Ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa warkop pangku bisa menjadi salah satu tempat ideal untuk melepas fase puber kedua bagi mereka yang merayakannya.
Isu Sosial dalam Pahitnya Kopi Pangku
Warkop pangku bukan hal yang secara tiba-tiba muncul tanpa adanya hukum sebab-akibat. Selain oleh karena adanya kebutuhan syahwat pria hidung belang, fenomena tersebut juga menyibak tabir mengenai isu sosial dalam masyarakat.
1. Eksploitasi
Warkop pangku menjadikan pramusaji sebagai daya tarik utamanya yang juga menempatkan Kaum Hawa tidak lebih dari sekedar komoditas.
Mereka dipekerjakan tak hanya sebatas meracik minuman dan menyuguhkannya kepada para pengunjung, melainkan juga memberikan layanan ekstra. Dari situlah bibit eksploitasi bermula.
Para pemilik warkop pangku lazimnya menjarat wanita-wanita muda dengan memberikan iming-iming gaji tinggi, tetapi melalui pekerjaan yang ringan.
Mereka akan memaksa pramusaji untuk memberikan layanan maksimal. Tanpa peduli apakah hal tersebut pantas untuk dilakukan atau tidak, asalkan pelanggan betah. Semakin nakal aksinya, semakin banyak pula uang yang bisa didapatkan para pemilik modal.
Adanya ancaman tertentu juga membuat para pramusaji terjebak dalam lingkaran eksploitasi. Mereka juga terancam untuk diperdagangkan dalam skema prostitusi terselubung yang sulit dihindari.
2. Ekonomi
Menjadi pramusaji di kedai kopi pangku sejatinya bukan pilihan dari hati nurani. Sebagian besar pramusaji terpaksa harus memilih profesi tersebut karena tidak memiliki pekerjaan lain yang lebih layak.