Poin yang ingin saya sampaikan adalah, penggunaan bahasa asing boleh-boleh saja. Tidak satupun entitas di Indonesia yang berhak melarang seseorang untuk menggunakan bahasa asing, baik lisan maupun tulisan.
Menggunakan bahasa asing tak berarti enggan melestarikan bahasa Indonesia, apalagi tidak cinta terhadapnya. Bukan. Terlebih lagi, bahasa Indonesia masih digunakan sebagai bahasa sehari-hari.
Banyak pendahulu kita yang menguasai serta menggunakan bahasa asing dalam berbagai kepentingan, tapi bahasa dasar mereka tetap bahasa Indonesia. Begitu pula Presiden Sukarno yang menguasai sepuluh bahasa asing.
Dangan kata lain, bahasa Indonesia tidak akan pernah ditinggalkan oleh 270 juta penuturnya. Di samping itu, penggunaan bahasa asing dalam konteks dan takaran tertentu juga tak akan mengurangi kadar nasionalisme seseorang.
#Bahasa dan Kompasiana (K-iana)
Netizen menyebut K-iana sebagai rumah besar. Artinya, selain mempunyai jumlah pengguna yang sangat masif, K-iana juga menjadi habitat dari keberagaman, mulai dari identitas sampai gagasan di dalam batok kepala mereka. Begitu pula dengan jutaan artikel yang telah ditayangkan.
Rumah besar itu adalah milik bersama. Selama kita tidak melanggar aturan, K-ianer bebas menulis apa saja, termasuk dalam bahasa asing, baik hanya sebagai sisipan maupun sebagai bahasa utama.
K-iana bukan KBBI. Kita tidak mungkin mendesak atau menuntut para "civitas kompasianica" supaya selalu memakai bahasa Indonesia secara keseluruhan atau tanpa kandungan bahasa asing.
Saya khawatir, kalau lema-lema asing dinistakan di rumah besar kita ini, bisa menyebabkan para penghuninya takut untuk belajar menulis lantaran mereka merasa dibatasi.
Terlebih lagi, banyak K-ianer yang saat ini masih berstatus sebagai pelajar dan mahasiswa yang sedang belajar bahasa Indonesia dan asing.
Selain sebagai rumah besar penulis, K-iana juga mempunyai tanggung jawab komersial terhadap induknya. K-iana jelas bukan badan amal. Mereka tidak disuntik mati karena mampu mengais keuntungan finansial bagi Kompas.
Oleh sebab itu, mereka terus berupaya memperbaiki diri supaya K-iana tetap dapat menjadi rumah besar untuk kita semua–penulis dengan keberagaman identitas dan isi kepala.