Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apa Kata Sains Soal Penampakan Hantu?

2 November 2021   11:53 Diperbarui: 24 Maret 2022   01:40 2325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penampakan hantu menurut ilmu pengetahuan (sains). | Shutterstock via pop.grid.com

Nyaris semua dari kita percaya eksistensi hantu meskipun sulit membuktikannya. Lantas, apa kata sains dalam menjelaskan mengenai berbagai fenomena penampakan makhluk astral?

Keyakinan atas adanya kehidupan pasca-kematian merupakan pondasi dari setiap peradaban kuno di dunia. Kredo tersebut mendorong kesaksian atas entitas hantu sebagai roh manusia yang telah kembali dari alam kematian, atau menolak untuk meninggalkan spektrum alam manusia.

Dalam keyakinan mereka, jiwa manusia masih dapat selamat dari kematian fisik. Sebab, masyarakat pada masa itu dididik dengan keyakinan bahwa manusia yang telah mati dapat hidup dalam wujud lain yang masih akan memerlukan semacam makanan (persembahan). Cukup identik dengan ritual sesajen ala Nusantara.

Adanya penampakan hantu orang yang meninggal, bahkan orang yang dicintai sekalipun, jarang dianggap sebagai hal yang baik. Sebab, mereka mempercayai bahwa orang yang mati mestinya tetap tinggal di alam mereka sendiri, dan tak diharapkan kembali ke alam manusia.

Ketika peristiwa itu mereka alami, akan menjadi isyarat bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Sehingga, setiap orang yang merasakan pengalaman mistis tersebut, diharapkan untuk mengatasinya agar si hantu kembali ke alam yang seharusnya.

Keyakinan semacam itu amat universal, sehingga narasi hantu dapat ditemukan dengan tema yang sangat identik dalam berbagai peradaban masa lampau mulai dari di era Mesopotamia, Mesir, Yunani, Roma, Cina, India, hingga Mesoamerika. Begitu pula dengan berbagai peradaban kuno yang pernah dikenal di Indonesia.

Orang yang telah meninggal, terutama kerabat, dipercaya dapat menyusahkan mereka yang masih hidup. Apalagi, jika kewajiban keluarganya untuk memberi persembahan diacuhkan. Entitas astral yang menyusahkan keluarganya adalah orang yang mati secara tidak wajar dan yang tak dikubur secara pantas, seperti tewas akibat tenggelam atau dibunuh.

Pada zaman Mesir kuno, misalnya, jiwa dianggap sebagai sebuah kesatuan yang dikenal sebagai "Khu". Sementara yang kembali pasca-kematian disebut "Akh". Entitas "Akh" lah yang kemudian akan kembali dalam wujud hantu.

Jika tidak ada ritus yang dilakukan pada saat penguburan atau orang yang sudah mati memiliki terlalu banyak dosa, Akh akan diganjar dispensasi oleh para dewa untuk kembali ke dimensi manusia, dan memperbaiki setiap kesalahan mereka.

Sedikit banyak pemahaman kita tentang makhluk astral sudah diwariskan secara turun-temurun dari era peradaban kuno. Hal itu pun selanjutnya dilegimitasi oleh narasi agama-agama besar yang pernah diyakini manusia. Lantas, apa kata sains untuk menjelaskan maraknya fenomena penampakan hantu?

Sains Penampakan Hantu

Sejak lebih dari dua abad silam, berbagai upaya telah dilakukan oleh banyak pihak termasuk ilmuwan dalam mencari bukti wujud konkret/fisik atas makhluk astral dan kehidupan pasca-kematian. 

Pun sudah ada banyak sekali penelitian yang mengupas tuntas tentang ide-ide paranormal. Klub pemburu hantu turut didirikan untuk melakukan upaya yang sama. Namun, bukti nyata keberadaan hantu belum ditemukan hingga hari ini.

Ada klaim yang menyebut bahwa alasan hantu sulit dibuktikan, ialah karena kita tak memiliki teknologi yang sesuai guna menemukan atau mendeteksi eksistensi makhluk tak kasat mata. Berbagai video dan foto yang menunjukkan citra hantu pun belum dapat dijadikan bukti ilmiah.

Pada tahun 1980-an, Vic Tandy, seorang insinyur di Coventry University, Inggris, sempat mengalami aktivitas paranormal (paranormal activity) di pabrik peralatan medis tempat dia bekerja yang dipercaya berhantu.

Benar saja, saat Tandy sedang berada di salah satu ruangan di sana pada malam hari, ia merasa tidak nyaman. Ia seolah-olah sering melihat dan mendengar hal-hal janggal. Ternyata, setelah diselidiki, ditemukan sebuah kipas ekstraksi yang rusak yang bisa membuat udara di sana bergetar pada gelombang 19 Hz. 

Gelombang infrasonik itu terbukti bisa menghasilkan berbagai efek fisiologis, terutama sesak napas, menggigil, dan perasaan takut. Para ilmuwan berhasil menemukan, kebisingan berfrekuensi rendah bisa mengakibatkan timbulnya disorientasi, perasaan panik, dan efek lainnya yang selama ini acap dikaitkan dengan berbagai penampakan hantu.

Kendati banyak contoh fenomena alam lain yang sering disalahartikan sebagai penampakan sosok astral, kepercayaan pada eksitensi makhluk tak kasat mata sudah terlanjur dikenal luas oleh piblik.

Nyaris separuh populasi Inggris percaya adanya rumah yang berhantu. Beberapa di antaranya mengaku sudah melakukan kontak dengan arwah. Mereka meyakini bahwa sains bisa menjelaskan mengenai kejadian mistis yang pernah dialaminya.

Mereka melandaskan pemahamannya itu di atas Hukum Pertama Termodinamika (Albert Einstein) yang menyebut: energi tidak bisa diciptakan atau dimusnahkan, energi hanya dapat berubah bentuk, dari bentuk satu ke bentuk yang lain.

Tatkala seseorang meninggal, demikian argumen mereka, energinya dapat terus hidup lewat cara tertentu. Energi itu lah, menurut penganut paham supranatural, yang akan berubah menjadi sosok hantu.

Manusia memang punya energi listrik di dalam tubuhnya yang membuat jantung berdetak. Namun, energi itu akan segera padam ketika meninggal. Adapun energi panas dan unsur organik akan langsung diserap tanah dan organisme. Sehingga, paham yang menyebut, energi manusia yang telah mati bisa berubah jadi hantu akan terpatahkan dengan sendirinya.

Hal itu didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan "Bapak Listrik", Michael Faraday, yang skeptis tentang eksistensi hantu, roh, dan fenomena psikis lainnya.

Faraday merancang sebuah eksperimen guna mendiskreditkan hipotesis tentang eksistensi makhluk ekstraterestrial yang banyak diyakini kebanyakan orang pada abad ke-19 silam.

Aktivitas paranormal yang lazim dikenal kala itu adalah fenomena meja yang bisa bergerak dan berotasi dengan sendirinya tatkala ada orang meletakkan tangannya di atas meja itu. Mereka meyakini bahwa pergerakannya dipicu kekuatan astral.

Melalui studinya, Faraday mematahkan pemahaman itu. Ia dapat membuktikan dengan sangat meyakinkan bahwa para peserta yang terlibat, secara tidak sadar telah mendorong/menggerakkan meja.

Ilustrasi papan Ouija. | Cole Burston/thestar.com
Ilustrasi papan Ouija. | Cole Burston/thestar.com

Di samping meja yang bergerak sendiri, peristiwa lain yang diyakini melibatkan kekuatan magis yakni papan Ouija yang lazimnya bertuliskan huruf, angka, dan kata "ya" serta "tidak". Ia diyakini bisa dipakai sebagai alat guna menghubungi hantu atau orang yang telah meninggal.

