Sebaliknya, kendati sudah bekerja keras banting tulang setiap hari, apakah hal itu semerta-merta dapat membuat mereka menjadi kaya raya? Oh, tentu saja tidak, Kisanak. Mereka masih tetap melarat.
Karena, ada beberapa faktor lainnya yang lebih kompleks dibanding hanya sekedar malas bekerja sebagai akar dari penyebab tingginya angka kemiskinan di Indonesia.
Kenyataan bahwa mereka berangkat dari keluarga miskin juga turut berpengaruh terhadap nasib mereka pada masa depan.
Hal itu diperkuat dengan hasil riset yang diterbitkan oleh para peneliti dari Smeru Research Institute. Melalui sebuah studi bertajuk "Effect of Growing up Poor on Labor Market Outcomes: Evidence from Indonesia", mereka menemukan bahwa anak yang telah dibesarkan di keluarga miskin, akan tetap miskin saat dewasa.
Studi itu mengungkap bahwa anak yang pada usia 8-17 tahun hidup dalam garis kemiskinan, ketika mereka telah bekerja pendapatannya 87 persen lebih rendah dari anak yang masa kecilnya tak miskin.
Berkaca dari hasil riset itu, tidak heran jika hanya segelintir anak-anak petani atau kelompok miskin lain yang dapat selamat dari garis kemiskinan. Mereka diwarisi kondisi yang tidak beruntung sejak dilahirkan. Hal yang selanjutnya dapat mempengaruhi masa depannya.
Kemiskinan menjadi persoalan sosial serius yang dihadapi oleh pemerintah. Kendati telah berjuang puluhan tahun meningkatkan taraf hidup masyarakat, hingga hari ini Indonesia belum dapat keluar dari belenggu kemiskinan.
Situasi itu kian diperburuk dengan krisis multi-dimensi yang diakibatkan karena merebaknya pandemi Covid-19 di antero Tanah Air selama lebih dari setahun ini.
Anggota masyarakat bisa dikategorikan berada di bawah garis kemiskinan jika pendapatannya tidak cukup memenuhi kebutuhan dasarnya, taruhlah pangan, sandang, dan papan. Begitu pun dengan pendidikan dan kesehatan yang layak.
Selain malas bekerja yang kerap disebut sebagai biang kemiskinan oleh kalangan orang kaya, ada banyak faktor lain yang menyebabkan tingginya kemiskinan di tengah-tengah masyarakat.
Misalnya, ninimnya lapangan pekerjaan, rendahnya tingkat pendidikan, kualitas kesehatan kurang baik, harga kebutuhan tinggi, kurangnya dukungan pemerintah, terjadinya ketidakadilan sosial, adanya wabah atau bencana alam, dll.