"Nanti aku kesini lagi, ya, Bang. Ini mau ngejar penjahat," tukas Popeye tergesa-gesa. "Mana bayamnya? Buruan, Bang!"
Setelah mengetahui bahwa Popeye ialah idola sang anak, Kang Bronto langsung memberikan beberapa ikat bayam secara cuma-cuma. Seraya berlari, Bang Popeye buru-buru melahapnya, tak bersisa.
"Berhenti kau, Kutu Kupret!" teriaknya sembari berlari secepat kilat.
Sang perampok yang merasa jauh lebih superior pun langsung berhenti, lantas mendekati Popeye seraya tertawa-tawa. Sebagai perampok yang terkenal bengis, dirinya kaget, ada manusia di planet ini yang punya nyali memanggilnya dengan nama sehina itu. Padahal, selama sekian tahun berkarier sebagai perampok, tak satupun setan yang segan mengusiknya.
Dan, ia pun melancarkan pukulan secara bertubi-tubi ke badan sang kutu kupret. Anehnya, sang perampok tak sedikitpun tersakiti, malah tertawa terbahak-bahak. Pukulan demi pukulan yang bersarang di badannya, membuat tawa si bramacorah semakin keras saja.
Alangkah terkejutnya Popeye tatakala ia sadar bahwa tidak ada perubahan yang terjadi pada otot tangannya. Pantas saja sang perampok tak tampak mengerang kesakitan, apalagi tumbang.
Tanpa aba-aba, bogem mentah dari sang perampok mendarat tepat di wajahnya. Ia menggelapar di atas tanah, nyaris tewas. Darah mengucur deras dari hidungnya.
Dengan wajah penuh lebam dan benjolan sebesar klepon, ia berjalan sempoyongan. Popeye yang mengalami kekalahan telak memutuskan kembali ke pelabuhan guna menemui Kang Bronto.
"Loh, Bang, itu kenapa wajahnya benjol-benjol?" tanya Bang Bronto khawatir.
"Nganu, Bang, nganu. Tadi kepeleset di ponten pelabuhan waktu kebelet berak." kelit Popeye sambil mengelus benjolan klepon yang semakin membengkak.