Aksi yang diyakini sebagai hal mistis itu runtuh ketika mata para peserta ditutup. Alat penunjuk yang mereka pegang acap bergerak ke area yang tidak bertuliskan huruf, bahkan hingga keluar dari papan. Fakta itu membuktikan bahwa roh sama sekali tidak turut menggerakkan Ouija.

Baru pada tahun 1852, ilmuwan bidang fisiologi, William Carpenter, menyebut gerakan tak sadar yang dilakukan oleh para peserta permainan meja bergerak dan papan Ouija itu lewat istilah "aksi ideomotor". Bukan fenomena mistis.

Selain melalui permainan, pemahaman kita tentang penampakan makhluk gaib juga banyak dipengaruhi oleh film-film horor. Gagasan mistis bisa menyusup ke alam bawah sadar kita lewat film, meski tanpa adanya penampakan hantu dalam kehidupan nyata.

Akibat pengaruh berbagai kisah dan film horor, kita sering  kali mengasosiasikan tempat-tampat gelap dan kotor sebagai rumah makhluk-makhluk astral. Hal itu bisa memicu ketakutan yang direkayasa otak menjadi seolah penampakan hantu. Saking kuatnya sugesti yang didapatkan dari hiburan-hiburan berbau mistis itu.

Dengan mendengar atau membaca kisah horor dapat meningkatkan kepercayaan kita terhadap eksistensi hantu. Fakta itu diperkuat profesor psikologi asal Inggris Christopher French. Ia menemukan dua faktor psikologis yang berkaitan dengan penampakan hantu, yakni konteks serta kepercayaan.

Sederhananya, jika kita meyakini tempat yang kita kunjungi ditinggali oleh hantu, maka kemungkinan besar kita juga akan mengalami kejadian-kejadian mistis.

Penemuan French seirama dengan hasil penelitian yang dirancang oleh psikolog di Illinois University. Mereka mengajak para peserta yang telah dibagi ke dalam dua grup untuk melakukan tur ke Teater Lincoln Square yang berusia seabad.

Mereka hanya mengatakan ke salah satu grup bahwa mereka sedang menyelidiki hantu. Hasilnya, para peserta yang tahu tentang tujuan tur tersebut ,melaporkan adanya sensasi kejadian-kejadian aneh alias mistis. Padahal, grup lainnya tidak merasakan situasi semacam itu.

Selama ini, kita memiliki kecendrungan untuk menyerahkan semua hal-hal aneh yang sulit dijelaskan pada asumsi mistis. Kita kerap berasumsi bahwa jika sesuatu tidak dapat dijelaskan secara logis, maka hal itu merupakan aktivitas paranormal.

Fakta itu bisa dilihat dari kecenderungan dalam melihat wajah seram mirip hantu, pada gambar atau benda-benda lainnya. Fenomena itu disebut dengan pareidolia, yang mana tidak ada hal-hal astral yang menyertainya.

Selain itu, kita pun acap kali mengaitkan berbagai peristiwa, taruhlah pintu yang menutup dengan sendirinya, suara aneh, benda yang bergeser, hawa dingin yang bikin merinding, atau penampakan citra kerabat yang meninggal, sebagai bagian dari aktivitas supranatural.

Saya yakin, Anda pun pernah mendapati salah satu dari kejadian tersebut, lantas mengaitkannya dengan hal-hal berbau klenik. Tanpa Anda sadari, peristiwa itu dapat membuat Anda ketakutan. Begitu halnya dengan penampakan hantu yang seakan-akan nyata. Padahal, fenomena horor itu ialah hasil imajinasi otak Anda sendiri. Bukan karena aktivitas hantu.

Sebagai individu yang dibesarkan dalam budaya mistis serta doktrin agama yang begitu kental, tentunya kita sangat sulit untuk membenarkan pendekatan ilmiah yang mendiskreditkan esksitensi hantu. Pada akhirnya, pemahaman itu kembali lagi pada keyakinan masing-masing.

Jadi, Anda berada di pihak yang mana, percaya akan adanya hantu atau tidak? Boleh dituliskan pada kolom komentar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun