Jika dicermati secara seksama, pepatah tersebut sarat akan makna. Memimpin adalah sebuah amanah, bukan hadiah. Memimpin adalah bentuk pengorbanan yang berdarah-darah, bukan bertujuan untuk berharap hal-hal mewah.
Bukan tanpa alasan, Roem menuturkan pepatah kuno itu karena ada hubungan kausalitas antara kepemimpinan dengan penderitaan itu sendiri. Jika Anda sudah siap untuk menjadi seorang pemimpin, artinya Anda juga sudah siap menderita, atau setidaknya menghindari pola hidup bermewah-mewahan.
Dalam magnum opus-nya tersebut, ia mengisahkan keteladanan Agus Salim sebagai manusia yang amat sederhana, baik dari sisi materi maupun sikap. Ia mencoba merefleksikan betapa zuhud laku hidup The Grand Old Man.
Agus Salim adalah wujud nyata seorang pelayan rakyat dalam arti sesungguhnya. Sebagai figur publik, ia hidup berpindah-pindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain. Bahkan, tidak jarang ketika musim hujan tiba atap kontrakannya bocor.
Adakah pejabat negara yang rumahnya bocor saat hujan seperti kontrakan Haji Agus Salim dewasa ini?
Bersama anak-anaknya, ia menampung air hujan yang menetes dari atap rumah dengan baskom. Lalu, ia gunakan air itu bermain kapal-kapalan bersama mereka. Begitulah cara seorang Agus Salim dalam merayakan kemelaratan sekaligus untuk mengajarkan arti kesederhanaan kepada buah hatinya.
Jalan hidup sosok Pahlawan Nasional itu memang terkesan amat utopis. Ia bahkan lebih mirip seorang pertapa, yang sudah selesai dengan perkara-perkara duniawi, dibanding seorang pejabat negara.
Kisah keteladanan Agus Salim menjadi tamparan yang keras bagi para pejabat yang masih berharap untuk mendapat guyuran kemewahan, keistimewahan, serta harta kekayaan secara instan.
Para pemimpin tidak boleh lupa, tidak ada kesejahteraan tanpa pengorbanan. Tidak akan ada kemajuan bangsa tanpa jangkar moral yang andal. Mereka harus berani mengorbankan egosentrismenya untuk memuliakan seluruh rakyat yang saat ini tengah dipimpinnya.
Jika mereka mau kaya raya, hendaknya jangan jadi pejabat. Jadilah pengusaha. Bagi yang masih mempunyai keinginan untuk memperkaya diri sendiri, sudah saatnya mereka meletakkan jabatannya. Sebab, memimpin adalah menderita.
"Leiden is lijden!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H