Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Begini Cara Pemain Titipan "Gerogoti" Sepak Bola Indonesia

5 Agustus 2020   12:02 Diperbarui: 5 Agustus 2020   19:40 2609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meet and greet serta coaching clinic bersama Indra Sjafri di Stadion Surajaya Lamongan | dokpri

Layaknya sel kanker, budaya pemain titipan menjadi masalah klasik yang terus-menerus menggerogoti organ tubuh sepak bola Indonesia.

Fenomena itu terjadi secara menyeluruh mulai dari level grass root, amatir, hingga profesional. Situasi tersebut semakin diperburuk oleh kinerja pengurus PSSI selama ini yang tak kunjung waras.

Rumor itu kini menyeruak setelah PSSI memanggil 46 pemain Timnas Indonesia U-19 dan 29 pemain Timnas senior untuk mengikuti training center (TC) bersama pelatih barunya, Shin Tae-yong.

Timnas senior dipersiapkan guna menghadapi 3 laga sisa Kualifikasi Piala Dunia 2022, melawan Thailand, Uni Emirat Arab, dan Vietnam. Sedangkan Timnas U-19 akan mengarungi Piala Asia U-19 2020 di Uzbekistan yang akan digelar pada 14-31 Oktober mendatang.

Adanya sejumlah nama-nama baru menjadi pemicu rumor pemain titipan kembali memanas di kalangan pecinta sepak bola Tanah Air.

Tak lama berselang. Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan menegaskan bahwa PSSI hanya memanggil pemain-pemain pilihan Shin beserta tim kepelatihannya. Termasuk pemain-pemain blasteran semisal Elkan Baggot dari klub Ipswich Town (kasta ke-3 Inggris).

Namun, Iwan Bule mengamini praktik pemain titipan tersebut memang terjadi. Lantas ia mengaku pernah ada pihak yang "menitip", akan tetapi permintaan itu ia acuhkan karena yang menentukan bukan dirinya.

Hal senada juga pernah disampaikan oleh Indra Sjafri saat mengisi sebuah seminar di kampus UNAIR Surabaya 30 November 2013 lalu. Ia membeberkan mengenai banyaknya pemain titipan yang dipaksakan masuk ke timnas meskipun secara teknis tak memadai.

Dari seratusan pemain di awal masa seleksi, Indra yang saat itu menjabat sebagai pelatih Timnas U-19 mencoret semua pemain itu karena dianggap tidak layak, kecuali M. Hargianto--yang ia nilai mumpuni.

Lima tahun berselang, tepatnya pada 3 Maret 2018, Indra Sjafri yang membawahi Indra Sjafri Football Academy (ISFA) menggelar meet and greet serta coaching clinic di Stadion Surajaya Lamongan.

Meet and greet serta coaching clinic bersama Indra Sjafri di Stadion Surajaya Lamongan | dokpri
Meet and greet serta coaching clinic bersama Indra Sjafri di Stadion Surajaya Lamongan | dokpri
Menurut penuturan ayah saya yang kala itu hadir sebagai tim pelatih level grass root, lagi-lagi Indra mengangkat topik yang sama, yakni terkait pemain titipan. Lantas apa yang membuat mantan pelatih Timnas U-19 begitu gemas dengan pemain titipan?

Kejengkelan Indra dalam melihat fenomena pemain titipan itulah yang membuat dirinya dikenal dengan gaya "blusukannya" untuk mencari talenta muda di seluruh penjuru Indonesia. Ia memandang pemilihan pemain adalah hak prerogratifnya sebagai pelatih. Tak seorangpun--tidak pula PSSI--yang dapat mengintervensinya.

Di level setingkat lebih bawah. Pelatih Timnas U-17 Fakhri Husaini mengaku pernah dihubungi seorang penjabat yang meminta anaknya diikutsertakan di skuad Timnas. Dengan tegas Fakhri menolaknya karena ia tak mau mengakomodasi pemain titipan.

