Signifikansi Pengembangan OPOP
Saya mengamati salah satu cara yang baik untuk membangkitkan spirit bisnis di pesantren adalah program pemerintah daerah yang bertajuk One Pesantren One Product (OPOP). Namun demikian, program ini perlu disempurnakan dan dikawinkan dengan best practice pengembangan startup. Mulai dari tahap pitching hingga running bisnis startup.
Program OPOP diharapkan menghasilkan aneka produk unggulan yang berbasis lokalitas dan menghasilkan nilai tambah yang berarti. Agilitas, kreativitas dan inovasi merupakan kata kunci keberhasilan OPOP.
Selama ini pemerintah daerah telah mengucurkan anggaran untuk menjadikan OPOP sebagai leading sector dari Dinas UKM. Program berisi kegiatan pelatihan, pendampingan, bimbingan, konsultansi, workshop, penyuluhan, advokasi, pengembangan kemitraan, gelar produk pesantren atau pameran.
Kedepan OPOP mesti dijadikan forum bergengsi untuk pengembangan produk atau konten lokal. Dengan filosofi bahwa dunia tengah memasuki era konseptual dan ekonomi digital yang terus mengalami disrupsi. Keniscayaan untuk menciptakan produk atau konten yang menarik dan bernilai tambah tinggi.
Pelatihan bisnis dan proses produksi yang merupakan bagian dari program OPOP perlu membentuk sel-sel kreatif dan inovatif dalam lingkungan pesantren. Sel itu merupakan komunitas santri yang akan dilatih oleh mentor yang bisa membantu memperbaiki aspek desain, proses produksi, pengemasan dan media digital sebagai penetrasi pasar yang efektif.
Mentor itu sebaiknya memberikan pengetahuan praktis terkait desain industri pada era disrupsi. Sehingga produk yang dihasilkan mengandung nilai seni terapan yang meliputi faktor estetika dan kegunaan atau usability yang harus dioptimalisasi agar dapat bersaing.
Peran penting mentorship adalah membantu dalam hal standardisasi kecakapan profesi dan best practice terkait startup. Suka atau tidak, produk OPOP akan dihadapkan dalam domain persaingan yang tidak terbatas. Sehingga model bisnis OPOP memerlukan inovasi terbuka agar sesama sel kreatif dan unit produksinya bisa terus berjalan. Apalagi perkembangan ekonomi digital membuat produk baru memiliki daur hidup yang semakin pendek.
Saya optimis Indonesia mampu mengembangkan bisnis inkubator menjadi lebih baik lagi. Saat ini, UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Tidak main-main, kontribusinya mencapai 61,07 persen dari PDB Indonesia.
Sayangnya, tingginya angka kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia belum berbanding lurus dengan pemanfaatan teknologi digital. Bayangkan potensinya jika seluruh UMKM dari Sabang hingga Merauke melek digital, termasuk ekonomi digital. Yang perlu digaris bawahi di sini adalah ekosistem digital bukan hanya sekedar teknologi yang canggih, tetapi juga sumber daya manusia yang mumpuni.