Kepada Vice.com seorang dokter umum bernama Amir, mengungkapkan bahwa dia hanya mau berkencan dengan orang-orang yang ia nilai pintar.
"Aku selalau terpesona dengan sains dan ilmu pengetahuan. Aku udah master, punya gelar dokter, dan sekarang lagi ambil MBA. Aku pengin berkencan dengan orang-orang dengan pola pikir sama dan yang seru diajak ngobrol panjang," ungkap Amir.
Menyikapi banyaknya tudingan negatif terhadap sapioseksual, dia mengatakan, orang yang tidak tertarik kepada orang-orang berpendidikan tinggi justru patut dipertanyakan.
"Kalau kamu enggak tertarik sama orang berpendidikan dan cerdas, itu berarti kamu yang perlu dipertanyakan. Bukannya orang-orang cerdas yang tertarik sama orang-orang cerdas juga."
Orang-orang seperti Amir tidak percaya anggapan "jatuh cinta pada pandangan pertama" lantaran mereka tidak tertarik kepada seseorang atas dasar fisiknya.
Hal itulah yang memperlambat proses jatuh cinta pada seorang sapioseksual. Mereka dianggap terlampau pilih-pilih sehingga sulit menemukan pasangan.
Beberapa ilmuwan juga menyebut bahwa tertarik pada kecerdasan tidak memenuhi syarat klasifikasi untuk orientasi seksual. Sapioseksual hanyalah sebuah cara untuk mengklasifikasikan manusia berdasarkan kelas dan kemampuan otak mereka.
Bagi saya, intelektualitas memang seksi. Namun, jikalau diminta untuk memilih, saya menolak menjadikannya landasan utama guna menjalin sebuah hubungan.
Akan jauh lebih romantis jika pasangan saya lebih pintar dalam sutu bidang dan lemah dalam hal yang lain sehingga ada ruang untuk saling mengisi.
Mendaku sebagai seorang sapioseksual justru akan memberikan kesan arogan dan eksklusif. Sebab, ada kecendrungan menilai orang hanya sebatas dari faktor kecerdasannya saja.
Mereka sebetulnya hanya ingin berupaya memisahkan diri dari orang lain sehingga kesempatan untuk mengenal orang yang memiliki berbagai sifat dan karakter akan turut terminimalisasi.