Awalnya, saya hanya menilai mimpi itu sebagai sebuah kebetulan saja. Saya tak memiliki pemikiran yang buruk tentang hal yang akan menimpa ayah saya. Saya juga tak menganggapnya serius. Setelah beliau tiada, saya baru menyadari kalau firasat itu ternyata benar-benar terjadi.
Kedang-kadang, pengalaman itu sering dikaitkan dengan kebetulan saja, tetapi pada lain waktu, firasat yang dirasakan mempunyai detail yang amatlah akurat. Sehingga, bisa menyebabkan timbulnya keraguan bahwa firasat mengenai maut hanya muncul secara kebetulan belaka.
Sejumlah orang menyebut pengalaman itu dengan sinkronisitas. Beberapa pihak yang lain menyebutnya resonansi energi atau keterkaitan. Ada pula mengenalinya dengan pengalaman kematian empatik.
Banyaknya terminologi yang dikenal di masyarakat mengenai firasat kematian disebabkan karena tidak ada ilmu pasti yang paling sesuai untuk menyebutnya. Ilmuwan pun belum bisa membuktikan secara ilmiah atas maraknya fenomena yang dianggap melibatkan kemampuan menerawang akan terjadinya kematian pada masa depan semacam itu.
Satu-satunya hal pasti tentang mengapa banyak orang memiliki firasat, termasuk tentang kematian, ialah karena manusia dikaruniai dengan otak. Terkesan cukup sepele, bukan?
Firasat, atau yang juga kerap kali disebut intuisi, tercipta dari kemampuan analisis otak terhadap kondisi lingkungan sekitar. Ia merupakan generalisasi yang diproses berdasarkan pada pengalaman masa lalu, bukan ramalan tentang masa depan yang sempurna. Meskipun melibatkan proses pengamatan dan analisis, firasat bekerja di dalam alam bawah sadar.
Sumber firasat didapat dari pemahaman terkait realitas dalam bentuk potongan-potongan kecil informasi yang biasanya berupa simbol. Lewat alam bawah sadar, simbol-simbol itu yang akan disatukan, lantas diolah menjadi sebuah gambaran yang utuh.
Sama halnya kemampuan otak dalam hal menganalisis, firasat juga membutuhkan data agar dapat menjadi lebih akurat. Ada pun datanya sendiri dapat diperoleh baik secara tidak sadar maupun sadar. Supaya lebih gampang dimengerti, simak contoh kasus berikut.
Alkisah, ada orangtua melarang anaknya untuk mengikuti acara, lantaran mereka punya firasat bahwa akan terjadi sesuatu hal yang buruk. Si anak pun menurutinya, dan beberapa hari kemudian tersiar kabar bahwa rombongan teman si anak terlibat kecelakaan hebat. Seketika sang orangtua pun berkata, "Tuh, kan. Firasat orangtua selalu benar. Untung enggak jadi ikut."
Bagi si anak, orangtuanya akan terkesan seperti sosok peramal jempolan, bukan? Kita yang tidak tahu latar belakang sang orangtua mungkin akan kagum dengan firasat mereka yang terbukti nyata.
Namun, di balik kecelakaan itu, ternyata saat itu sedang dalam musim penghujan. Orangtuanya yang gemar nonton berita, kerap melihat kabar tentang kecelakaan yang diakibatkan oleh jalanan yang licin lantaran tergenang air hujan. Nahasnya, kecelakaan itu banyak menelan korban.