Uniknya, Rusia terus mengerahkan pasukan ke perbatasan dengan dalih bahwa langkahnya itu merupakan wujud kedaulatan dan haknya guna menyiagakan kekuatan militer di dalam wilayah mereka sendiri.
Namun, di tengah memanasnya situasi di area perbatasan, muncul kecurigaan jika Rusia akan melancarkan operasi "bendera palsu". Tentara Rusia akan berpura-pura menjadi pasukan Ukraina, lalu menyerang separatis pro-Rusia atau personel militer Rusia sendiri.
Taktik itu akan dijadikan legitimasi oleh Rusia guna melancarkan serangan balasan ke wilayah Ukraina sebagai upaya membela diri. Meski terkesan cukup berlebihan, Rusia diduga telah melakukan taktik itu berulang kali sebelumnya.
Perlu juga dicatat bahwa ada pertukaran artileri, mortir, tembakan senjata ringan, dan tembakan penembak jitu antara kedua belah pihak setiap harinya di sepanjang perbatasan di Donbas.
Sementara itu, langit Eropa pun kini telah dipenuhi oleh jet tempur dan pesawat mata-mata. Apa pun bisa terjadi apabila kedua belah pihak melepaskan tembakan akibat bendera palsu atau kecerobohan sepersekian detik oleh pilot. Pertempuran itu bisa menyebar dengan sangat cepat di sekitar wilayah Rusia dan Ukraina.
Kremlin memiliki kendali penuh atas dimulainya peperangan besar atau diakhirinya konflik lewat dialog-dialog damai dan gencatan sejanta. Jika diputuskan secara gegabah, keputusan Vladimir Putin bisa jadi akan membuat "kiamat" selangkah lebih dekat.
Apa jadinya jika konflik antara Rusia dan Ukraina terekskalasi, bahkan melibatkan senjata nuklir?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H