Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Genderless Fashion, Tren Mode yang Tak Membedakan Gender

17 September 2021   14:58 Diperbarui: 12 April 2022   11:25 1449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah selebritas pria yang menerapkan tren genderless fashion di Met Gala 2021. | Sumber: Getty Images via Vogue.com

Meskipun terkesan sangat aneh bagi sebagian besar orang, tren genderless fashion lahir sebagai sarana buat mereka yang tidak mau dibatasi dalam berbusana.

Banyak hal unik yang bisa ditemui pada pentas Met Gala 2021 kali ini. Warganet ramai mengomentari gaya busana para selebritas yang terlihat tidak cocok jika dipakai untuk sehari-hari, seperti yang dikenakan Rihanna dan ASAP Rocky ini.

Rihanna dan ASP Rocky yamg memakai pakaian mirip selimut di Met Gala 2021. | Getty Images/ Vogue.com
Rihanna dan ASP Rocky yamg memakai pakaian mirip selimut di Met Gala 2021. | Getty Images/ Vogue.com

Kok bisa setelan busana yang biasanya dipakai Kang Ojek pangkalan di wisata puncak, tetapi dipakai di gelaran mode paling prestisius sejagat? Apa memang suhu di arena Met Gala sedingin Bogor?

Sebagai hamba yang tak begitu paham mengenai fesyen, gaya busana mereka memang sangat mencolok, jika bukan eksentrik. Sulit untuk membayangkan betapa mengerikan penampakan saya ketika mengenakan pakaian serupa di atas kasur empuk karpet merah.

Kalau saya dipaksa untuk memakainya, jangankan berjalan di podium, berkaca pun segan. Mungkin karena terlampau unik. Terlalu unik sampai terlihat aneh. Bukannya berlenggak-lenggok cantik, saya justru tertidur di arena red carpet.

Bagaimana tidak aneh kalau atribut yang dikenakan lebih mirip selimut dibanding pakaian. Selain itu, terlihat pula sejumlah pria yang mengenakan gaya busana tidak lazim bagi kaumnya di acara yang sama.

Alasan yang paling memungkinkan atas munculnya keanehan itu adalah budaya. Kita, warga +62, cenderung memandang tren fesyen di luar pakem dan kebiasaan sebagai suatu hal yang eksentrik.

Mode pakaian feminin harus dikenakan oleh kaum Hawa. Begitu pun sebaliknya. Gaya busana maskulin harus dikenakan oleh kaum Adam. Jika tidak sesuai, kita akan manganggapnya sebagai keanehan. Begitu lah konsep gaya berbusana yang selama ini kita pahami.

Salah satu keanehan gaya busana yang dapat kita jumpai pada Met Gala 2021, adalah rok serta gaun yang dikenakan sejumlah selebritas pria. Menjadi suatu hal yang wajar kalau kita menyebutnya aneh karena memang lazimnya busana tersebut dipakai oleh kaum perempuan.

Setelah saya amati lagi, ada sepuluh pria yang memakai busana kaum Hawa pada acara itu. Bagi orang yang hidup dengan budaya timur, fakta itu tentunya sangat mengejutkan. Karena, fesyen cenderung dibatasi konstruksi sosial terkait gender, yang membagi-bagi antara busana laki-laki dan perempuan.

Sejumlah selebritas pria yang menerapkan genderless fashion di Met Gala 2021. | Getty Images via Vogue.com
Sejumlah selebritas pria yang menerapkan genderless fashion di Met Gala 2021. | Getty Images via Vogue.com

Beberapa selebritas pria yang kedapatan mengenakan busana feminin pada acara itu yakni Jeremy Pope, Jeremy O. Harris, Kenneth Nicholson, Pete Davidson, Kid Cudi, Virgil Abloh, Jordan Roth, Lil Uzi Vert, Troye Sivan, dan Law Roach.

Tidak satupun dari mereka yang tampak canggung saat berjalan di karpet merah. Kepercayaan diri yang sangat tinggi juga terpancar ketika mereka sedang berpose di depan kamera para awak media.

Pada gelaran Met Gala yang digelar pada Senin (13/9/21) di Metropolitan Museum of Art di New York, pihak penyelenggara memang mengusung "fluiditas gender" sebagai tema, maka tidak heran banyak pesohor yang memakai busana uniseks.

Genderless Fashion

Pada era Yunan dan Romawi kuno, warga masyarakat gemar mengenakan pakaian sejenis rok sebagai simbol jiwa muda dan kejantanan. Sementara bangsawan Mesir kuno acap kali melilitkan sarung pendek yang bernama schenti di pinggul sebagai penegas status mereka.

Seiring dengan perkembangan zaman, preferensi dalam gaya berbusana dinilai penting untuk membedakan gender dan jenis kelamin seseorang. Kendati begitu, gaya berbusana dikenal sangat dinamis, hingga saat ini bergerak mencapai tren pembebasan preferensi antara maskulin dan feminin.

Batasan gender menjadi semakin tidak terlihat dalam industri fesyen lantaran adanya peningkatan ketertarikan orang-orang pada pakaian tanpa harus terikat dengan preferensi terkait gender. Tren berbusana itu disebut dengan genderless fashion atau gender-neutral fashion.

Harry Styles mengenkan gaun dalam sebuah pemotretan sampul majalah Vogue. | Sumber: Vogue.com
Harry Styles mengenkan gaun dalam sebuah pemotretan sampul majalah Vogue. | Sumber: Vogue.com

Tren fesyen itu sering ditemukan pada selebritas seperti David Bowie, Prince, dan Annie Lenox sejak periode 1970-an. Setelahnya, banyak dijumpai selebritas seperti Harry Styles, Jaden Smith, dan Marc Jacobs yang gemar mengenakan gaya berbusana senada.

Mereka memang dikenal menyukai tren mode eksentrik yang memadukan gaya maskulin dan feminin saat hadir dalam berbagai acara. Bagi ketiganya, tidak ada masalah jika pria memakai baju wanita. Begitu pun sebaliknya. Karena, pakaian tidak mengenal batasan gender. Mereka justru bisa menjadi dirinya sendiri saat tidak dibatasi dalam berbusana.

Pandangan itu ternyata seirama dengan sebuah studi yang berjudul "Looking the part: Identity, meaning and culture in clothing purchasing". Hasil penelitian tersebut mengungkapkan, fesyen adalah produk sosial yang punya sifat rangkap, yakni bisa memberikan rasa aman dan keseragaman. Selain itu, juga menjadi sarana untuk personalisasi diri dengan merepresentasikan kepribadian.

Saat ini, dunia fesyen lebih bersifat fluid atau cair. Stigma tentang mode feminin dan maskulin makin bergeser, sehingga baik laki-laki maupun perempuan bebas mengenakan jenis mode apa pun sesuai keinginan mereka.

Konsep mode genderless menyingkirkan norma berpakaian yang dianggap sudah ketinggalan jaman sebab terlalu banyak memberikan batasan mengenai tata cara berpakaian sesuai gendernya.

Meski rumah mode sempat membatasi preferensi busana pria dan wanita, kini beberapa merek ternama di dunia sudah mulai mengusung "genderless fashion" dalam koleksinya, seperti Bode, Gucci, Zara, H&M, dll.

Realitas di Indonesia

Dalam kehidupan masyarakat, peran gender terbentuk dari hasil konstruksi sosial, termasuk mengenai bagaimana cara kita berperilaku dan berpakaian.

Oleh karena itu, peran gender sudah ditetapkan sebagai norma di tengah masyarakat. Akhirnya berbusana pun turut menjadi salah satu cara untuk menentukan gender seseorang.

Lantas, muncul tren genderless fashion yang membuat setiap orang memiliki kebebasan guna mengekspresikan diri melalui busana yang ingin dikenakan.

Konsep mode itu menjadi sarana bagi mereka yang ingin mengekspresikan dirinya, tanpa adanya ikatan orientasi seksual dan jenis kelamin yang dibawa sejak lahir.

Meski begitu, tren fesyen genderless tak mudah diterima masyarakat, terlebih di Indonesia yang warganya dikenal amat menghormati serta menjunjung tinggi budaya timur dan norma agama.

Tren gaya berbusana ambigu dianggap tabu untuk dipakai dan dipopulerkan. Konstruksi sosial, budaya, dan norma agama yang kita kenal mengajarkan bahwa gaya berpakaian harus mampu membedakan gender dan jenis kelamin seseorang.

Kita sudah terbiasa mengenakan pakaian wajar yang diperkanalkan oleh orangtua kita sejak kecil. Rok harus dikenakan oleh perempuan dan jas harus dikenakan oleh laki-laki. Jika kita memakai baju yang tak sesuai, orangtua akan memarahi kita.

Begitu halnya ketika kita melihat orang berpakaian yang tidak sesuai, kita akan mengasosiasikannya sebagai perilaku menyimpang. Hal itu menjadi bentuk respon yang dihasilkan dari pengaruh budaya timur yang kita anut.

Ada sejumlah publik figur di Indonesia yang sempat mempopulerkan konsep fesyen tanpa gender yang sama dalam berbagai kesempatan. Namun, bukan berarti masyarakat akan menerimanya begitu saja sebagai sebuah kewajaran. Hal itu dibuktikan oleh adanya kekerasan yang diterima kaum LGBT yang kerap memperjuangkan tren fesyen genderless.

Sejatinya pengaruh fesyen genderless dapat dijumpai pada pakaian berjenis kemeja flanel, celana jeans, dan kaus oblong, yang tak dibatasi oleh gender. Hanya saja, jenis busana itu berada di level yang masih bisa diterima oleh masyarakat luas.

Bagi saya, fesyen juga soal selera. Saya pribadi tidak mampu menerima fesyen genderless untuk diadopsi. Meski begitu, saya menghormati preferensi seseorang dalam menentukan gaya berbusananya masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun