Burak tak berwujud kombinasi antara manusia-hewan. Menurut penafsiran dalam bahasa Arab, dabbah ialah suatu makhluk hidup berjasad. Bisa laki-laki, bisa perempuan. Bisa berakal atau tak berakal. Kiai Lutfi meyakini jika burak adalah hewan yang mirip dengan kuda, tetapi bukan kuda.
Narasi itu diperkuat dengan hadist yang mengatakan bahwa Nabi menambatkan makhluk tersebut di lingkaran para nabi biasa menambatkan hewan tunggangan mereka. Oleh sebab itu, kuda dipandang mirip dengan manifestasi burak.
Selain itu, sikap tak patuh yang sempat ditunjukkan burak sama dengan hewan pada umumnya. Mulanya makhluk yang diturunkan dari surga itu menunjukkan keliarannya lantaran ia terkesan enggan ditunggangi Rasulullah, sebelum lantas Jibril membantu guna menenangkannya.
Untuk membantu kita dalam memahami mengapa makhluk yang memiliki wujud fisik seperti Nabi dan burak, bisa melaju bak cahaya tanpa menderita kehancuran, mungkin teori Anihilasi berikut ini dapat memberikan perspektif.
Dalam fisika partikel, anihilasi adalah proses rekonstruksi materi menjadi gelombang. Hal itu dapat terjadi karena dalam setiap materi terdapat antimateri yang jika direaksikan, keduanya akan lenyap dan berubah menjadi seberkas cahaya atau sinar gamma.
Konsep tersebut pernah dibuktikan oleh ilmuwan di laboratorium dan mencapai kesimpulan bahwa materi dapat diubah menjadi energi dengan metode tertentu. Begitu pula sebaliknya, energi juga bisa diubah menjadi materi.
Kemungkinan anihilasi itu terjadi setelah proses Malaikat Jibril membersihkan hati (sebagai pusat energi bagi manusia) Nabi dengan air zam-zam. Organ tubuh beliau dibedah dan diperkuat sedemikian rupa.
Atas kehendak Allah SWT, dalam sekejap material fisik Rasulullah diubah menjadi cahaya sehingga beliau dapat menjelajah bersama Malaikat Jibril dengan menaiki makhluk bernama burak tersebut.
Itu lah mengapa Nabi tetap 'utuh' meski telah menjelajahi berbagai alam semesta. Perjalanan itu tak menjadi masalah yang berarti untuk Jibril yang tercipta dari nur alias cahaya.
Bersama Malaikat Jibril, beliau 'terbang' ke tujuh langit melintasi dimensi, ruang, dan waktu guna mencapai suatu tempat tertinggi yang disebut dengan Sidratul Muntaha. Beliau melakukannya dalam keadaan sadar penuh, bukan bermimpi!
Artinya, kenaikan Nabi hingga ke langit ketujuh merupakan perjalanan melalui berbagai sistem kosmik di alam semesta yang maha kompleks, sangat luas, serta berlapis-lapis (multiverse).