Sejak mulai diterapkan pada tahun 2011, FFP lebih banyak menghukum klub-klub semenjana. Mulai dari Malaga, Rubin Kazan, Maccabi Tel Aviv, hingga klub gurem liga Turki.
Adapun klub-klub elit Eropa yang telah terbukti melanggar seperti PSG, City, dan AC Milan hanya sebatas dijatuhi denda tanpa adanya larangan bermain di level kompetisi Eropa sebagaimana mestinya.
Lantas, apakah regulasi tersebut hanya menyasar klub kecil daripada klub besar?
Banyak pihak yang menilai jika hukuman itu justru menodai nama baik UEFA serta aturan FFP yang telah mereka rumuskan sendiri.
Presiden FIFA Gianni Infantino, yang saat itu masih menjabat sebagai sekretaris jendral UEFA, disebut menjadi dalang di balik lolosnya duo klub petrodolar dari jerat sanksi terkait pelanggaran FFP.
Infantino berdalih defisit PSG dan City masih dalam batas aman. Padahal, menurut data Football Leaks, penyidik dari UEFA, dan auditor independen menemukan kerugian PSG dan City masing-masing mencapai 218 juta euro dan 188 juta euro. Luar biasa!
Ketika uang dalam jumlah besar sudah dilibatkan, regulasi yang diharapkan mampu menciptakan stabilitas keuangan dan mengurangi kesenjangan antara klub kaya dan klub miskin tak berjalan sesuai niat mulianya di awal perumusan. Namun sebaliknya dapat memicu korupsi, kolusi, dan nepotisme di tubuh UEFA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H