Jika ingin menikah di bawah syarat usia minimal, keluarga mempelai harus bisa membuktikan pada pengadilan agama bahwa ada keadaan mendesak sehingga dapat diberikan dispensasi.
Dalih "mendesak" itulah yang kemudian dimanfaatkan secara serampangan demi memperkuat narasi-narasi mereka guna mempromosikan agenda busuknya.
Keterbatasan ekonomi mereka gunakan sebagai justifikasi untuk menganjurkan pernikahan usia dini. Mereka juga sama sekali tak memikirkan bagaimana nasib anak-anak di masa depan usai menikah.
Ketika Negara sedang gencar-gencarnya melakukan beragam upaya pencegahan pernikahan pada anak-anak usia belia, mereka datang dengan pemikiran yang sulit dicerna oleh nalar manusia waras.
Dengan demikian maka, mereka sudah melakukan pelanggaran hukum. Selain itu, pernikahan di bawah umur juga bisa berakibat buruk pada anak. Akan muncul banyak kerugian di kemudian hari. Oleh sebab itu, jika ditinjau dari segi agama, usaha mereka jelas haram hukumnya.
#Dampak Pernikahan Usia Dini
Pernikahan dini merupakan salah satu pemicu maraknya perceraian pasangan usia dini. Pengadilan Agama Mojokerto, misalnya, mencatat adanya 1.200 kasus perceraian pasangan muda sepanjang tahun 2019 lalu.
Upaya mereka dalam mengkampanyekan nikah dini akan menempatkan anak pada keadaan yang sangat berisiko, mulai dari kekerasan, eksploitasi seksual bermotif ekonomi, hingga perdagangan anak.
Dalam persoalan ini, mempelai wanita akan selalu menjadi pihak yang paling dirugikan. Dengan menikah dalam usia yang sangat belia, akan mengorbankan perkembangan fisik dan mental mereka di kemudian hari.
Kehamilan di usia dini juga berpotensi meningkatkan risiko dalam kesehatan, baik terhadap wanita maupun bayinya. Pasalnya, organ reproduksi perempuan usia dini belum sepenuhnya siap untuk hamil serta melahirkan.
Karena masih dalam fase pertumbuhan, saat sedang hamil, pertumbuhan serta perkembangan fisik mereka akan turut terganggu. Begitu pula dengan jabang bayi mereka kelak.