Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Apa yang Terjadi Jika Artificial Intelligence Mampu Deteksi Ras Manusia?

19 Desember 2020   16:23 Diperbarui: 21 Desember 2020   17:23 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daftar 10 kota paling diawasi (CCTV) di dunia. | CSIS.org

Layaknya manusia, AI melibatkan banyak data dan informasi (knowledge base) guna ia jadikan pengetahuan. Pengalaman juga diperlukan agar kecerdasannya optimal.

Faktor paling krusial dalam kecerdasan AI menyangkut learning, reasoning, dan self correction. Proses itu sangat identik dengan manusia saat melakukan analisis sebelum membuat keputusan.

Proses pembelajaran AI pun tidak selalu diperintahkan manusia, ia akan belajar dengan sendirinya menurut data-data dan pengalaman selama kita gunakan.

Saat ini negara-negara maju berlomba-lomba menjadi yang termutakhir dalam pengembangan kecerdasan buatan. Cina mulai unjuk taring untuk menggoyang dominasi Amerika Serikat dalam hal AI.

Otoritas Cina mengucurkan dana segar mencapai 150 miliar dolar atau sekitar Rp2.075 triliun hanya untuk membangun industri teknologi AI nasional. Sebuah megaproyek yang sangat ambisius dari Negeri Tirai Bambu di bidang teknologi.

The New York Times melaporkan bahwa sejak 2017 Tiongkok tengah membangun kecerdasan buatan sebagai salah satu dari fokus utama mereka untuk dieksplorasi. Selain menjadi target nasional, Cina juga bersiap untuk memimpin sektor tersebut secara global pada 2030.

Ilustrasi teknologi facial recognition berbasis Artificial Intelligece (AI) yang dikembangkan oleh otoritas Cina. | Credit: WashingtonPost.com
Ilustrasi teknologi facial recognition berbasis Artificial Intelligece (AI) yang dikembangkan oleh otoritas Cina. | Credit: WashingtonPost.com
Cina ingin menggunakan AI di hampir semua bidang dalam masyarakat seperti pertanian, kesehatan, pendidikan, lalu lintas, keamanan, manufaktur, dan lain-lain. Penetrasi masif itu akan membuat Beijing menjadi Digital Silk Road global.

Untuk mewujudkan ambisinya, otoritas Tiongkok bekerjasama dengan sejumlah raksasa teknologi intelegensi artifisial. Beberapa di antaranya yakni Hikvisions, Sense Time, Huawei, serta Megvii yang semuanya berkantor pusat di Tiongkok.

Tangkapan layar dokumen pengujian software facial recognition oleh Huawei. | Cyberthreat.id/YAS
Tangkapan layar dokumen pengujian software facial recognition oleh Huawei. | Cyberthreat.id/YAS
Mereka ditengarai sedang menguji coba teknologi kecerdasan buatan yang telah terintegrasi dengan kamera, server, dan cloud untuk mengidentifikasi kelompok ras tertentu kemudian mengirim sinyal notifikasi kepada pihak keamanan Cina. Teknologi itu berwujud facial recognition (pengenalan wajah) dengan sistem AI.

Kabar itu pertama kali dirilis oleh The Washington Post yang menyitir klaim sebuah organisasi riset bernama IPVM tentang keterlibatan Cina (8/12/2020).

Rupanya, laporan yang sama juga pernah diklaim New York Times pada 2019 lalu, bahwa sejumlah entitas teknologi di Cina yang mempunyai teknologi identifikasi wajah, tengah meracik algoritme khusus untuk mengirim peringatan terkait etnis Uighur. Sistem tersebut terintegrasi ke jaringan kamera pengintai (CCTV) yang tersebar di seluruh penjuru Cina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun