Sanggar Tari Setyo Utomo awalnya merupakan pendopo terbuka di halaman rumah Bapak Utomo yang dalam perjalannya berpindah di dalam rumah Bapak Utomo. Berawal dari uang pribadi dan modal nekat, ketekatan hati dan semangat Pak Utomo untuk mempertahankan budaya dan tradisi membuatnya terus berjuang untuk Sanggar Tari Setyo Utomo. Prinsip yang selalu dipegang teguh oleh Pak Utomo adalah yang penting kesenian tradisi, kesenian topeng yang ada di desa tidak mati.
Berawal dari orang-orang yang berlatih menari kepada istri dari Bapak Utomo, yaitu Ibu Endang. Semakin lama semakin banyak pula yang belajar menari dan rutin setiap minggunya. Waktu berlatihnya sendiri pada hari minggu mulai dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore, kecuali topeng malangan latihannya malam. Untuk bapak-bapak latihannya malam minggu.Â
Untuk metode pembelajarannya sendiri tidak ada guru ataupun siswa, namun berlatih bersama-sama dan tidak menggunakan metode kelas. pada tahun 2014 sampai 2015.Â
Pada tahun 2016 pak utomo beserta istri brnekat untuk membangun kembali sanggar tersebut, Selain untuk kembali aktif berkesian ini juga merupakan wujud syukur keluarga Bapak Utomo karena telah selesai membangun rumah juga. Pertunjukan itu diberi judul "Gebyak Topeng Glagahdowo" yang terlaksana pada tahun 2017.
- Macapat
Macapat merupakan tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sajak akhir yang disebut guru lagu.
Di Desa Pulungdowo sendiri juga terdapat seniman macapat, yaitu Bapak Parlan yang berusia 78 tahun. Bapak Parlan belajar macapat sejak kecil melalui sang ayah, kemudian beliau belajar kepada Mbah Ceret yang merupakan seorang dalang wayang dari Bululawang. Pada awalnya sebelum Bapak Parlan diajarkan macapat kesenian macapat belum berkembang di Pulungdowo melainkan kesenian wayang, kemudian dari perkumpulan seniman wayang mengusulkan untuk mengganti dalang wayang dengan dalang macapat.
Di Malang sendiri hanya ada dua seniman macapat pada waktu itu yaitu Bapak Tajap dan Mbah Ceret. Kemudian bersama dengan Bapak Parlan dan Bapak Priyanto kesenian macapat diteruskan sampai ke Surabaya. Dalam proses belajarnya sendiri tidak ada sanggar yang menjadi tempat berlatih, namun belajar turun temurun dan dari kenalan-kenalan.
- Jaranan
Jaranan merupakan salah satu pertunjukan seni yang menampilkan serombongan orang yang siap beraksi dengan jaran kepang. Jaranan sendiri merupakan tiruan bentuk kuda yang dibuat dari kepangan bambu atau kepangan kulit. pada dasarnya rombongan jaran kepang ini mbarang (ngamen) dari kampung satu ke kampung lainnya.Â
Hal yang paling ditunggu dari pertunjukan jaranan adalah saat sang pemain mengalami kesurupan atau yang disebut orang malang sebagai kalap saat kalap mereka bisa memberikan pertunjukan yang menarik seperti makan beling (pecahan kaca), dan hal unik lainnya yang tak bisa dilakukan oleh orang biasa. Akhir pertunjukan biasanya ditandai dengan pembacaan mantra oleh pimpinan rombongan. Pemimpin tersebut membacakan mantra tertentu untuk menyadarkan kembali pemain yang kalap tersebut.
Di Desa Pulungdowo sendiri banyak berdiri grup Jaranan, salah satunya adalah Garuda Sakti milik Bapak Pakat. Grup jranan Garuda Sakti ini didirikan pada 01 Agustus 1989, berawal dari kesenian yang secara turun temurun diwariskan dari orang tuanya.Â
Grup Jaranan Garuda Sakti eksis hingga saat ini. Ciri khas yang membedakan dengan grup lain adalah dari bentuk kuda lumpingnya, yaitu berbeda pada lukisan di kuda lumpingnya. Anggota dari Garuda Sakti tidak secara resmi tertulis dan terdaftar, melainkan siapa saja yang berminat dapat mengikuti latihan.Â