Kebijakan tersebut akan memaksa setiap klub yang meminati jasa pemain mereka untuk menebus sejumlah release clause yang menempel di kontraknya.
Hal itu tercermin dari transfer Kepa ke Chelsea dan Laporte ke City. Keduanya ditebus dengan total 145 juta euro, senilai klausul pelepasannya masing-masing. Uang itu lantas akan mereka investasikan kembali untuk meningkatkan fasilitas klub dan akademi mereka agar tetap bisa melahirkan Kepa dan Laporte berikutnya.
Mempertahankan prinsip bukan hal yang mudah di era industrialisasi sepak bola. Bahkan sudah terlalu banyak klub yang rela mengubah filosofi dan kebijakannya untuk mengakomodasi kapitalisme.
Athletic merupakan anomoli di atmosfer sepak bola modern yang menghendaki prestasi instan. Mereka lebih memilih untuk mengutamakan primordialisme dalam menjalankan klub. Hal yang patut dibanggakan oleh seluruh pemain dan suporternya.
Pada dasarnya apa yang dilakukan oleh Athletic bukan termasuk diskriminasi, melainkan menjaga talenta lokal agar selalu mendapatkan ruang di tim utama serta mewujudkan mimpinya menjadi pemain sepak bola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H