan kekuatan ormas demi kepentingan politik, kepentingan untuk mempengaruhi kerja penegak hukum misalnya kepolisian , kejaksaan dan Pengadilan dengan penekanan dan ancaman-ancaman serta caci maki yang tidak terkendali.   Menekan dan memaksakan kehendak dengan cara anarkis merusak dan merampok usaha pedagang, merusak kendaraan pribadi maupun umum. Gerak-gerik / tindakan  yang melampaui tugas penegak hukum. Apakah dibenarkan organisasi masyarakat melakukan hal-hal diatas ? sehingga mengganggu rasa aman masyarakat dan mengganggu perekonomian. Bahkan seolah-olah tidak ada penegakan hukum yang tegas pada gerakan yang anarkis itu, terbukti itu tidak menjerakan pelaku bahkan lebih nekat.

Kembali pada organisasi masyarakat apapun  bentuknya, bukankah ormas-ormas itu tidak diperkenan untuk bermain politik atau mengambil alih tugas penegak hukum dalam hal in Kepolisian dalam menindak masyarakat yang dianggapnya tidak sejalan ? sudah ada wadah sendiri yang mau berpilitik tentu disalurkan melalui partai, dan hal pelanggaran disalurkan pada kepolisian.

Kita ingat sejarah negeri Sovyat hancur terpecah gara-gara demokrasi yang kebablasan, RRC setelah menjalankan politik terbuka,  hampir juga terpecah dengan peristiwa Tian An Men, untung pemerintah RRC bertindak tegas dan ditindak dengan kekuatan militernya. RRC memasuki era pintu terbuka dengan sangat hati-hati dalam arti demokrasi akan dibuka krannya sedikit demi sedikit hingga waktu tertentu, setidaknya pemerataan pendidikan , ekonomi harus terwujud di negerinya terlebih dulu.

Saat pemindahan kekuasaan dari order baru ke Habibie, kita ingat hampir saja negeri tercinta ini terpecah, gara-gara kalah refrerendum Timor Timur. Jika tidak hati-hati saat itu Aceh juga hampir terjadi. kita bersyukur bangsa ini masih cinta damai, sehingga tidak terjadi perpecahan.

Indonesia terdiri dari ribuan pulau, dan suku bangsa yang berbeda-beda tersebar diseluruh kepulauan Indonesia. satu yang sangat dibutuhkan perhatian bahwa kesenjangan pendidikan, kesenjangan sosial sangat tidak merata. Sehingga sangat riskan untuk dijadikan kambing hitam, diadu domba dan dimanfaatkan oleh orang kelompok yang berniat jahat. Hingga hari ini kita boleh jujur bahwa bangsa kita belum lepas dari ancaman ini, walaupun banyak pejabat bersuara lantang karena kesenjangan penyebab kerusuhan, namun belum ada yang mau menyelesaikan secara mendasar, selain digunakan alasan saja.   Belajar dari sejarah baik dalam negeri maupun diluar negeri, seyoganya demokrasi Indoensia harus terpimpin dengan baik. ada aturan jelas supaya kelompok mayoritas yang masih dibawah standart kehidupannya ditingkatkan sampai merata.

Negeri yang masyarakatnya sudah merata kesejahteraan dan pendidikannya, demokrasi berjalan sangat baik, tidak ada kekerasan, pemaksaan kehendak, pengrusakan dan caci maki yang murahan. Bahkan dalam pemilu mereka berjalan biasa-biasa saja, tanpa ada penjagaan ketat seperti dinegeri tercinta seolah-olah mau perang dan meresahkan masyarakat.

Sejak merdeka belum ada pejabat kita yang memikirkan pembanguan merata seutuhnya  bagi seluruh daerah di Indonesia, hanya saat ini pemerintahan Jokowi nampak kerja keras untuk pemerataan. Namun sangat disayangkan niat baik Jokowi selalu diganggu oleh kelompok yang berniat buruk, memperkaya diri dan kelompoknya  melalui perebutan kekuasaan yang tidak fair. Salah satu yang mudah diperalat adalah kesenjangan-kesenjangan masyarakat  yang disebutkan diatas, karena mereka paling mudah diperalat.  Semenjak zaman penjajahan Belanda pembodohan masyarakat selalu dipakai alat kepentingan, tidak heran oknum pejabat yang bermental bobrok setelah merdeka, turun menurun  sampai 70 tahun lamanya,  ikutan menggunakan cara sama yaitu pembodohan masyarakat bawah yang kekurangan pendidikan maupun hidup tidak layak. Mereka berjumlah mayoritas dari penduduk Indonesia, mudah diperalat.  Selain itu pembodohan melalui agama juga digunakan sebagai alat membohongi misalnya  surga, neraka, berjihat, mati sahit, pahala dan kutukan,   dst-nya.

Menurut pendapat penulis, adanya pembiaran kesengajaan kesenjangan masyarakat ini sangat rawan dijadikan alat politik untuk mengalahkan lawan . Namun tidak pernah terjadi kesenjangan ini diatasi dengan serius oleh pemerintah sebelumnya, walaupun mereka berteriak untuk itu.

Tidak heran Jokowi yang berjuang untuk pemerataan itu menjadi bulan-bulanan oleh sekelompok orang yang berambisi buruk untuk dijatuhkan, bahkan issiu-issiu makar terus berkembang di media sosial. Salah satu medsos memberitakan issiu bahwa 20 Mei, kebangkitan Nasional akan dijadikan momentum.  Apakah aparat penegak hukum sudah mengetahui untuk diantisipasi  atau wait and see saja.  

Kembali pada demokrasi yang kebablasan, yang sangat ditakutkan yaitu ormas-ormas dimanfaatkan oleh kelompok yang berpolitik. Terlebih ormas bersumbu pendek yang sangat rawan dimanfaatkan besar-besaran, karena kelompok ini  yang hanya bondo nekat. Selain itu yaitu kebablasan dalam penyampaian medsos, sehingga sangat mengganggu keamanan masyarakat. Mau percaya atau tidak dengan issiu berkembang, setidaknya sudah meresahkan.  Setidaknya sudah mengganggu ketentraman dan mengganggu perkembangan ekonomi. Apakah ini dibenarkan dalam alam demokrasi ?

Terahir, besar harapan kami selalu wong cilik, ingin memperoleh hak selayaknya. Minimal ketentraman dalam berusaha, perlindungan hukum yang sama tidak pandang bulu. Kebebasan yang terbatas oleh aturan main dalam berpendapat dimuka umum sesuai UUD45, Pencasila sebagai dasar negara, junjung tinggi Ke Bhineka Tunggal Ika, karena keragaman bangsa ini menjadi satu keindahan bagi dunia. Kemudian kesenjangan masyarakat dalam pendidikan dan hidup layak harus menjadi prioritas pemerintah yang bersih, tranparan yang pro rakyat. Karena sesungguhnya  ini adalah tugas utama supaya bangsa ini tidak mudah diperalat karena perut terpenuhi, kesehatan terjamin dan otak mampu berpikir jernih bisa membedakan hal baik dan buruk.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun