Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Petani Jadi Miliarder, Warga Sekampung di Tuban Kaya Mendadak

17 Februari 2021   19:26 Diperbarui: 17 Februari 2021   19:30 2038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lokasi kilang minyak Pertamina di Desa Sumurgeneng, Jenu, Tuban. | Capture dari Google Maps

Bagai mendapat durian runtuh. Warga yang awalnya berprofesi menjadi petani, mendadak jadi miliarder usai Pertamina tebus lahan sawah milik masyarakat lewat mekanisme ganti untung.

Ketiban ndaru. Sebuah peribahasa Jawa kuno yang menggambarkan fenomena yang dialami oleh masyarakat petani di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Ditinjau dari bahasa Indonesia, frasa itu identik dengan bagai mendapat durian runtuh.

Sekitar 225 warga Tuban yang berprofesi sebagai petani tulen mendadak kaya raya. Mereka baru saja memperoleh uang ganti untung atas lahan sawah yang digunakan untuk mega proyek kilang minyak Grass Roof Refinery (GRR) milik Pertamina.

Saat ini, Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Tuban, mempunyai predikat baru: Kampung Miliarder. Dari hasil perolehan ganti untung tersebut, warga berjamaah memakai uangnya untuk membeli mobil mewah. Bahkan, ada seorang warga yang membeli tiga mobil sekaligus.

Tak tanggung-tanggung, jumlah mobil yang mereka borong mencapai 176 unit, yang ditebus dalam kurun waktu nyaris bersamaan. Jumlah itupun kemungkinan masih akan bertambah. Mobil baru yang dibeli oleh warga bertipe SUV, mulai dari CRV, Innova, hingga Pajero Sport.

Saking banyaknya mobil yang diborong, sampai-sampai harus diangkut dengan truk trowing, lantas dikawal ketat pihak kepolisian. Selain beli mobil, warga juga menggunakan uangnya untuk menebus tanah, investasi, dan merenovasi rumah.

Sontak, fenomena itupun akhirnya viral dan menjadi perbincangan warganet di Media Sosial pada Selasa, (16/02/2021).

Dalam mega proyek kilang minyak itu, tanah warga Desa Sumurgeneng yang diakuisisi adalah sebanyak 562 bidang dengan luas keseluruhan 225 hektar.

Sementara total uang kompensasi lahan di Desa Sumurgeneng mencapai angka Rp1,8 triliun. Rata-rata warga setempat mendapatkan uang Rp8 miliar. Bahkan, ada warga yang menerima kompensasi menyentuh nilai Rp38 miliar. Fantastis!

Agenda pembangunan kilang minyak itu membutuhkan lahan seluas 1.050 hektar. Dengan rincian 821 hektar di lahan darat. Sisanya merupakan hasil reklamasi laut. Sementara lahannya berdiri di tiga desa, yakni Desa Kaliuntu, Desa Wadung, dan Desa Sumurgeneng.

Proyek prestisius itu sendiri merupakan usaha patungan antara Pertamina (55%) dan Rosneft PJSC (45%) yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri. Bujet mega proyek yang sempat mangkrak itupun tak tanggung-tanggung, yaitu sebesar Rp211,9 triliun!

#Sistem Ganti Untung (Appraisal)
Sebetulnya tidak ada frasa ganti untung pada regulasi manapun. Yang ada hanya ganti rugi untuk menyebut penggantian materi terhadap pihak yang terdampak oleh adanya proyek milik pemerintah.

Biasanya, mekanisme itu dipakai dalam konteks pembebasan lahan oleh negara. Sesuai dengan istilahnya, banyak warga yang merasa dirugikan lantaran mereka tidak mendapatkan penggantian meteri yang sebanding dengan kerugiannya.

Lantas, lahirlah istilah tidak resmi ganti untung yang dipakai pemerintah sebagai tandingan ganti rugi. Pasalnya, banyak warga yang merasa rugi sebab uang yang dibayarkan untuk membebaskan lahan mereka bernilai rendah atau tidak sesuai dengan harga wajar.

Seluruh regulasi yang berkaitan dengan pertanahan beserta pembebasan lahan memakai frasa ganti kerugian, misalnya dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah dalam Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Di dalam UU itu disebutkan bahwa ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil terhadap mereka yang memiliki hak dalam pengadaan lahan oleh negara.

Dahulu, harga tanah dalam pembebasan lahan dinilai berdasarkan nominal yang tertera dalam NJOP, yang lazimnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar. Mekanisme semacam itu tentunya akan sangat merugikan masyarakat.

Namun, kini harga tanah harus dinilai oleh penilai independen dari KJPP yang merujuk pada harga pasar (nilai wajar). Oleh karena itu, konteks "ganti untung" harus dimaksudkan pemerintah untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat yang terdampak.

Banyak yang menilai bahwa frasa "ganti untung" sarat akan tujuan politis. Meski begitu, terlepas dari konteks pemerintah dalam pemakaian frasa itu, penggantian lahan harus dihargai di atas nilai wajar.

Sekitar periode 2016 silam, saya sempat melakukan penilaian untuk pembebasan lahan proyek jalur transmisi SUTT 70 KV Ruteng-Bajawa, yang saya tuliskan pada artikel ini. Sebuah proyek prestisius yang dinahkodai oleh PLN untuk memperkuat jaringan listrik di Pulau Flores.

Mekanisme ganti untung yang selama ini diaplikasikan oleh pemerintah memang benar-benar didasarkan pada nilai wajar. Sebagai penilai, kami telah memberikan angka yang lebih tinggi dari harga pasar tanah yang berlaku di sana pada saat itu. Hal itu bertujuan supaya warga bersedia menjual tanah mereka demi kepentingan umum. Di samping itu, pemberian harga lebih tinggi juga agar mereka tak merugi.

#Analisis Penilai (Appraiser)
Berdasarkan laporan Kompas, Pertamina menghargai bidang sawah petani Tuban Rp600.000 hingga Rp800.000 per meter. Angka yang jauh lebih tinggi dari harga tanah pada umumnya di daerah tersebut. Untuk lebih jelasnya begini analisis saya.

Pada periode tahun 2016-2019, sebagai seorang penilai (appraiser), saya pernah beberapa kali melakukan survei penilaian (appraisal) di wilayah Tuban. Salah satu titik yang pernah saya survei kebetulan terletak cukup dekat dengan area kilang minyak di Desa Sumurgeneng.

Untuk lahan kering atau bukan sawah di samping kiri-kanan jalan pantai utara di wilayah tersebut, berdasarkan data yang dulu saya dapatkan, dihargai mulai dari Rp500 ribu hingga Rp1 juta. Sampai saat ini pun harga masih berada di kisaran itu. Jikapun berubah, tidak terlalu signifikan.

Banyak faktor yang bisa mempengaruhi harga tanah di suatu wilayah, mulai dari jenis hak kepemilikan, bentuk, kontur, luas, hingga letak lahan. Biasanya, untuk nominal di kisaran angka tersebut adalah lahan berupa tanah kering. Bukan lahan berupa sawah seperti yang diakuisisi oleh Pertamina dari warga Tuban.

Normalnya, harga tanah yang terletak di sepanjang jalan pantai utara lebih tinggi jika dibanding area di luar zona tersebut. Tipikal tanah di wilayah itu didominasi oleh tanah berkapur yang berharga lebih rendah dibanding lahan tanah liat.

Oleh karena itulah, pemakaian aforisme "ketiban ndaru" agaknya sangat sesuai. Pasalnya, apabila menggunakan logika penilaian, nominal sebasar Rp800 ribu untuk sawah termasuk sangat mahal.

Lokasi kilang minyak Pertamina di Desa Sumurgeneng, Jenu, Tuban. | Capture dari Google Maps
Lokasi kilang minyak Pertamina di Desa Sumurgeneng, Jenu, Tuban. | Capture dari Google Maps
Terlebih lagi, menurut penulusuran saya memakai GoogleMaps, letak sawah warga yang ditebus Pertamina berada di dekat sepanjang garis pantai, bukan terletak di tepi jalan pantura (Jalan Daendels).

Selama beberapa tahun berkarier sebagai appraiser independen, saya jarang sekali menilai sawah setinggi itu. Tanah sawah dan tambak menempati peringkat paling buncit untuk tanah yang bisa diagunkan atau memiliki nilai ekonomis yang layak.

Harga itu tentu menguntungkan petani dan saya turut merasa senang. Terlebih lagi, sebagai petani, mereka akan cukup kesulitan meningkatkan taraf hidup dari hasil pertanian. Pembebasan lahan oleh Pertamina merupakan berkah tersendiri untuk warga setempat yang didominasi oleh kalangan petani dan wong cilik.

Sebagai ganti lahan sawah mereka yang telah diakuisisi, kiranya saat ini mereka dapat merintis usaha baru di luar bidang pertanian. Dengan modal uang miliaran rupiah, menjadi pengusaha tentu bukan perkara yang terlalu sulit.

Dengan begitu, maka mereka diharapkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi warga setempat. Semoga saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun