Nganjuk -- Nyepi merupakan hari suci umat Hindu yang dirayakan setiap Tahun Baru Saka. Hari Raya Nyepi jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang dipercaya sebagai hari penyucian dewa-dewa di pusat samudra. Hari Raya Nyepi telah diperingati sebagai tahun baru umat Hindu berdasarkan penanggalan Saka sejak tahun 78 Masehi.
Tujuan dari hari raya Nyepi adalah mencari keharmonisan serta kedamaian dalam setiap diri manusia. Melalui Nyepi, manusia diminta untuk mawas diri dan merenung tentang apa saja hal-hal yang sudah mereka lakukan selama satu tahun untuk nantinya diperbaiki di kemudian hari.
Rangkaian Nyepi dimulai dari Melasti, kemudian Tawur Agung Kesanga, dilanjutkan Pengerupukan, dan diakhiri oleh Nyepi. Tawur Agung Kesanga dilaksanakan dengan melakukan upacara di catus pata (perempatan) desa yang dianggap sebagai titik temu antar ruang dan waktu yang dimana di Desa Bajulan dilakukan pada Simpang Tujuh Monumen Jendral Sudirman. Upacara lalu dilanjutkan dengan melakukan pecaruan.
Setelah itu, dilanjutkan pawai ogoh-ogoh mengelilingi desa dengan rute Pura Kerta Bhuwana Giri Wilis menuju Monumen Jendral Sudirman. Hal itu bertujuan menyerap energi negatif dan meleburnya, dengan disimbolkan melalui pembakaran ogoh-ogoh yang telah diarak.
Dikutip dari laman Kementerian Agama Bali, Tawur Agung Kesanga berdasarkan Lontar Sang Hyang Aji Swamandala, merupakan upacara Butha Yadnya yang bertujuan untuk kesejahteraan alam dan lingkungan
Tawur Agung Kesanga bertujuan membersihkan Bhuana Agung dan Bhuana Alit sesuai konsep Tri Hita Karana untuk mengusir keburukan dari lingkungan sekitar.
Makna pelaksanaan Tawur Agung adalah membayar atau mengembalikan sari-sari alam yang diambil manusia selama memenuhi kebutuhan hidup. Pengembalian dilakukan dengan upacara yang ditujukan kepada para Butha, dengan tujuan para Butha tidak mengganggu manusia.
Setelah dilaksanakan Tawur Agung Kesanga dilanjutkan dengan pawai ogoh-ogoh yang berwujud Bhuta Kala (simbol kejahatan). Ogoh-ogoh akan diarak keliling desa, kemudian dibakar.
Pembakaran ogoh-ogoh ini sebagai makna untuk membakar segala kejahatan di muka bumi. Sehingga, akan tercapai kehidupan yang harmonis yang sejalan dengan ajaran Tri Hita Karana.
Pada tahap persiapan untuk kirab ogoh-ogoh, Mahasiswa KKN-T UNESA Nganjuk 54 turut andil dalam kerja bakti (16/03/23) di lokasi yang nantinya akan digunakan sebagai tempat persembahyangan serta pembakaran di sekitar Simpang Tujuh Monumen Jendral Sudirman.
Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan bambu untuk kaki panggung serta finishing panggung ogoh-ogoh dan pembuatan banten yang akan digunakan untuk kegiatan persembahyangan (18/03/23).
Pada saat prosesi Tawur Agung Kesanga dan Kirab Ogoh-Ogoh, mahasiswa KKN-T UNESA Nganjuk 54 turut membantu dalam menggotong ogoh-ogoh serta membuat barikade manusia untuk menutup jalan agar tidak ada orang yang berlalu-lalang saat dilakukannya persembahyangan, sehingga persembahyangan dapat berjalan dengan lancar.
Pelaksanaan kirab ogoh-ogoh tahun 2023 ini merupakan yang terbesar di Nganjuk pasca pandemi COVID-19. Dengan ikut sertanya mahasiswa KKN-T UNESA Nganjuk 54, diharapkan ritual keagamaan asli Indonesia ini dapat terus dilestarikan oleh umat Hindu Indonesia terutama di Pura Kerta Bhuwana Giri Wilis kabupaten Nganjuk dengan tetap menjunjung tinggi norma beragama serta bermasyarakat.
Sumber : (Detik Bali)
(FA/RU)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H