Rumor tersebut rupanya tidak hanya berkembang di kalangan internal PSSI dan tim kepelatihan saja. Eks pemain Timnas medio 1998-2004, Alexander Pulalo, juga turut mengungkapkan sejumlah fakta tentang persepakbolaan Indonesia.

Salah satunya ketika PSSI terlalu ikut campur dalam pemilihan pemain timnas, sehingga adanya pemain titipan tidak terhindarkan. Ketika menjadi punggawa timnas ia harus "berdarah-darah" untuk menyisihkan pamain lain agar bisa lolos, namun saat ini pengurus PSSI lah yang menentukan.

Alex menjelaskan, jika PSSI memang benar-benar serius mencari talenta muda seperti yang dilakukan oleh Indra, tidak menutup kemungkinan Indonesia bisa menembus Piala Dunia. Harapan ini agaknya sudah terwujud, meskipun hadirnya Timnas U-20 pada Piala Dunia 2021 bukan atas kehebatannya melainkan karena "tiket auto-lolos" sebagai host.

Pada tataran klub. Tak jarang ditemui pejabat atau pihak-pihak yang memiliki akses dan afiliasi dengan klub meminta kerabatnya untuk diloloskan ke dalam skuad. Tentunya ada simbiosis mutualisme di sini.

Meet and greet serta coaching clinic bersama Indra Sjafri di Stadion Surajaya Lamongan | dokpri
Meet and greet serta coaching clinic bersama Indra Sjafri di Stadion Surajaya Lamongan | dokpri
Praktik pemain titipan telah menjadi budaya yang sulit ditolak oleh pelatih karena bisa mengancam posisinya sebagai juru taktik. Hal ini tidak terlepas dari kedudukan sepak bola modern sebagai bisnis.

Mereka tidak memiliki kuasa untuk memilih semua pemain yang memang benar-benar murni atas dasar pilihannya sendiri. Selalu ada saja pemain-pemain yang disusupkan untuk kepentingan sponsorship.

Apalagi jika pemain tersebut sudah lebih dahulu menjalin kontrak dengan sponsor, semakin sering bermain maka semakin meroket pula popularitas para pemain titipan beserta brand sponsornya.

Kapitalisasi meyebabkan peran sponsor sebagai sumber dana utama organisasi sepak bola teramat vital untuk menghidupi dirinya. Tanpa sponsor, klub dan organisasi sepak bola akan limbung.

Dominasi sebuah organisasi atau perusahaan dalam ranah kapitalisme adalah profit orientied. Artinya, penetapan suatu kebijakan (bisnis) selalu mengarah pada rasionalitas untung rugi sehingga urusan sepak bola itu sendiri seringkali dikesampingkan.

Bilamana budaya pemain titipan semacam ini tetap dipraktikkan, akan berpotensi pada hal-hal sebagai berikut:

#1 Mematikan proses regenerasi

Adanya pemain titipan yang dipaksakan ke dalam skuad akan menyingkarkan pemain berbakat yang sesungguhnya. Pemain-pemain yang lebih berhak untuk lolos harus tergusur dan merelakan posisinya.

Proses seleksi pemain yang didasarkan pada level permainan, intelegensia, teknik, serta kemampuan pemain dalam memahami instruksi pelatih hanya menjadi formalitas belaka.

Melalui jalur "by pass" pemain titipan "mengencingi" sportivitas. Mereka akan melenggang mulus tanpa harus bekerja keras agar namanya terpampang di papan starting line-up.

Jika fenomena ini terus berlanjut, regenerasi pada level grass root pun akan mandek karena dijejali konflik kepentingan dan pemain titipan, bukan para pemain yang benar-benar memiliki talenta.

#2 Menurunkan performa tim

Mereka yang mendapatkan tempat di skuad tanpa harus "berdarah-darah" lebih dahulu akan berdampak pada performanya saat berlaga. Naluri berkompetisi mereka sudah luntur sejak dalam tahap seleksi.

Jalur "by pass" yang mereka tempuh menandakan bahwa mereka tidak memiliki sejumlah atribut yang diperlukan sebagai pemain hebat. Imbasnya, tim yang diperkuat oleh pemain-pemain semacam ini akan kehilangan determinasi dan semangat juang.

Padahal determinasi dan semangat juang itulah yang membuat sebuah tim memiliki mental juara. Hal yang sama juga mampu menyulap sebuah tim gurem menjadi kuda hitam yang menakutkan.

#3 Merusak harmoni skuad

Harmoni merupakan hal yang sangat penting untuk keseimbangan sebuah tim. Pasalnya, kekompakan antar pemain adalah modal utama bagi kesebelasan untuk mengarungi jadwal kompetisi yang ketat.

Sebagus apapun kualitas sebuah tim, tanpa harmoni kerja sama tim akan berantakan, hingga label juara pun akan sulit diraih. Setidaknya ada 2 faktor utama dalam membentuk harmoni, yakni kepercayaan dan komunikasi antar pemain.

Kehadiran para pemain titipan akan membuat para pemain yang telah berjuang dari bawah kehilangan kepercayaan kepada timnya maupun kepada dirinya sendiri. Selanjutnya akan merusak komunikasi antar pemain, begitu pula dengan harmoni skuad.

#4 Miskin gelar

Ketiga faktor di atas akan berimplikasi langsung pada raihan gelar. Tak satu pun tim yang mampu meraih gelar dengan berbekal keseimbangan tim yang lemah dengan materi pemain titipan pula.

Semangat juang dan mental juara harus dilatih sedini mungkin sejak pemain masih dalam tahap seleksi sekalipun. Mereka yang telah melewati fase ini akan memiliki semangat pantang menyerah dan mental juara.

Sebaliknya, para pemain titipan yang sudah terbiasa dimanjakan lewat status "auto-lolos" akan berjuang dengan setengah hati. Dengan demikian maka label spesialis runner up akan terus-menerus disandang oleh Timnas Indonesia.

#5 Membuka peluang KKN

Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merupakan musuh utama Bangsa Indonesia sejak lama, tidak terkecuali dalam dunia sepak bola.

Keberadaan pemain titipan dapat dijadikan sebagai parameter bahwa ada yang salah perihal rekrutmen. Komitmen dan integritas pada level manajerial juga patut dipertanyakan.

Untuk merekomendasikan pemain lazimnya akan diikuti pula dengan upaya KKN demi memuluskan agenda para pemilik kepentingan. Kebiasaan ini dapat membentuk "kartel" dalam dunia sepak bola.

Lapangan sepak bola yang idealnya dijadikan ajang perang strategi justru digunakan untuk beradu taktik kotor guna meraup keuntungan pribadi. Kalau sudah begitu apa yang dapat diharapkan dari sepak bola Indonesia?
*****
Menimbang sejumlah faktor di atas, tak heran jika Satgas Antimafia Bola akhirnya harus turun gunung guna melakukan pengawasan secara menyeluruh, termasuk dalam proses rekrutmen Timnas U-19 untuk persiapan Piala Dunia U-20 2021 mendatang.

Kasatgas Antimafia Bola, Brigjen Hendro Pandowo menyatakan kesiapannya untuk membantu PSSI dalam mewujudkan sepak bola Indonesia yang bersih, bermartabat dan berprestasi.

Namun, semua upaya itu akan sia-sia jika PSSI dan seluruh elemen persepakbolaan Indonesia tidak melakukan hal yang sama dalam memerangi budaya pemain titipan. Kebiasaan lama yang cenderung destruktif itu sudah seharusnya ditinggalkan kemudian diganti dengan kerja keras dan semangat sportivitas.

Setidaknya saat ini Timnas Indonesia sudah memiliki modal idealisme dalam diri Shin Tae-yong. Semoga Shin mampu membawa Indonesia menjadi jawara di negerinya sendiri.

Jayalah sepak bola Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun