Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Balada "OTW", Hurufnya Tiga tapi Dosanya Banyak

30 Desember 2020   07:34 Diperbarui: 30 Desember 2020   14:20 1649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi OTW. | Thinkerstock via detik.com

"Yaudah, Bro. Nyusul aja. Kita duluan."
"Yoi, ini OTW, Mamen."
*Satu jam kemudian*
"Sudah nyampe mana, woey?"
"OTW, Bro!"

Faktanya, baru bangun tidur dia. Masih rebahan di kasur. Masih kriyep-kriyep sembari garuk-garuk biji. Nangka. Dua.

Kamu pasti sudah sering banget dengar istilah OTW. Iya, kan? Saking seringnya sampai bosan, ya. Waktu sudah janjian mau hangout rame-rame, tetapi teman kamu ngaretnya aduhai, lama bet!

Apalagi kamu sudah bela-belain bangun pagi-pagi banget biar kalian bisa lebih lama buat jalan-jalan. Eh, pada saat mau berangkat, bahkan udah sampe di lokasi, teman kamu malah sibuk berkubang di empang dengan mantra OTW-nya. Bikin kesel, kan? Serasa pengin nelan knalpot.

Sejatinya, jimat OTW bisa menawarkan banyak tafsir. Sangat fleksibel. OTW bisa berarti masih selimutan, menuju kamar mandi, lagi fokus jongkok di toilet, lagi manikur pedikur, atau belanja ke pasar. Maka tak perlu heran kalau kata itu jadi senjata yang sangat mematikan.

Meme lucu kebiasaan OTW netizen +62. | via Sijuki.com
Meme lucu kebiasaan OTW netizen +62. | via Sijuki.com
Aku termasuk makhluk yang lebih suka nunggu, sih, daripada ditungguin. Kalau ditungguin itu semacam lagi diburu sama debt-collector. Mau ngapa-ngapain pasti blepotan. Pada saat lagi makan, ada yang nungguin begitu, terkadang sampai lupa makanannya nggak dikunyah dulu, main langsung telan bulat-bulat.

Waktu mandi pun sama, padahal baru saja guyurin air di kepala, hape sudah meraung-raung. Diminta cepat-cepat nyusul sampai lupa belum keramas.

Selesai mandi, pakai baju. Saat mau pakai celana, eh, hape bunyi lagi. Keluar kamar sambil lari. Begitu sudah sampai di depan pintu rumah, eh, lupa belum pakai celana dalam. Pantesan sedari tadi berasa adem, nih, biji. Nangka. Dua.

Intinya, ditungguin itu nggak enak. Mana bisa santuy gitu. Apalagi nungguin para pemuja karet bekas bungkus nasi Padang macam mereka, kan?

Terkadang kekompakan itu penting buat menghindari budaya ngaret dan drama tunggu-menunggu semacam itu. Jangan biarkan teman-teman kalian menunggu terlalu lama!

Oke, aku ulangin lagi, ya. Jangan biarkan teman-teman kalian menunggu terlalu lama karena sesungguhnya jodoh nggak bisa nunggu, keburu diembat orang!

Omong-omong, kamu sudah tahu makna OTW, kan? Apa jangan-jangan salah satu dari kalian ada yang belum tahu artinya OTW? Aduh, mama sayange!

OTW merupakan abreviasi dari "oke turu wae". Berarti temanku tadi yang bilang OTW nggak salah dong? Bisa jadi yang dia maksud pengin tidur-tiduran dulu. Kalau sudah bosan rebahan, baru deh berangkat meski teman-temannya sudah jamuran.

Kelahiran OTW menjadi legitimasi bahwa budaya ngaret adalah sah-sah saja untuk dipraktikkan. Kultur seperti itu menjadi preseden buruk untuk generasi penerus rumah makan Padang bangsa.

Segala hal yang membuat mereka telat seakan bisa terbayar lunas lewat alasan OTW. Entah itu karena mereka bangun kesiangan, lagi malas gerak, masih mau rebahan, atau enggan berangkat.

Di Indonesia, sebelum kelahiran OTW, budaya ngaret sudah berlangsung cukup lama, setidaknya sejak 1980-an. Hal itu dipicu oleh timbulnya kemacetan akibat jumlah kendaraan yang tidak diimbangi dengan akses jalan yang memadahi.

Semakin lama kondisi kemacetan makin menggila hingga kerap dijadikan alasan oleh makhluk-makhluk yang terjangkit virus ngaret. Agaknya, alasan macet saat ini sudah tidak lagi relevan karena dapat dipecahkan dengan berangkat lebih awal. Apalagi, sudah banyak moda transportasi daring yang bisa dipilih agar tidak telat.

Ilustrasi OTW. | Thinkerstock via detik.com
Ilustrasi OTW. | Thinkerstock via detik.com
Uniknya lagi, budaya ngaret lebih sering dijumpai di negara-negara berkembang semacam Indonesia. Padahal, di negara yang memiliki budaya tepat waktu, telat semenit saja sudah menjadi 'dosa besar'. Kiranya, akan sulit ditemukan fenomena ngaret serupa di Jepang ataupun Korea.

Tidak jarang yang mengakali kebiasaan ngaret masyarakat dengan memajukan jadwal acara setidaknya satu jam lebih awal dalam undangan. Apakah cara itu cukup efektif? Tentu tidak, pemirsa!

Alasan kemacetan yang awalnya dapat menjawab segala jenis keterlembatan, saat ini berangsur-angsur tergantikan oleh kehadiran mantra OTW.

Kebiasaan itu memang terkesan sepele, seirama dengan hurufnya yang sebatas terdiri dari tiga digit. Namun, imbasnya nggak bisa disepelekan begitu saja. Telah banyak dosa besar tercipta, yang diawali dengan mantra setan tersebut.

Bagi kalian yang masih hobi OTW hingga detik ini, mending mulai sekarang kamu pikir ulang, deh! Nih, dampak buruknya.

Menggerus Kepercayaan
Orang bijak mengatakan, kepercayaan itu mahal. Jargon itu memang benar adanya. Tidak sebatas orang pacaran saja yang butuh kepercayaan, berteman juga perlu.

Kalau kamu terus-terusan biarin teman-temanmu nunggu dan kamu masih tetap memberikan alasan klasikmu itu, lama-kelamaan mereka nggak bakalan percaya lagi sama kamu. Serius!

Tak satupun orang yang mau terjerumus di lubang yang sama. Hus, otaknya nggak boleh travelling! Maksudnya, nggak ada orang yang mau dibohongi berkali-kali. Selain dicap sebagai orang yang nggak menghargai waktu, kamu juga bakalan dianggap nggak menghargai orang lain.

Meme lucu budaya OTW milenial. | via 1cak.com
Meme lucu budaya OTW milenial. | via 1cak.com
Suatu saat temen kamu akan bosan juga dengar kata OTW kamu setiap kali kalian mau jalan. Mereka nggak mungkin tahan nungguin kamu terus-terusan. Lagi-lagi kepercayaan mereka semakin tergerus, lalu hanyut bersama dakimu di empang.

Setiap mau jalan mereka nggak akan lagi ngajak kamu. Teman-temanmu bakalan mulai mencari pengganti dirimu dengan orang lain yang dapat dipercaya, yang nggak sekedar janji-janji OTW doang!

Membudayakan Rasa Malas
Jimat OTW merupakan kampanye rasa malas terselubung. Kebiasaan itu akan membuat pelakunya terjatuh ke dalam lembah kemalasan yang teramat keji.

Salah satu pemicu pemakaian kata OTW ialah rasa malas yang begitu besar yang tengah menggerogoti jiwa dan ragamu. Ketika dirimu masih terbenam di dalam selimut, OTW lah yang lantas menjadi kambing hitam atas keterlambatanmu.

Dalam jangka panjang, kamu akan mulai terbiasa memakai alasan yang sama saat datang telat. Di saat itu pula kemalasan berevolusi menjadi kebiasaan, bahkan menjadi budaya bila dilakukan secara berjamaah dan kamu sebagai imamnya.

Produktivitas Menurun
Seluruh kegiatan yang mungkin sudah kamu susun sedari jauh-jauh hari akan berantakan jika kebiasaan ngaret dalam balutan OTW masih tetap berlanjut.

Berawal dari rasa malas yang kemudian membuat kamu datang terlambat dalam berbagai kesempatan pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas kamu.

Ngaret jelas menyebabkan kemunduran waktu, menjadikan kamu yang harusnya saat itu bisa menyelesaikan lima agenda, hanya menjadi tiga agenda saja. Seluruh target kamu pun terbengkalai begitu saja.

Bagaimana jadinya jika kebiasaan yang sama tak hanya dipraktikkan ke teman-temanmu, melainkan juga kepada bos kamu di tempat kerja. Bisa-bisa kamu akan kehilangan pekerjaan. Horor, kan?

Meme lucu budaya OTW milenial. | birilio.net
Meme lucu budaya OTW milenial. | birilio.net
Pernah bayangin nggak jika mantra OTW diucapkan oleh pejabat negara? Taruhlah oleh Ketua DPR tatkala ditanya pendemo mengenai program pemerintah.

"Yang Terhormat Ketua DPR yang begitu dimuliakan berkat anggaran dari pajak rakyatnya, apakah UU Cipta Kerja bener-benar mampu merangsang ketersediaan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang telah terdampak pandemi?" tanya seorang pendemo dengan lantangnya.

"OTW, Bro!" tegas sang Pimpinan DPR dengan begitu entengnya sambil garuk-garuk biji. Nangka. Dua.

Masih ingat, kan, abreviasinya OTW apa? Oke turu wae? Salah! Ojo takon wae!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun