Kapitalisasi menempatkan pemain sebagai salah satu aset investasinya. Sehingga, selain mendulang prestasi, pemain juga menjadi bagian dari bisnis itu sendiri--untuk mendatangkan keuntungan.
Ajax dan Southampton adalah klub yang memiliki akademi terbaik di Eropa. Pengembangan akademi mereka terkesan bukan untuk membangun kejayaan klub, melainkan hanya untuk dijual. Pemain-pemain jebolan akademinya dihargai mahal oleh klub-klub kaya Eropa. Hal itu semakin menegaskan posisi pemain sebagai salah satu lini bisnis klub.
Kualitas dan popularitas para pemain juga memiliki pengaruh yang cukup masif terhadap naiknya harga di bursa transfer. Label harga lazimnya akan berbanding lurus dengan kualitas dan popularitasnya. Meski dalam beberapa kasus, harga tak selalu berkaitan dengan kualitas seorang pemain. Mungkin saja pemain dihargai lebih murah dengan kualitas yang sama atau bahkan lebih tinggi karena adanya tawar menawar.
Bagi pemain yang memiliki popularitas tinggi akan memudahkan klub untuk meraih keuntungan dari marchandise. Sehingga label mahal pemain bintang sebanding dengan hasil penjualan marchandise-nya.
Seorang pemain juga akan dihargai tinggi jika menjadi target banyak klub. Sesuai hukum ekonomi, ketika permintaan terhadap barang melesat maka harga barang tersebut juga akan meningkat. Begitu halnya dengan pesepakbola yang akan semakin mahal jika banyak klub yang meminatinya.
Stigma pemain berlabel mahal juga melekat pada pemain didikan klub Inggris. Hal ini disebabkan oleh regulasi dari The FA yang mewajibkan setiap klub peserta liga mendaftarkan 8 pemain homegrown yang mulai diterapkan pada musim 2014/15.
Pemain homegrown ialah pemain binaan akademi klub bersangkutan. Pemain itu tidak harus berasal dari Inggris, namun setidaknya meraka sudah tiga tahun membela klub asal Negeri Ratu Elizabeth itu sebelum berusia 21 tahun.
Mau tidak mau setiap klub yang memiliki kekurangan kuota tersebut akan berburu pemain homegrown berapa pun harganya. Inilah yang menjadi salah satu alasan para pemain Inggris lebih mahal daripada non-Inggris.
Premier League sukses menduduki klasemen teratas di antara 5 liga top Eropa dalam hal revenue. Tidak heran jika klub-klub Inggris sangat boros di bursa transfer karena pendapatan mereka dari sejumlah unit bisnis juga sangat tinggi dibandingkan dengan liga-liga lain di dunia.
Semakin banyak uang dan pihak yang dilibatkan dalam sepak bola, seperti hak siar, tiket, stadion, sponsor, marchandise, staff ofisial klub, dan agen pemain maka semakin tinggi pula tren harga pemain sebagai eksesnya.