Benih krisis finansial yang dialami oleh Bercelona sejatinya sudah ditanam saat Neymar hengkang ke PSG. Kala itu Barca mengantongi fresh money mencapai 222 juta euro untuk dibelanjakan.
Akan tetapi, manajemen Barca di tangan Bartomeu tidak memiliki visi yang jelas mengenai aspek sepak bola. Mereka telah menyia-nyiakan uang hasil penjualan kontroversial dari mega bintangnya itu.
Penjualan Neymar yang hingga saat ini masih menjadi rekor pemain termahal di dunia, meninggalkan efek domino berupa inflasi di bursa transfer. Setiap tim yang mengetahui rekening gendut Barca tentu tak akan melepaskan pemainnya dengan harga murah.
Keputusasaan guna mengisi kekosongan Neymar membuat Barca kembali harus menggelontorkan 140 juta euro untuk menebus Coutinho. Ia masih kesulitan untuk menyatu ke dalam sistem Barca. Bahkan ia juga sempat dipinjamkan ke Bayern untuk mengurangi beban gaji.
Transfer Griezmann yang menghabiskan anggaran klub senilai 120 juta euro bukan lagi untuk menggantikan posisi Neymar, tapi untuk mencari suksesor Luis Suarez. Seiring berjalannya waktu, perekrutan Griezmann belum mencerminkan pilihan yang tepat bagi tim. Sama halnya dengan Coutinho, ia masih kesulitan membaur ke dalam sistem.
Kebijakan transfer pemain yang dibuat Barca di bawah rezim Nobita tidak pernah direncanakan dengan matang. Aktivitas jual-beli pemain hanya dipakai sebagai langkah untuk menyeimbangkan neraca keuangan klub dan hal itu terbukti gagal.
Sejak rezim Bartomeu yang dimulai pada Januari 2014, hanya pemain seperti Ter-Stegen, Bravo, Suarez, dan Paulinho yang dapat dikategorikan pembelian sukses. Lenglet, De Jong, dan sejumlah rekrutan baru lainnya masih memiliki banyak hal untuk dibuktikan.
Pembelian pemain-pemain seperti Andre Gomes, Thomas Vermaelen, Aleix Vidal, Lucas Digne, Arda Turan, Yerry Mina, Malcom, Martin Braithwaite, dan sederet pemain lain yang berakhir di daftar jual tak memiliki kapasitas untuk bisa sukses di Camp Nou.
Barcelona terkesan hanya membuang-buang tabungan mereka untuk membeli sejumlah pemain (panic buying) yang tidak benar-benar dibutuhkan oleh tim.
Menurut calon presiden klub, Victor Font, Barca belum mengelola keuangan mereka dengan cermat sejak pemilihan presiden terakhir (2015). Hal itu dikombinasikan dengan manajemen buruk yang saat ini menempatkan Barca dalam posisi sulit.