"Sip neng, bentar ya" ucapnya sembari mulai membuat mie ayam.
Aku mengeluarkan ponselku dari saku. Layarnya yang retak membuatku teringat pada kecerobohanku. Andai saja aku lebih berhati-hati. Aku mulai memutar video dan menontonnya selagi menunggu mie ayamnya jadi. Aku hanya bisa menontonnya disini, karena ya jika aku ketahuan menontonnya saat di rumah bisa-bisa ponselku disita atau bahkan dibuang.
"Slurp" aku menyeruput mie ayam yang ada di meja.
Setelah selesai memakannya, aku kembali mengayunkan sepedaku menuju sekolah. Sekolah masih sangat sepi seperti biasanya. Hanya ada aku dan beberapa pegawai sekolah. Aku menaiki satu-persatu anak tangga menuju lantai dua. Kelasku berada di pojok, jadi aku harus melewati lorong-lorong yang cukup seram bagiku. Habisnya, di lorong-lorong itu terdapat banyak lukisan. Jam masih menunjukkan pukul enam pagi. Masih ada satu jam sebelum sekolah dimulai. Alasanku pergi ke sekolah sepagi ini ya karena ga betah dirumah. Dirumah, aku bisa ngapain? palingan ya cuman rebahan doang.
Aku mulai menggambar sembari menunggu teman-temanku datang. Kehidupan sekolahku dengan dirumah sangat berbeda. Aku selalu menunggu waktu dimana sekolah dimulai. Sekolah adalah satu-satunya tempat dimana aku menemukan kebahagiaanku.Â
"Auraaa!" terdengar suara yang berasal dari depan kelas.
Bersambung..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H