Selama ini Pantura dikenal sebagai rute utama transportasi mulai dari kendaraan barang, moda transportasi penumpang, hingga kendaraan pribadi. Banyak orang yang memilih untuk menggunakan Jalur Pantura karena memiliki banyak pilihan tempat istirahat (rest area) yang nyaman, cukup luas, dan ramah bagi kantong.
Geliat aktivitas manusia di pesisir utara Pulau Jawa tak hanya tampak dari hilir mudik berbagai jenis kendaraan, tetapi juga ekonomi kerakyatan. Mulai dari warung, rumah makan, toko oleh-oleh dan suvenir, pedagang keliling, hingga sektor UMKM lainnya banyak ditemui di sepanjang jalan nasional tersebut.
Bahkan, menjelang Hari Raya Idul Fitri, Jalur Pantura seakan-akan juga turut berlebaran. Mereka mengais rezeki dari para pengguna jalan yang singgah ke tempat usahanya. Banjir berkah yang dirasakan warga di sana akan mencapai puncaknya tatkala musim mudik tiba.
Usai lebih dari dua ratus tahun, volume kendaraan yang melintasi Jalur Pantura mulai berkurang amat signifikan akibat keberadaan jalur Tol Trans-Jawa, yang terbentang dari wilayah Cilegon hingga Banyuwangi. Banyak pengendara yang beralih memanfaatkan jalan tol karena bebas hambatan dan jauh lebih efisien.
Semenjak Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) mulai beroperasi pada 2015 lalu, volume kendaraan yang melintas di Jalur Pantura mulai menurun drastis lantaran banyak yang bermigrasi menggunakan rute tol.
Penurunan jumlah kendaraan yang sama juga terjadi di wilayah-wilayah Pantura lain yang dilewati infrastruktur tol yang menghubungkan daerah Cirebon dengan Semarang serta daerah Pasuruan dengan Banyuwangi.
Akibatnya, geliat perekonomian di Jalur Pantura yang pernah menjadi primadona, kini telah meredup. Yang semula menjadi penghasil cuan yang sangat menjanjikan, saat ini telah kehilangan rohnya. Bahkan, perlahan-lahan berubah bak kota mati.
Banyak dijumpai tempat-tempat usaha yang dahulu sempat disesaki pelanggan, tetapi kini dibiarkan kosong tak terawat, hingga pada akhirnya dijual karena tidak mampu bertahan. Praktis, warga Pantura yang menggantungkan hidupnya di jalur nasional itu mulai mengalami degradasi pendapatan, bahkan sampai kehilangan mata pencaharian.
Jika merujuk hasil survei yang dinisiasi oleh Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia (KPW BI) Cirebon, terdapat sedikitnya 70 persen usaha di Pantura (Cirebon) yang mengalami penurunan pendapatan serta gulung tikar sebagai ekses pembangunan jalan tol tersebut. Imbasnya bahkan dirasakan oleh tiga kawasan sekaligus, yakni Indramayu, Cirebon, dan Brebes.
Masih menurut survei yang sama, 68-70 persen restoran di wilayah Pantura tutup sejak jalur tol sepanjang 116 km tersebut dibuka. Omzet SPBU yang beroperasi di sana turut mengalami penurunan hingga 70 persen. Dampaknya, banyak pegawai SPBU yang dirumahkan, bahkan sampai terkena PHK.