"Jika tidak ada cukup orang untuk Bumi," tulisnya, "maka pasti tidak akan cukup untuk Mars."
Sebuah ide revolusioner-kontroversial lantas lahir ke permukaan. Para peneliti menyodorkan rahim artifisial (artificial womb) sebagai solusi atas penyusutan populasi spesies Homo sapiens.
Alan Flake, seorang dokter asal AS yang memimpin eksperimen itu, mengatakan bahwa dia dan timnya sedang mencoba untuk membangun sebuah sistem yang dapat menyerupai rahim ibu.
Cetak biru eksperimen rahim buatan ini sebenarnya telah dipatenkan pada tahun 1955 lalu. Namun, studinya baru dimulai pada tahun 1996 di Universitas Juntendo, Tokyo. Adapun eksperimen yang tengah dikembangkan Flake dan timnya, adalah yang termutakhir selama dua dekade ini.
Motif di balik eksperimen rahim buatan didorong oleh keinginan ilmuwan untuk menyelamatkan manusia yang rentan di bumi. Usai tiga tahun masa eksperimen, prototipe terbaru rahim buatan didesain untuk memberi bayi prematur peluang hidup yang lebih besar.
Dalam studi yang diterbitkan pada jurnal Nature Communications, Flake dan tim menemukan cara untuk melahirkan janin domba di luar tubuh ibu, janin yang pada akhirnya akan menjadi anak domba sama seperti janin normal.
Pada 2017 lalu, dia berhasil mereplikasi kondisi rahim kambing lengkap dengan organ dan unsur yang dibutuhkan janin untuk bertumbuh seperti plasenta, tali pusar, ketuban sintetis, dll.
Teknologi ini terdiri dari kantong plastik bening (biobag) yang berisi cairan ketuban sintetis. Sebuah mesin yang melekat pada tali pusar berfungsi serupa plasenta, menyuplai nutrisi dan oksigen, serta mengeluarkan karbon dioksida.
Rahim artifisial bukan pengganti proses kehamilan penuh. Anak domba ini tidak tumbuh dalam biobag sejak pembuahan.Â
Ia diambil dari rahim induknya melalui operasi caesar, lantas direndam di dalam kantong. Berbeda dengan bayi tabung (in vitro fertilisation) yang mana pembuahan terjadi di luar tubuh sang induk.