Virus korona memang tak pernah pandang bulu. Si kaya maupun si miskin sama-sama bisa terpapar. Namun, dampak yang dirasakan oleh keduanya amatlah berbeda.
Gaya hidup crazy rich memang berbeda dengan Homo sapiens pada umumnya. Kemewahan dan keglamoran mengalir deras di dalam pembuluh nadi mereka.
Meskipun pandemi telah melumpuhkan perkonomian global, gairah kaum crazy rich +62 untuk melakukan ritual "bakar uang" tak sedikitpun luntur. Jika ditilik dari aspek gaya hidupnya, mereka tidak tampak secuilpun terpengaruh.
Berapa nilai total tagihan paling mahal dalam sekali duduk yang pernah Kamu bayar di sebuah resto? Sejuta? Dua juta?
Jagat media sosial sempat dibuat geleng-geleng kepala ketika mengetahui tagihan makanan kalangan crazy rich Nusantara. Nominal yang bikin ginjal rakyat jelata dari Sabang hingga Merauke bergejolak.
Saat pelayan memberikan struk tagihan, mereka justru bersorak kegirangan dan berebut untuk membayar. Indra bahkan secara terang-terangan menyebut total tagihan fantastis itu MURAH BANGET.
"Hore aku yang terpilih, Rp21 juta mah murah banget," ungkapnya tanpa dosa.
Apa yang Kamu lakukan saat insomnia atau saat Kamu tidak bisa tidur? Nonton film? Berak? Atau main media sosial?
Lantaran susah tidur hingga jam 3 pagi, Indra mengatakan "iseng jajan" mobil mewah melalui situs belanja daring. Ia merayakan insomnia dengan membeli "cemilan" berupa mobil Tesla Model 3 seharga "murah banget", Rp1,5 miliar.
Tak hanya Indra, kebiasaan serupa juga tercermin dari penjualan mobil di Tanah Air. Sepanjang tahun 2020 lalu, sektor itu secara keseluruhan memang terjungkal, tetapi tidak dengan segmen premium.
Penjualan retail Lexus serta BMW hanya mengalami penurunan hingga angka 27 persen dan 16 persen. Jika dibandingkan penjualan di segmen low-end yang turun sampai 50 persen, nominal itu termasuk kecil. Sedangkan penjualan Peugeot dan Renault justru naik 64,3% serta 32 %.
Walaupun di tengah pandemi, kalangan tajir melintir plus enam dua tidak begitu terdampak. Berbagai jenis mobil mewah masih menjadi cemilan favorit mereka.
Alih-alih membeli mobil, sosok crazy rich sekaligus komedian, Denny Cagur, belum lama ini menukar uang recehnya senilai Rp100 juta dengan kura-kura het albino.
Lewat kanal YouTube Denny Cagur TV, ia membeli dua kura-kura dengan ukuran 10,5 cm dan 12 cm. Apakah Kamu pernah terbayang membeli hewan yang sama?
Adapun salah satu sektor yang terkena pukulan paling telak ialah penerbangan komersial. Pihak maskapai bahkan harus memaksa pesawatnya pensiun dini. Akan tetapi, fakta tersebut tidak berlaku untuk penyewaan jet pribadi di Tanah Air.
Menyewa jet pribadi menjadi salah satu opsi yang acapkali dipilih oleh crazy rich untuk mengurangi risiko terpapar virus korona. Mereka tidak tampak keberatan "membakar" ratusan juta rupiah untuk menikmati liburan. Maka dari itu, sektor industri jet pribadi saat ini berkembang.
Kenaikan pesanan itupun dialami oleh maskapai jet di Indonesia sebagaimana yang diungkapkan direktur PT Indojet Sarana Aviasi, Stefanus. Ia mengatakan bahwa terjadi peningkatan permintaan sampai dua kali lipat daripada sebelum pandemi Covid-19 melanda.
Bagi layanan paling rendah, setidaknya crazy rich harus merogoh dompet Rp275 juta untuk pesawat jet kapasitas 6 kursi. Sedangkan untuk kapasitas lebih besar atau 13 kursi, sedikitnya membutuhkan biaya Rp550 juta, taruhlah rute Jakarta-Bali pergi-pulang.
Mereka mengklaim penyewaan pesawat dan jet privat mencapai 6 armada dalam tempo waktu sebulan. Bali serta Labuan Bajo adalah destinasi populer bagi kaum jet set plus enam dua.
Baru-baru ini kalangan crazy rich seperti Richard Muljadi dan Raffi Ahmad sempat menyewa atau memborong tiket pesawat agar bisa berlibur dengan aman, nyaman, sekaligus mewah.
Ritual yang sedikit nyeleneh dipilih oleh dua sejoli crazy rich asal Malang. Alih-alih menyewa, mereka justru membeli sebuah jet privat buatan Amerika Serikat bertipe Cessna Citation Latitude.
Pada Oktober 2020 silam, Gilang bahkan juga pernah memberikan istrinya hadiah ulang tahun berbentuk tower di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan.
Apabila sejumlah crazy rich "membakar" uang dengan memanjakan dirinya, lain halnya seorang miliarder asal Surabaya, Alexander Tedja. Saat dunia bertarung melawan pandemi, ia justru melakukan ekspansi bisnis besar-besaran.
Melalui korporasi PT Pakuwon Permai, ia mengakuisisi dua mall besar milik grup Duniatex, yakni Hartono Mall Yogyakarta dan Martono Mall Solo. Keduanya ditebus senilai total Rp1.359 miliar. Fantastis!
Tak begitu mengherankan jika namanya kerap muncul pada daftar orang terkaya di Tanah air versi Majalah Forbes. Rekor tertingginya adalah kala berada di posisi ke-16 pada 2018 silam, dengan nominal kekayaan mencapai USD 1,6 miliar.
Disparitas akibat pandemi
Banyak yang meyakini bahwa Covid-19 tidak pandang bulu, semua orang dapat merasakan dampaknya. Hanya saja, jika dipandang dari sisi daya tahan ekonomi, penilaian itu tidak sepenuhnya tepat.
Virus asal Wuhan itu memang mampu merasuki siapapun, mulai dari Pangeran Charles, Cristiano Ronaldo, Dewi Perssik, Anies Baswedan, hingga tukang becak.
Meski begitu, dampak yang ditimbulkan akan berbeda antar-manusia. Kalaupun terpapar Covid-19, kalangan crazy rich masih mampu bekerja di rumah. Apakah yang miskin bisa melakukan hal serupa?
Tanpa harus keluar rumah, orang kaya masih bisa makan kenyang. Lain halnya dengan rakyat jelata, yang dengan amat terpaksa harus kerja di luar rumah agar tidak kelaparan meski berisiko tertular.
Barangkali hanya materi yang menjadi pembeda antara orang kaya dan orang miskin. Selain itu, keduanya sama, bisa sakit maupun meregang nyawa.
Uang memberi orang kaya lebih banyak opsi kala menghadapi situasi sulit akibat pandemi. Mereka dapat berdiam diri di rumah dengan stok makanan dan obat-obatan melimpah. Mereka tidak harus khawatir tertular dengan kerja di rumah.
Dana orang-orang yang sempat hangus di pasar saham saat ini sudah kembali, malah jumlahnya semakin bertambah. Mereka yang kaya akan semakin kaya, yang miskin semakin miskin dan jelata.
Badan non-profit asal Inggris, Oxfam, mencatat 1.000 orang terkaya di dunia berhasil memperoleh kekayaan mereka kembali. Sedangkan angka kemiskinan naik ke level di mana kemajuan selama 10 tahun terakhir seakan tidak berarti lagi.
Pandemi virus korona, menurut Oxfam, membuat ketimpangan semakin parah di banyak negara secara serempak. Tatkala crazy rich hanya membutuhkan sembilan bulan untuk pulih, orang-orang miskin memerlukan waktu 14 kali lebih lama.
Pada Desember 2020 lalu, Oxfam turut memperkirakan kekayaan orang paling kaya di kolong atmosfer mencapai USD 11,9 triliun (Rp168.327 triliun). Nominal itu bahkan selevel dengan total belanja stimulis fiskal di negara-negara G20.
Sementara itu, melansir Forbes, total kekayaan kolektif crazy rich Nusantara selama pandemi hanya turun 1,2 persen dari tahun lalu, menjadi USD 133 miliar.
Meski begitu, angka kekayaan beberapa dari mereka justru mengalami kenaikan seperti yang dirasakan oleh bos Djarum, duo Hartono bersaudara. Nilai kekayaan mereka kini mencapai USD 38,8 miliar yang membuat mereka tetap menyabet predikat super crazy rich plus enam dua.
Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Maret 2020 lalu terjadi peningkatan orang miskin sebanyak 1,63 juta jiwa dibanding periode September 2019. Dengan demikian, jumlah orang miskin Indonesia adalah 26,42 juta jiwa.
Di tengah pandemi, peningkatan jumlah penduduk miskin sulit dielakkan karena banyaknya PHK atau mereka yang tidak bisa bekerja dan kehilangan pemasukan, kemudian mendadak jatuh miskin.
Disparitas ekstrem sejatinya masih bisa dihindari melalui kebijakan terukur oleh pemerintah. Mereka harus benar-benar berpihak terhadap kesetaraan ekonomi agar bisa memotong rantai kemiskinan.
Semua langkah pemulihan ekonomi yang dilakukan negara selama ini sudah tepat. Sesuai janji mereka, penyediaan lapangan pekerjaan baru yang melimpah menjadi fokus mereka ke depan, terlebih setelah wakil rakyat kita mengesahkan UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020 lalu.
Masih relevan kah jika rakyat jelata dari Sabang sampai Merauke menagih janji-janji manis mereka sekarang ini?
Sekali lagi, pandemi Covid-19 memang tak pandang bulu. Namun, dampak yang bisa ditumbulkannya akan lebih tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Jargon yang sudah tidak asing di negeri ini, bukan?
Jikalau disparitas berlanjut, maka kaum crazy rich akan terus "membakar uang" dan rakyat jelata hanya bisa berpuas diri dengan "membakar ban dan kemenyan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H