Pada tanggal 21 Juli 1985, Ni Pollok berpulang walaupun tubuhnya tak lagi hadir secara fisik. Namun, namanya, kisahnya, dan kontribusinya tetap mengalir sepanjang masa. Kisah Ni Pollok menjadi narasi yang memengaruhi generasi muda di Bali untuk mencintai seni kesenian dan tradisi tanpa henti. Ni Pollok adalah simbol dari gairah tari legong yang muncul dari bumi pertiwi, yang memikat dan memberi keteduhan bagi dunia. Pollok adalah legong, dan legong adalah Pollok.
Dalam kisah pengorbanan dan kelelahan Ni Pollok, kita menyaksikan dedikasi yang tak terbantahkan. Dia telah melalui perjalanan yang sulit dan mempertaruhkan segalanya untuk seni yang dicintainya. Namun, ironisnya, di tengah semua pengorbanan itu, hak dan keinginannya yang paling utama tidak pernah terpenuhi.
Ni Pollok telah mengabdikan hidupnya untuk seni. Dia melatih tubuhnya tanpa henti, mengasah kemampuannya dengan penuh semangat, dan menyampaikan cerita melalui gerakan tari yang memukau. Ia menari dengan jiwa dan menyentuh hati penonton dengan keahliannya yang luar biasa.
Ini tentang Pollok dan pengorbanan yang akhirnya dilukiskan di atas puluhan kanvas. Dalam harmoni kisah yang terpintal, Pollok dan Legong bersatu dalam keindahan yang tak terlukiskan. Pollok, seorang seniman yang berani mengorbankan segalanya untuk melukis, dan Legong, tarian eksotis yang mengalirkan jiwa dan emosi melalui gerakannya yang anggun.
Pollok adalah legong dalam bentuk kanvas. Dia menari di atas puluhan kanvas dengan keberanian dan keteguhan, menciptakan alur energi yang memancar dalam setiap goresan cat. Seperti langkah-langkah tarian Legong yang memukau, setiap gerakan kuasnya melukiskan pengorbanan yang dalam, mengungkapkan cerita yang tak terucapkan di dalam jiwanya.
Pollok adalah legong yang tak terhingga. Dia menari melalui kanvas-kanvasnya, mengungkapkan pengorbanan yang tak terkira dalam keindahan yang mengagumkan. Seperti legenda yang tak terlupakan, Pollok mengajarkan kita tentang keberanian, ketekunan, dan cinta yang mendalam dalam seni.