Aktivisme serupa juga tampak pada aksi yang terinspirasi oleh Black Lives Matter (BLM). Muncullah #PapuanLivesMatter sebagai wujud dari upaya mereka untuk meningkatkan kesadaran publik perihal ketidakadilan struktural yang terjadi di tanah Papua.
Selain melalui tagar, publik juga gemar mengawal kasus-kasus yang dianggap mencederai nilai keadilan serta norma kepatutan. Hal itu lah yang ditunjukkan netizen kala mengawal kasus pelecahan seksual yang menyeret Saipul Jamil.
Menyikapi kasus itu, mereka serempak melakukan protes dengan menyerukan aksi boikot atau cancel culture terhadap pedangdut berusia 41 tahun itu. Mereka menilai bahwa korban pencabulan kini masih menderita trauma meski ia telah menyelesaikan masa hukumannya.
Melalui petisi, warganet juga mendesak KPI guna mencegah Saipul untuk tampil lagi baik di layar kaca maupun Youtube. Petisi itu sudah mengantongi lebih dari 300 ribu suara pada 5 September 2021.
Tak sia-sia, upaya itu pun membuahkan hasil. KPI pada akhirnya meminta semua otoritas penyiaran di bawah naungannya agar berhenti mengglorifikasi kebebasan Saipul Jamil.
Aksi solidaritas senada juga diperagakan oleh netizen +62 tatkala menyikapi kasus perundungan dan pelecehan seksual yang mencatut nama sejumlah oknum pegawai KPI. Ya, lagi-lagi KPI. Otoritas yang amat gemar menyensor tayang di televisi.
Setelah sang korban (MS) memutuskan untuk menuangkan kisah yang ia alami via surat terbuka di media sosial, polisi dan pihak internal KPI akhirnya segera bertindak di tengah desakan netizen.
Padahal, sebelum kasus pelecehan viral, MS mengaku, laporannya diabaikan oleh aparat. Begitu kuat pengaruh dari netizen sehingga aparat hukum dan pihak-pihak bersangkutan langsung bertindak setelah kasusnya menyita atensi publik.
Fenomena tersebut hanya sebagian kecil kasus yang pernah dikampanyekan oleh netizen +62 lewat media sosial. Mungkin tidak semua kasus yang mereka angkat berujung manis, tetapi upaya itu sukses meningkatkan kesadaran masyarakat.
Media sosial menjadi ekosistem digital yang egaliter, memungkinkan berbagai kalangan guna mengorganisasi gerakan. Oleh karena itu, aksi seperti itu bersifat cair dan lebih efektif untuk menjangkau labih banyak orang.
Dengan cara itu, mereka juga bisa lebih bebas ketika mengekspresikan opininya dan mendorong masyarakat lain untuk berinteraksi serta mengambil tindakan. Aksi-aksi yang awalnya terkesan remeh, juga dapat bertumbuh menjadi gerakan dalam kehidupan nyata.