Meski sempat menjual miliaran data privasi publik, atas aksinya membocorkan data-data milik para pejabat dan sikapnya kala mendukung unjuk rasa, Bjorka kini justru dianggap pahlawan.
Di tengah tsunami penolakan kebijakan tak populis pemerintah usai menaikkan harga BBM bersubsidi, peretas (hacker) anonim yang berjuluk Bjorka turut hadir menyuarakan keresahan masyarakat.
Bjorka memulai aksinya kala menyentil "pesta ulang tahun" Ketua DPR RI Puan Maharani dalam agenda rapat paripurna. Padahal, pada waktu bersamaan, publik sedang mengadakan demontrasi akibat naiknya harga BBM tepat di luar gedung DPR RI, Senayan, Selasa (6/9/2922).
Tidak lama setelahnya, sebagai bentuk dukungannya kepada masyarakat yang sedang berdemontrasi, Bjorka kembali menebar ancaman akan membobol data aplikasi MyPertamina. Dukungan itu ia tuliskan via akun Telegram Bjorkanism, Sabtu (10/9/2022).
"Untuk mendukung masyarakat yang sedang berjuang dengan melakukan demonstrasi di Indonesia, terkait harga bahan bakar minyak, saya akan segera membeberkan database MyPertamina,” tulis Bjorka.
Tidak hanya itu, dalam kurun sebulan terakhir, Bjorka juga mampu membuat pemerintah Indonesia kelabakan atas data-data rahasia yang sukses ia retas, yang lantas dibocorkannya ke publik.
Ia diketahui telah meretas data pribadi milik para pejabat pemerintah seperti Menkominfo Johnny G. Plate, Ketua DPR RI Puan Maharani, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Menkopolhukam Mahfud MD, Mendagri Tito Karnavian, Menteri BUMN Erick Thohir, Dirjen APTIKA Semuel Abrijani Pangerapan, serta Ketum PSSI Mochamad Iriawan.
Data pribadi politisi serta pendengung seperti Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Denny Siregar, dan Abu Janda (Permadi Arya) juga tak luput menjadi targetnya.
Bahkan, data-data rahasia milik entitas selevel Badan Intelijen Negara (BIN) pun berhasil dia bobol. Dia mengklaim telah membobol surat-surat rahasia BIN yang dikirim kepada Presiden Joko Widodo.
Atas desakan netizen Tanah Air, Bjorka juga turut membeberkan siapa dalang di balik pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib, yang wafat akibat diracun saat berada dalam perjalanan menuju ke Belanda 18 tahun silam.
Sampai di titik ini, Bjorka agaknya masih cukup layak dianggap sebagai pahlawan. Setidaknya menurut para pendukungnya.
Hacktivism Bjorka
Dalam jagat siber, aksi yang diperagakan oleh Bjorka bisa diklasifikasikan sebagai hacktivism. Secara bahasa, kata hacktivism berasal dari kombinasi antara istilah hack (meretas) dan activism (aktivisme).
Hacktivism adalah penggunaan teknik-teknik peretasan sebagai manifestasi perlawanan/pembangkangan sipil guna mengkampanyekan agenda politik atau perubahan sosial tertentu. Aktivisme via peretasan ini juga melibatkan idealisme dan pemikiran kritis para pelakunya.
Menurut akar budaya dalam peretasan, hacktivism umumnya berkaitan dengan isu-isu kebebasan berbicara, hak asasi manusia (HAM), kebebasan informasi, dan tuntutan soal kebijakan pemerintah.
Adapun aktor-aktornya sering disebut sebagai hacktivist. Kata itu pertama kali diperkenalkan kelompok peretas asal Amerika Serikat, Cult of the Dead Cow, pada tahun 1994 silam.
Biasanya hacktivist akan menargetkan pemerintah, perusahaan, organisasi, individu, atau kelompok tertentu yang mereka yakini perlu untuk diperangi secara online. Itulah yang diperagakan Bjorka tatkala menjadikan data-data rahasia milik negara serta pejabatnya sebagai sasaran utama.
Tak hanya menargetkan properti digital milik targetnya, aktivitas hacktivism juga dilakukan untuk menarik atensi publik pada suatu isu yang ingin diperjuangkan oleh para hacktivist. Harapannya, publik akan mendukung gerakan mereka.
Di titik ini, Bjorka sudah melakukannya dengan sangat baik karena aksinya telah menyita atensi pemerintah serta publik Tanah Air. Bahkan, kasus-kasus krusial lain seperti pembunuhan Brigadir J oleh Sambo dkk dan pembebasan napi tipikor secara serempak, mendadak tenggelam.
Untuk melancarkan misinya, hacktivist akan melakukan berbagai macam aksi hacking seperti Denial of Service (DoS), pengrusakan situs web, replikasi situs web, doxing, pembuatan blog anonim, serta pembocoran data (data leakage).
Selain meretas dan membocorkan data para pejabat, Bjorka memang pernah membagikan pranala (link) blog yang berisi tulisan mengenai terduga pelaku pembunuhan Munir.
Dalam sejumlah pengakuannya, Bjorka mengaku bawah aksinya membobol dan mengumbar data rahasia milik pejabat adalah sebagai upaya guna mendukung demo kenaikan BBM. Aksi itu, menurut klaim sang peretas, juga dilakukan atas nama teman baiknya, sosok WNI yang sempat tinggal di Warsawa, Polandia.
Sampai di sini, bisa ditarik kesimpulan bahwa peretasan dan doxing data-data milik pejabat yang diperagakan Bjorka adalah manifestasi hacktivism, dengan mendesak pemerintah Indonesia guna mengupayakan perubahan sosial serta politik untuk kebaikan masyarakat.
Pahlawan atau Penjahat?
Lalu, tepatkah Bjorka disebut pahlawan lantaran telah menyuarakan keresahan publik? Apakah dia lebih pantas disebut sebagai penjahat lantaran telah menjual data-data privasi publik?
Belakangan pemerintah memang sering disorot karena mengeluarkan kebijakan yang tak sejalan dengan harapan publik. Beberapa di antaranya adalah kenaikan harga BBM, pembangunan IKN, wacana presiden tiga periode, pembebasan napi tipikor secara serempak, serta perayaan ultah di gedung DPR.
Dampaknya, sentimen antipemerintah semakin menguat di tengah masyarakat. Hal itu bisa dibuktikan dari hasil analisis Drone Emprit lewat jagat Twitter, yang mengungkapkan, pendukung Bjorka tak sebatas berasal dari akun-akun oposisi, tetapi juga akun-akun biasa yang kritis terhadap kebijakan pemerintah.
Dari sana lah ia memperoleh momentum untuk meraih dukungan dari netizen +62 lantaran dinilai telah turut menyuarakan keresahan publik. Sejak saat itulah Bjorka mulai dielu-elukan, layaknya pahlawan. Bak tokoh dalam film Hollywood dengan genre hacker, Bjorka berhasil menyulap dirinya sebagai bintang utama.
Kalau diamati secara seksama, ada satu kesamaan soal target yang disasar oleh Bjorka. Seluruh targetnya adalah pejabat dan tokoh-tokoh yang getol mendukung agenda pemerintahan. Tidak heran jika muncul anggapan bahwa Bjorka adalah sosok fabrikasi dari pihak oposisi yang hanya bermodalkan jual-beli data-data privasi, bukan murni keahlian meretas.
Dukungan untuk Bjorka juga bersumber dari kekesalan publik yang menganggap negara sudah tidak sanggup melindungi privasi serta keamanan data rakyatnya. Kebocoran data itu dapat menjadi bukti betapa lemah posisi pemerintah dalam persoalan keamanan siber.
Bukannya khawatir, netizen +62 justru mendukung peretasan yang dilakukan Bjorka. Padahal, Bjorka mulai mencuri atensi ketika ia menjual 1,3 miliar data SIM card. Aksinya terus berlanjut kala menjual 105 juta data milik publik yang berasal dari KPU. Sebelumnya dia juga diketahui telah menjual data-data dari Tokopedia, Wattpad, dan IndiHome.
Kalau merujuk pada aktivitasnya, Bjorka sejatinya telah melakukan dua hal yang amat kontradiktif. Di satu sisi, ia beraksi sebagai hacktivist yang getol mendukung perubahan sosial. Di sisi lain, dia justru menjual data-data milik publik dengan motif ekonomi.
Ada pergeseran motivasi yang sangat radikal di sana. Fakta itu juga lah yang membuat upaya pengungkapan sosok Bjorka makin sulit dilakukan. Kalau ia benar-benar murni seorang hacker, ia hanya akan berfokus menjual data dan tidak akan tertarik dengan politik.
Namun, jika Bjorka adalah sosok atau kelompok hacktivist, seharusnya ia tak akan menjual data-data privasi publik yang bisa merugikan masyarakat. Hal yang sangat berlawanan dengan nilai serta idealisme dalam hacktivism guna memperjuangkan hak-hak publik.
Penting untuk dicatat bahwa aksi protes dan aktivisme merupakan kegiatan yang dilindungi undang-undang. Sementara itu, meski mempunyai tujuan altruistik, hacktivism termasuk aktivitas ilegal dan melawan hukum.
Apalagi pelakunya juga pernah menjual data-data publik. Dengan kata lain, dia tak hanya hacktivist, tetapi juga menjadi black hat, cracker, atau bad actor hacker (peretas jahat) lain yang memiliki niat kriminal bermotif ekonomi.
Saya menduga, aksi-aksi Bjorka dalam mendukung demo hanya dimanfaatkan sebagai dalih untuk mencuri perhatian dan dukungan publik Tanah Air. Dalam waktu bersamaan, aksi itu juga dapat meningkatkan citranya di dalam dunia peretasan, terlepas apakah ia memang memiliki keahlian peretasan atau tidak.
Biar bagaimanapun aksi yang dilakukan Bjorka tak hanya merugikan pemerintah, tetapi juga bisa menjalar ke masyarakat Tanah Air. Sebab, data-data yang pernah dijualnya kelak bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.
Sampai di titik ini, masih layakkah hacker berjuluk Bjorka itu disebut pahlawan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H