Sejak saat itu "kerah biru" sangat identik dengan pekerjaan yang melibatkan tenaga kerja terampil ataupun tidak terampil, meliputi pekerjaan di bidang manufaktur, pertambangan, pertanian, perikanan, pertamanan, pergudangan, pengolahan makanan, dan ragam jenis pekerjaan fisik lainnya.
Mereka tidak diwajibkan memiliki gelar khusus. Pekerja kerah biru memiliki kemungkinan tidak mendapatkan gaji sama sekali, karena mereka bekerja dengan upah per jam atau dibayar dari setiap barang yang mampu mereka produksi.
White Collar (Pekerja Kerah Putih)
Di era Victoria, kemeja putih berkerah merupakan simbol status sosial dan kekayaan. Hanya para bangsawan dan orang-orang kaya yang mampu untuk sering mencuci kemejanya serta memiliki cukup banyak pakaian untuk dikenakan secara bergantian.
Kemeja putih, yang menjadi akar dari istilah White Collar, masih menjadi barang yang mewah karena harganya mahal dan terbuat dari material langka.
Seiring dengan pesatnya perkembangan industri tekstil, kemeja putih mulai bisa dijangkau semua kalangan, tetapi tidak menghilangkan kesan prestise bagi orang-orang yang mengenakannya.
Lantas pada 1924, pendiri IBM, Thomas J. Watson, menginginkan adanya dress code dan meminta para karyawannya untuk mengenakan kemeja putih klasik. Sejak saat itu kemeja putih dikenal sebagai business dress code.
Kerah putih umumnya digunakan untuk menyebut pekerja yang tak memerlukan pekerjaan fisik yang berat serta sebagai pembeda antara terminologi "kerah biru" yang sudah terlebih dulu lahir.
Kala itu Sinclair mengacu pada kode berpakaian kemeja berkerah putih yang wajib dikenakan oleh pekerja kantor pria selama abad ke-19 dan ke-20. Biasanya, pekerja kerah putih dibayar dengan gaji tetap mingguan atau bulanan, bukan upah per jam.
Pekerja kerah putih bekerja di belakang meja di perusahaan jasa. Mereka menghasilkan lebih banyak uang daripada pekerja kerah biru dan keduanya berada di kelas sosial yang berbeda. Lazimnya, mereka mengenyam pendidikan yang lebih tinggi dibanding pekerja kerah biru.
Pada abad ke-21 warna kerah kemeja tidak lagi dipakai sebagai penanda kelas pekerja. Semua pekerja dapat memakai kemeja warna apa saja selama tidak menyalahi aturan atau kecuali jika sudah ditentukan oleh pihak pemberi kerja.