Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Nasib Mujahidin Indonesia Timur Usai Tewasnya Ali Kalora

20 September 2021   13:19 Diperbarui: 20 September 2021   23:12 1179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berakhir sudah perburuan yang sangat panjang terhadap pemimpin kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Ali Ahmad alias Ali Kalora. Tercatat sudah lima tahun para anggota Satuan Tugas (Satgas) memburu pentolan kelompok teroris yang dikenal bengis tersebut.

Pada Sabtu (18/09/2021), ia dikabarkan tewas dalam baku tembak antara Satgas Mandago Raya dengan kelompok MIT di area Pegunungan di Desa Astina, Torue, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

Selain Ali, salah satu militan MIT, Jaka Ramadhan, juga tewas di tempat yang sama. Mereka berdua memang sempat terpisah dari kelompoknya ketika baku tembak sedang berlangsung.

Sejumlah barang bukti telah diamankan dari tempat kejadian, seperti satu pucuk senjata api laras panjang M16, berbagai jenis bom, serta peralatan lainnya.

Namun sayangnya, empat anggota lain berhasil melarikan diri. Mereka adalah Askar alias Jaid, Nae alias Galuh alias Mukhlas, Suhardin alias Hasan Pranata, Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang.

Rekam Jejak Ali Kalora

Ali Kalora merupakan sosok sentral bagi kelompok teroris asal Sulawesi tersebut. Predikat 'Kalora' disematkan kepadanya dengan merujuk pada daerah tempat Ali dilahirkan, yakni Desa Kalora, Poso.

Kisah perjalanan Ali bersama MIT sudah berjalan sangat lama. Menurut Prayitno Ramelan dalam bukunya yang berjudul "Ancaman Virus Terorisme: Jejak Teror di Dunia dan Indonesia", menyebutkan bahwa Ali telah mengikuti pentolan MIT pertama, Santoso, dalam menebar teror semenjak 2011. Bahkan, ia juga akhirnya sukses menjadi orang kepercayaannya.

Faktor kedekatan dengan Santoso serta kepiawaiannya dalam menjelalah medan gerilya (survival), membuat Ali diangkat menjadi pemimpin sebagian kelompok kecil militan MIT.

Pria berusia 40 tahun itu menjadi sosok penunjuk arah di pegunungan dan hutan Poso. Ia dinilai sangat menguasai daerah pelarian kelompoknya karena Ali adalah warga asli Kalora.

Sebagai pengikut paling senior Santoso, Ali dipilih sebagai pengganti salah satu tokoh penting MIT sebelumnya, Daeng Koro, yang tewas saat penyerbuan oleh Satgas pada bulan April 2015 silam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun