Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akrobat Politik Jokowi Jelang Pilpres 2024

5 Desember 2022   12:46 Diperbarui: 5 Desember 2022   13:16 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo menghadiri acara Nusantara Bersatu di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Sabtu (26/11). | Antara/Muhammad Zulfikar

Siapa yang bakal didukung oleh Jokowi pada pemilu 2024 nanti? Apakah akrobat politiknya akan berdampak signifikan terhadap perilaku pemilih dalam pilpres?

Mengenakan jaket merah bertema G20 serta sepatu kets andalannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak hanya sukses membuat panggung Nusantara Bersatu bergemuruh, ia juga berhasil membuat konstelasi politik kian memanas.

Meski dinisiasi oleh kolaborasi berbagai elemen relawan Jokowi, acara di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) ini merupakan wujud realisasi janji sang Presiden. Pada rakernas Pro Jokowi (Projo), pria Solo itu memang pernah berjanji akan menggelar silaturahmi nasional dengan relawannya.

Kala itu, ia meminta para pendukungnya guna menahan diri agar tak berspekulasi dalam menentukan calon presiden yang bakal diusung dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Eks Gubernur DKI Jakarta itu juga mengatakan bahwa dirinya akan menentukan jagoannya pada waktu yang tepat. "Ojo kesusu," ucapnya.

Meski begitu, dalam banyak kesempatan, beliau justru menunjukkan gelagat yang berlawanan. Presiden terus melancarkan akrobat politik, salah satunya pada ajang Nusantara Bersatu, Sabtu (26/11). Tanpa diduga-duga, ia  mengutarakan kriteria calon presiden (capres) yang layak guna dipilih dalam pemilu 2024 mendatang.

Ciri-ciri presiden ideal, menurut Jokowi, tercermin dari bantuk fisiknya. Baginya, pemimpin yang baik dapat diidentifikasi dari banyaknya keriput pada wajah serta rambut yang sudah mulai beruban akibat memikirkan nasib rakyat.

Tidak perlu ahli nujum atau riset ilmiah yang kompleks untuk mengidentifikasi bahwa sosok yang dimaksud oleh sang Presiden adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Pro-Ganjar

Bukan kali pertama Jokowi menunjukkan sinyal endorsement kepada Ganjar. Selain dalam gelaran Nusantara Bersatu, isyarat dukungan serupa juga pernah ia utarakan pada ajang Rakernas V Projo yang digelar di Magelang, Jumat (20/5).

Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh Ganjar ini, Jokowi sempat mengutarakan bahwa capres yang bakal didukung Projo mungkin hadir di acara tersebut. Ucapan itu membuka gerbang penafsiran bahwa Jokowi hendak mengusung Ganjar dalam Pilpres 2024 nanti.

Kode-kode endorsement itu tentu tidak dilontarkan Jokowi secara asal-asalan atau tanpa pertimbangan dan kalkulasi tertentu. Setidaknya, kecendrungannya guna memilih Ganjar dilandaskan pada fakta bahwa keduanya ialah kader PDIP.

Di samping itu, mayoritas basis pemilih Jokowi juga mendukung Ganjar. Begitu pula sebaliknya. Sebagian dari relawan Ganjar pernah mengusung nama Jokowi.

Kedua politikus itu memiliki gelembung pendukung yang seragam dan beririsan. Mereka menjadi representasi kekuatan politik relawan di tengah dominasi elite partai yang memiliki kuasa lebih besar.

Aspek tingginya elektabilitas Ganjar juga memiliki peran vital dalam menentukan arah akrobat politik Jokowi. Ganjar selalu menempati posisi teratas dalam berbagai hasil survei Pemilu 2024.

Catatan itu juga sempat dirasakan oleh Jokowi pada periode pemilu sebelumnya. Dengan memilih Ganjar, maka peluang kemenangan akan terjamin. Begitu pula sebaliknya, untuk bisa menang, Ganjar sangat membutuhkan dukungan Jokowi. Dari sana terlahir simbiosis mutualisme.

Jokowi ingin memastikan bahwa capres yang akan didukungnya pada 2024 nanti sanggup meraih kemenangan, sehingga bisa meneruskan agenda pembangunan kala ia sudah tidak lagi menjabat. Hal itu juga bisa memastikan suksesi kekuasaan akan berjalan dengan mulus.

Di luar kode endorsement, arah akrobat politik Jokowi juga bisa dianalisis lewat aspek kedekatan personal. Selain sama-sama terlahir di Jawa Tengah, keduanya memiliki gaya kepimpinan yang sangat identik. Selama menjabat, baik Jokowi maupun Ganjar, memang sangat gemar melakukan blusukan hingga ke pelosok-pelosok desa.

Dengan bahasa politik yang amat mudah dipahami oleh masyarakat luas, mereka seolah-olah berbagi gen dari induk yang sama alias kembar siam. Adapun di luar perspektif politik, keduanya sama-sama menyukai musik cadas (rock dan metal).

Jokowi memiliki kisah manis kala sukses meraih dua kemenangan beruntun pada Pilpres 2014 serta 2019 lalu. Harapannya, dengan memilih karakter kandidat yang identik dengan dirinya, kelak Ganjar juga mampu mengulangi romantisme itu dan melanjutkan perjuangan sang petahana.

Tensi PDIP Kian Panas

Sebagai politisi yang sudah tak memiliki kepentingan pada pemilu 2024, akrobat politik Jokowi di GBK bisa diterjemahkan sebagai bentuk unjuk kekuatan. Ia ingin menunjukkan dirinya masih punya daya tawar di panggung politik nasional.

Manuver nekat itu juga dapat dimaknai bahwa andai PDIP tidak memilih Ganjar Pranowo, masih ada gerbong lain yang bakal mengakomodasinya. Manuver itu tentu bisa menekan Megawati, sebagai penguasa absolut partai banteng merah, supaya segera memutuskan siapa yang hendak diusungnya dalam Pilpres 2024.

Tekanan itu sejatinya sudah dirasakan oleh PDIP. Hal itu terbukti dengan sikap sejumlah pengurusnya yang mengkritik manuver politik Jokowi di GBK. Dia dan relawannya dianggap telah melangkahi wewenang partai, padahal penentuan dukungan itu sepenuhnya menjadi hak prerogatif Mega sebagai ketua umum.

Gimik yang dipilih oleh sang Presiden membuat friksi di internal PDIP makin memanas. Partai banteng bermoncong putih ini memang sedang diterjang isu perpecahan jelang tahun politik 2024.

Untuk mendukung kandidatnya masing-masing, sejumlah elite PDIP membentuk kubu yang saling berseberangan. Sebagai wujud dukungan kepada Ketua DPP PDIP Puan Maharani, Dewan Kolonel dibentuk oleh pendukung setianya yang dinisiasi anggota Fraksi PDIP di DPR RI.

Pendukung Ganjar pun tidak mau kalah. Kubu yang diinisiasi oleh relawan serta politisi PDIP di daerah, juga membentuk gerakan tandingan yang disebut Dewan Kopral.

Munculnya dua kubu di lingkup internal PDIP ini membuka luka lama terjadinya perpecahan PDIP pada tahun 1997 silam. Kala itu terjadi dualisme kepemimpinan dalam tubuh partai tersebut.

Uniknya, meski kedua kubu sama-sama dilarang berdansa politik, hanya Ganjar saja yang pernah mendapatkan teguran keras dari elite PDIP. Ruang gerak sang Gubernur sengaja dibatasi agar ia tidak menjadi 'duri dalam daging' di internal partai. Dia seolah-olah sedang diisolasi dari gegap gempita bursa capres 2024.

Kendati sempat mengkritik, elite PDIP sama sekali tidak menegur Jokowi usai mengutarakan kriteria pemimpin ideal versinya di depan ribuan relawannya di GBK. Bisa jadi, mereka khawatir Jokowi akan berpindah gerbong jika saja PDIP berani menegur politisi asal Solo itu.

Agaknya Megawati menganggap bahwa Jokowi masih memiliki pengaruh yang cukup besar yang bisa merusak skenario politiknya. Ia bersikap hati-hati karena Jokowi berpotensi untuk menjadi "King Maker" yang tidak dapat diremehkan.

Akrobat politik yang dilancarkan Jokowi tentu akan menguntungkan bagi Ganjar Pranowo. Ia memiliki gerbong lain andai PDIP lebih memilih sang putri mahkota, Puan Maharani, pada Pilpres 2024 nanti.

Efektivitas Endorsement Jokowi

Panggung Nusantara Bersatu menjadi ajang pamer kekuatan Joko Widodo di tengah konstelasi politik dan dinamika koalisi partai yang memanas menjelang Pilpres 2024. Partai peserta pemilu lain pun mulai berhitung supaya tidak salah langkah.

Guna menguji seberapa besar efektivitas dukungan Jokowi terhadap perilaku para pemilih, survei dari Voxpol Center yang dilakukan pada 22 Oktober–7 November 2022, dapat memberikan gambaran.

Hasil survei dari Lembaga Survei Voxpol Center menyebut bahwa arah dukungan Jokowi dalam Pemilu 2024 tidak terlalu berpengaruh pada pilihan publik terkait kandidat capres-cawapres.

Bahkan, hanya ada 25% responden saja yang menganggap pilihan Jokowi dapat mengarahkan preferensi politik mereka terhadap kandidat tertentu. Sementara, ada 65,7% responden yang menyatakan bahwa dukungan Jokowi tidak memberi efek yang cukup kuat untuk menggiring perilaku pemilih.

Jika dirinci lebih mendetail, mayoritas responden yang mengaku terpengaruh pilihan Jokowi cenderung akan memilih Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yakni sebanyak 32,1%.

Menariknya, masih dalam survei yang sama, Puan Maharani hanya mendapat angka 5,6% jika ia didukung oleh sang Presiden. Margin nilai yang amat lebar kalau dibandingkan dengan Ganjar.

Meski begitu, endorsement Jokowi tetap tak bisa dipandang sebelah mata. Selain karena ia masih memiliki pengaruh besar pada akhir masa kepimpinannya, arah dukungannya bisa jadi akan menggiring perilaku pemilih dengan kategori swing serta undecided voters, yang didominasi oleh kaum Milenial dan Generasi Z pada Pilpres 2024 mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun