Ironisnya, masih banyak orang yang merasa bahwa kematian keluarga merupakan sesuatu yang layak untuk didokumentasikan sekaligus dipertontonkan di ruang-ruang publik.
Ada batas yang sangat jelas antara suka dan duka. Mencampuradukkan keduanya menjadi sebuah pertanda bahwa nalar kita tengah bermasalah.
Logika saya seketika runtuh, melihat mereka yang tanpa rasa bersalah sedikitpun ketika menjadikan kematian keluarganya sebagai konten. Entah ke mana hilangnya moral mereka saat tengah berduka.
Apakah kedukaan memang membuat moral seseorang hengkang dari tubuh tuannya?
Mendulang traffic dan adsense dari kematian ayah kandung adalah sehina-hinanya konten.--- Mazzini (@mazzini_gsp) June 6, 2021
Beberapa waktu yang lalu, ada sebuah kabar dari YouTuber berpangaruh di negeri +62, yang sempat membuat sel-sel di otak bagian lobus frontal saya berguguran.Â
Betapa tidak, dia menjadikan kabar duka tatkala istrinya mengalami keguguran sebagai konten. Siapa lagi kalau bukan Atta Halilintar dan istrinya, Aurel Hermansyah.
Sebagai seorang penonton, saya bingung dalam membedakan mana hiburan dan mana kabar duka. Entah saat itu saya sedang menonton sinetron atau video memorial. Keduanya sama saja.
Para penggemar mereka pun mungkin merasa kebingungan, apakah merasa sedih atau justru terhibur. Pasalnya, tidak ada batas yang jelas di antara keduanya.
Saya jadi ragu-ragu, otak saya yang salah dalam menyikapi sebuah kabar atau nalar para pembuat kontennya yang sedang tidak baik-baik saja.
Tak dinyana, beberapa saat berselang, kita disuguhi pemandangan yang nyaris serupa. Sosok YouTuber wanita, yang tidak kalah bombastisnya, membuat konten yang sama-sama bersumber dari sakralitas momen bersatunya raga dengan tanah.