Mohon tunggu...
Kiwi Aliwarga
Kiwi Aliwarga Mohon Tunggu... Insinyur - relentless pursuit of excellence!

Inovator, startup builder. Founder of UMG.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Visi Panglima TNI dan Peran Startup dalam Bela Negara

15 November 2023   09:42 Diperbarui: 15 November 2023   11:52 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teknologi VR untuk militer (dokpri) 

Visi Panglima TNI dan Peran Startup dalam Bela Negara

Negara penghasil sumber daya harus siap perang dan perlu merumuskan asas perang yang paling tepat untuk mempertahankan negara.

Jenderal TNI Agus Subiyanto telah disetujui menjadi Panglima TNI oleh Komisi I DPR setelah melalui tahap fit and proper test. Dalam tahap tersebut dipaparkan visinya ketika menjadi Panglima TNI. 

"Saya memiliki visi TNI yang Prima yaitu TNI yang profesional responsif integratif modern dan adaptif dalam rangka membangun industri TNI yang memiliki daya tahan dan daya tempur guna menghadapi serta mengatasi segala bentuk ancaman gangguan dan tantangan yang akan membahayakan integritas bangsa dan negara," kata Jenderal Agus saat paparkan materi.

Jenderal Agus Subiyanto (dok Biro Pers Sekretariat Presiden via Detik.com )
Jenderal Agus Subiyanto (dok Biro Pers Sekretariat Presiden via Detik.com )

Ada lima misi Panglima TNI. Pertama, memelihara dan memantapkan profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara. Kedua, meningkatkan kemampuan yang responsif dalam menghadapi perkembangan lingkungan strategis. Ketiga, memantapkan kemampuan TNI yang integratif serta bersinergi dengan kepolisian kementerian dan lembaga dan komponen bangsa lainnya. Keempat, mewujudkan percepatan modernisasi alutsista sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelima, mewujudkan TNI yang adaptif terhadap tuntutan tugas dan spektrum ancaman.

Ancaman kedaulatan negara (dokpri) 
Ancaman kedaulatan negara (dokpri) 

Signifikansi Deep Tech untuk Sistem Hankam

Dimasa mendatang operasi militer akan melibatkan Deep Tech. Pada prinsipnya Deep Tech mengarah pada startup yang dikembangkan berbasis inovasi hi-tech pada mesin atau kemajuan ilmiah yang signifikan. Secara sederhana, dapat disimpulkan deep tech terkait dengan teknologi 4.0 yakni Artificial Intelligence (AI), robotic, biotech, dan teknologi tinggi lainnya.

Lima tahun terakhir, saya mengamati bahwa deep tech adalah salah satu hal yang sangat menarik perhatian karena potensi teknologi yang tidak terbatas. Sebagai contoh, sebut saja teknologi suara berbasis AI. 

Di level tertentu, teknologi ini dapat mengubah gawai menjadi personal assistant virtual bagi setiap manusia di masa depan. Dalam ekosistem UMG Idealab, kami mengembangkan Frogs dengan berbagai hi-tech drone. Indonesia perlu membuat regulasi terkait operasional drone yang mendorong ekosistem startup pengembang teknologi drone.

Terkait dengan perkembangan militer global, saya memprediksi bahwa selambat-lambatnya pada tahun 2037 (hanya 14 tahun dari sekarang), kita akan memasuki masa perang hebat antara 2 Kutub (Kekuatan Timur dan Barat). Bisa jadi ini disebut Perang Dunia III.

Seperti apa perangnya ? Ini bukan perang yang sama seperti yang biasa kita dengar dan lihat dari film dokumenter PD I atau PD II atau Perang Vietnam atau Perang Korea. Juga bukan seperti perang Ukraina. Perang yang pernah terjadi tersebut skala dan efeknya akan menjadi kecil jika dibandingkan dengan perang mendatang.

Perang ini akan mengganggu banyak rantai pasokan sumber daya dan mereka yang berperang perlu mengamankan sumber daya tersebut untuk mendukung perang mereka. Akan ada lebih sedikit pasukan darat yang dikerahkan tetapi perang akan dilakukan secara perlahan sejak saat ini untuk mengumpulkan pengaruh terhadap negara-negara kaya sumber daya (bahan pangan, air, mineral, tenaga kerja, dll) dan mereka akan menggunakan metode dan alat apa pun yang tersedia bagi mereka untuk menjadikan negara kaya sumber daya tersebut ke pihak mereka.

Bukankah kita harus mampu membela negara kita dengan cara kita sendiri atau dengan sekutu tetangga yang terbatas ?

Segenap rakyat Indonesia perlu diberi pemahaman bahwa perang akan terjadi dan seluruh elemen bangsa perlu mempersiapkan secara matang serta mampu memahami bertahan melawan apa.

Menurut hemat saya ada beberapa modus atau bentuk perang yang dilancarkan terhadap bangsa kita sehingga kita perlu menyempurnakan doktrin dan asas perang yang selama ini telah dirumuskan. Serangan tersebut dikelompokkan menjadi :

1) Penyebaran ideologi atau paham yang bisa menyebabkan perpecahan bangsa.

2) Pendidikan, kebudayaan dan gaya hidup yang mengarah kepada melemahnya ketahanan pangan.

3) Serangan siber yang bisa menimbulkan kekacauan ekonomi dan mengganggu ketertiban umum.

4) Serangan Biologis (Virus) dan Kimia yang bisa menyebabkan suatu negara bangkrut atau terus bergantung pada negara yang lebih maju teknologinya.

5) Perang fisik dengan pengerahan drone dan pasukan taktis yang bisa dikerahkan dalam waktu yang sangat cepat.

Analisis saya tersebut searah dengan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda (Laksda) Julius Widjojono yang mengatakan, terdapat tiga sumber yang bisa menjadi pemicu terjadinya konflik bersenjata di Indonesia. 

Tiga sumber konflik di dunia adalah energi, makanan, dan minuman. Adapun Indonesia merupakan negara yang punya ketiga sumber itu secara melimpah. Karena itu, negara lain berpotensi berkonflik dengan Indonesia untuk merebut sumber daya alam yang melimpah tersebut.

Peluang Aplikasi Teknologi Bidang Riset Hankam (dokpri) 
Peluang Aplikasi Teknologi Bidang Riset Hankam (dokpri) 

Sishankamrata dan Asas Perang

Perlu meneguhkan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Pasal 30 Ayat (2). Pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan oleh Tentara Nasional Indonesia sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.

Sistem pertahanan semesta menerapkan totalitas pengerahan seluruh komponen bangsa dalam mengambil bagian untuk pertahanan negara. Sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan dinamika penyelenggaraan pembangunan nasionalnya, sistem pertahanan semesta telah membuktikan dapat diterapkan dalam membentengi bangsa Indonesia dari segala bentuk ancaman.

Pertahanan keamanan rakyat semesta perlu diperkuat dengan teknologi terkini. Perlu partisipasi startup yang telah menggeluti deep tech untuk mentransformasikan sishankamrata sehingga bisa turut mentransformasikan bentuk-bentuk bela negara dan membantu TNI menghadapi tantangan, ancaman dan gangguan terhadap negara pada era disrupsi dan teknologi 4.0.

Perkembangan teknologi 4.0 mengubah atau mentransformasikan asas-asas perang. Menurut doktrin hankam negara kita asas perang mempunyai kegunaan sebagai pedoman untuk menuntun tindakan dalam penyelenggaraan peperangan. Asas tersebut salah satunya adalah asas mobilitas, yakni kemampuan mobilitas diwujudkan dalam keleluasaan bertindak,responsif, serta ketanggapsegeraan dalam mengembangkan strategi pertahanan negara serta keleluasaan dalam mendayagunakan segenap sumber daya nasional untuk menjadi kekuatan pertahanan, baik pertahanan militer maupun pertahanan nirmiliter.

Trend kedepan mendorong kekuatan pertahanan Indonesia tidak lagi hanya mengandalkan kemampuan penguasaan senjata saja, tapi lebih lanjut berupa penguasaan teknologi dan keahlian khusus lainnya.Apalagi dalam menghadapi perang asimetrik (asymetric warfare) sangat dibutuhkan keahlian penguasaan teknologi alutsista canggih yang terpadu dengan revolusi Industri 4.0.

Pendidikan militer pada masa mendatang dihadapkan pada dua hal yang sangat penting yaitu, Human Intelligence to Human Intelligence, dan Human Intelligence to Artificial Intelligence, Hal ini karena masa sebelumnya society 1.0 sampai dengan 4.0 adalah 100 persen fisik, sedangkan society 5.0 adalah 50 persen fisik yaitu senjata konvensional dan senjata non konvensional, dan 50 persen virtual yaitu senjata siber.

Meskipun dalam Industri 4.0 peran robot otonom, big data, internet of things (IoT) sangat penting dalam operasional alutsista, namun peran SDM kemiliteran tetap tidak tergantikan. 

Seperti contohnya dalam pertahanan bawah air fungsi pasukan katak telah terbantu dengan wahana Submarine Support Rescue Vehicle (SSRV) yang dilengkapi dengan robot penyelam yang dikendalikan jarak jauh untuk melakukan operasi yang mustahil dilakukan oleh manusia. Namun peran SDM tetap dominan sebagai pengambil keputusan bagi sang robot.

Teknologi VR untuk militer (dokpri) 
Teknologi VR untuk militer (dokpri) 

Pada saat ini bangsa-bangsa di dunia sedang memperkuat sekolah atau pendidikan kemiliteran. Untuk mencetak personel militer beberapa negara banyak yang mengirim lulusan sekolah menengah ke akademi militer terkemuka dunia, seperti Akademi Militer West Point. Kondisi global menuntut agar TNI secepatnya membangun postur SDM masa depan yang mumpuni yang didukung sistem pembinaan jati diri TNI. Perlu transformasi sistem pendidikan TNI yang lebih modern juga perlu mengembangkan Universitas Pertahanan (Unhan).

Perkuliahan di Unhan ke depan semakin banyak diwarnai dengan teknologi virtual reality (VR). Virtual reality merupakan salah satu inovasi yang sudah dipakai dalam pelatihan militer. Keputusan ini menciptakan pelatihan menjadi lebih efektif dan murah. 

Virtual reality mulai mendapat perhatian dunia sejak 2018 lalu, ketika pasukan militer Amerika Serikat melangsungkan kerjasama dengan Microsoft untuk mengadopsi headset Microsoft HoloLens 2. Kerjasama ini mengembangkan Integrated Visual Augmentation System (IVAS) untuk meningkatkan kemampuan angkatan darat. Sistem ini menghadirkan informasi peta, kompas hingga lokasi teman dan musuh.

Kini, angkatan darat AS meminta industri pertahanan untuk fokus merancang teknologi virtual reality guna mendukung simulasi dan pelatihan infanteri atau pasukan pejalan kaki dengan lebih efektif. Permintaan inovasi ini diharapkan dapat membantu infanteri angkatan darat dalam menjalankan misi dengan sukses. Umumnya, latihan tradisional pada angkatan darat membutuhkan lingkungan fisik yang memadai. Area misi perlu disesuaikan dengan kondisi cuaca, pencahayaan, medan, dan suhu yang relevan dengan kebutuhan pelatihan.

Dalam dunia virtual ini, angkatan darat Amerika Serikat ingin menghadirkan lingkungan khusus dengan objek nyata seperti kendaraan militer, wadah penyimpanan, meja, kursi, dan lain-lain. Diharapkan, pengembangan teknologi ini dapat memfasilitasi peserta dari lokasi fisik yang berbeda untuk berpartisipasi bersama-sama dalam pelatihan virtual reality secara real-time. Perkembangan teknologi Internet Of Things (IoT) mendorong terwujudnya Internet Of Military Things (IoMT), yang sangat mempengaruhi kinerja organisasi militer.

Salam Bela Negara !

Kiwi Aliwarga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun