Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kisah Jali Bersama Rumah Swadaya di Pinggir Kali

7 Januari 2022   15:42 Diperbarui: 7 Januari 2022   20:16 1420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi di dalam rumah swadaya Bang Jali yang kurang layak. | Dokumentasi pribadi

Setiap musim pengairan sawah tiba, kali di depan rumahnya akan terisi air. Di situ lah tempatnya mengadu nasib bersama alat setrum ikannya yang ditenagai aki. Ia lebih sering memancing kendati hasilnya tak seberapa. Selain aktivitasnya berburu ikan, sesekali ia mendapatkan panggilan guna menjadi supir pengantaran material bangunan.

Dengan hanya bekerja serabutan, punya rumah layak huni di dalam lingkungan yang sehat, hanya akan menjadi angan-angan belaka. Apa yang dirasakan oleh Bang Jali, agaknya juga dialami jutaan saudara kita di luar sana.

Kondisi di dalam rumah swadaya Bang Jali yang kurang layak. | Dokumentasi pribadi
Kondisi di dalam rumah swadaya Bang Jali yang kurang layak. | Dokumentasi pribadi

Berkat program renovasi Rumah Tak Layak Huni (RTLH) yang diinisiasi oleh pemerintah serta TNI, Bang Jali bisa mendirikan rumah pada 2017 lalu. Karena bantuan yang tiba hanya berupa material bangunan dengan nilai tak lebih dari Rp 3 juta, ia terpaksa harus berutang. Secara total, rumah itu telah menelan dana sekitar Rp 5 juta.

Sesuai tajuk program (swadaya), maka pemerintah hanya akan menyediakan dana senilai pagu yang disediakan. Jika ada kekurangan dana atau material dalam proses pembangunan atau renovasi rumah, para penerima bantuan lah yang harus berusaha secara mandiri.

Berbeda dengan penerima bantuan lain yang memang sudah punya rumah sejak awal, Jali membangun rumah mulai dari nol dengan modal dan bahan bangunan seadanya.

Bangunan dengan luas tidak lebih dari 18 m² (6x3) milik Jali, sebetulnya lebih ideal disebut rumah petak. Secara fisik identik dengan kontrakan bertarif rendah di kota-kota besar. Itu pun tanpa adanya fasilitas kamar mandi dan dapur.

Jangankan barang mewah, televisi pun tidak ada. Hanya radio tua yang menjadi sumber hiburannya saban hari. Adapun untuk keperluan mandi, cuci, kakus, dan memasak, ia masih terus mengandalkan kamar mandi (MCK komunal) dan dapur di rumah orang tuanya.

Bantuan Rumah Swadaya

Hidup sejahtera lahir dan batin, memiliki tempat tinggal di lingkungan yang sehat, merupakan hak dasar setiap warga negara sesuai amanat UUD 1945. Rumah memiliki peran yang krusial dalam pembentukan watak dan kepribadian generasi penerus bangsa.

Dengan demikian, membangun rumah yang layak huni adalah salah satu upaya dalam membangun manusia Indonesia yang utuh, berjati diri, mandiri, dan produktif. Oleh sebab itu, pemerintah sebagai reprensentasi negara harus hadir guna memenuhi hak dasar berupa tempat tinggal bagi warganya.

Pada tahun 2022, Ditjen Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) diganjar anggaran senilai Rp 5,1 triliun. Dari total dana tersebut, akan dialokasikan untuk beberapa program, salah satunya Rumah Swadaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun