Pimpinan klub Newcastle saat itu, Stan Seymour Jr., bahkan menjuluki dirinya sebagai "George Best without brain" karena skill olah bola Gazza layaknya George Best, tapi kerap berprilaku "gila" di dalam maupun di luar lapangan.
Suatu ketika rekan setimnya dari Brazil, Mirandinha, yang tidak bisa berbahasa Inggris, ingin memesan kopi di sebuah kafe, lalu Gazza meminta dirinya untuk mengatakan "Fuck off Ronnie. Fuck off!" kepada si pelayan kafe. Sontak, Gazza dan semua rekannya pun tertawa terpingkal-pingkal karena kalimat tersebut adalah hinaan (verbal abuse).
Sebuah perayaan gol ikonik ke gawang Skotlandia pada Euro 1996 sangat sulit lepas dari ingatan. Gazza merayakannya seolah duduk di kursi dokter gigi sambil menerima semburan air minum sebagai bentuk sindiran saat foto-foto dirinya dengan rekan setimnya sedang berpesta miras di Hongkong dalam persiapan tim menuju ajang empat tahunan tersebut.
Gazza bahkan pernah buang air besar di kaos kaki Gennaro Gattuso sebagai salam perkenalan saat keduanya sama-sama bermain untuk Glasgow Rangers. Segala tingkah konyolnya itu membuat dirinya dijuluki sebagai “Si Badut”.
Sejak kecil Gazza memang sudah dikenal sebagai trouble maker. Bersama sahabat masa kecilnya, Jimmy, ia pernah diseret ke pengadilan dan dijatuhi denda atas kasus penyerangan.
Meski berkarakter bengal, bakat besarnya berhasil memikat para manajer top Liga Inggris, yang salah satunya datang dari juru taktik Manchester United kala itu, Sir Alex Ferguson.
Bagi Fergie, ada dua "Wow factor" yang pernah ia rasakan sepanjang kariernya sebagai manajer, yakni ketika ia melihat seorang Cristiano Ronaldo bermain untuk Sporting Lisbon dan ketika menyaksikan permainan indah milik Gazza.
Momen tersebut dirasakan langsung oleh Fergie ketika ia memimpin skuatnya bertanding melawan Newcastle. Gazza sukses membuat Norman Whiteshide dan Remi Moses layaknya pemain amatir.
“Paul Gascoigne adalah pemain yang bisa membuat kita melonjak berdiri dari bangku penonton,” kata Fergie.
Kala itu usianya baru memasuki 20-an. Muda dan penuh talenta merupakan 2 hal yang disukai oleh Fergie saat memantau pemain. Ia sudah memiliki fantasi jika Gazza diduetkan dengan Bryan Robson, Mark Hughes, dan Eric Cantona.
Namun, kekaguman Fergie akhirnya bertepuk sebelah tangan. Jika Ronaldo berhasil ia rekrut, maka tidak dengan Gazza. Ia lebih memilih Tottenham Hotspur yang kemudian merekrutnya pada musim 1988.