Kedua : belum lama, adalah kasus 'bowo dara' di Menjerite, pantura Manggarai Barat di kawasan Rangko. Data tentu ada di kepolisian. Pekerja bayaran yang berada di situ, dari tana eta, bertarung dengan pihak yang merasa memiliki hak atas lahan. Perlengkapannya adalah parang, tombak, yah, alat pertanian itu. Selain untuk menebang pohon di lahan itu, tebas rumput, juga senjata untuk melumpuhkan lawan.
* Kasus Tanah di Golo Mori
Saya membaca di media suara-flores.com, suarapemredkalbar.com bahwa ada juga kasus sengketa klaim lahan tanah antar sesama warga di sana. Saling klaim.
Modus penguasaan lahan sama, mengolah tanah. Butuh parang dan tenaga. Bisa dilakukan sendiri bagi pihak yang merasa gesing ( bahasa Manggarai, kuat fisik, kuat untuk bekerja maupun kuat untuk bertarung man to man).
Di Golo Mori itu, salah satu pihak mendatangkan tenaga bayaran dari kabupaten tetangga, Manggarai, 18 orang, dari kampung Popo dan Dimpong. Tenaga ini menduduki lahan sengketa lengkap dengan parang panjang.
Lalu pihak lain, yang juga mengklaim berhak atas tanah tersebut melapor ke polres Manggarai Barat di kota Labuan Bajo. Merespond laporan tersebut, Polres mendatangi lokasi, lalu membawa 21 orang tersebut ke Labuan Bajo, untuk diamankan dan diproses lebih lanjut, beserta barang bukti berupa parang dan lain-lain. Tindakan polisi itu untuk mencegah 'bowo dara' ini patut didukung.
Apalagi kawasan ini diberi ruang untuk pertumbuhan ekonomi lebih cepat dari biasanya, dengan pencanangan Kawasan Ekonomi Khusus di program destinasi pariwisata super premium oleh Presiden Jokowi. Investor yang mau masuk ke sini butuh kenyamanan dalam berinvestasi dan kepastian hukum atas tanah, serta clear mafia tanah, sebagaimana seruan Presiden tersebut.
Tindakan pencegahan Polres itu didukung oleh tokoh muda Desa Golo Mori serta para tokoh agama. Dan saya hampir pastikan bahwa para budayawan dan tokoh masyarakat Manggarai Barat mendukung langkah preventif ini.
Namun di media itu menampilkan seorang Advokat dari Flores yang tinggal di Jakarta, Petrus Selestinus (PS), dimana ia berpendapat bahwa "orang-orang Flores yang pergi bekerja kebun dengan membawa parang adalah bagian dari budaya Flores di bidang pertanian, dan itu juga terjadi di orang Flores di desa Golo Mori, Kabupaten Manggarai Barat".
Saya setuju, itu benar, Tapi PS salah, manakala dengan lantang ia mengatakan bahwa Polres Mabar menangkap para petani dalam kategori budaya yang ia sebut itu. Ah, ia tidak tahu masalah yang sesungguhnya. Apa yang ia katakan itu menyimpang dari fakta yang sebenarnya. Penyimpangan itu semakin jauh ketika PS berseru agar Kapolres Manggarai Barat dicopot dari jabatannya. Waduh, aneh ! Â
* Dinamika Dalam Bingkai Pancasila
Dari semua kasus pidana penguasaan lahan tanah di Manggarai ( Barat, Tengah dan Timur) atau di Flores, NTT, atau di masyarakat pedesaan umumnya di Indonesia, itu semua karena klaim perdata atas tanah, baik secara perorangan maupun kolektif.