Berada di tengah himpitan ekonomi yang kian hari kian mencekik akibat COVID-19, memaksa jutaan orang berebut angin surga melalui Program Kartu Prakerja.
Segala upaya dilakukan oleh mereka yang saat ini tengah berada pada kelompok ekonomi rentan, setidaknya untuk sedikit memperpanjang nafas di tengah kesulitan yang seakan tak berkesudahan.
Kritik bertubi-tubi datang dari segala arah terhadap program yang pada awal perumusannya khusus menyasar para pencari kerja usia muda, lantas kini dipaksa untuk berputar haluan guna menyelamatkan masyarakat yang terdampak pandemi.
Kartu Prakerja dinilai hanya sekedar "menggugurkan kewajiban" atas janji kampanye Jokowi pada Pilpres 2019 dengan implementasi yang asal-asalan.
Ihwal senada juga pernah disampaikan oleh salah satu jajaran kabinetnya, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani, pada Januari lalu. Ia bingung bagaimana realisasi program yang akan memakan anggaran Rp 10 triliun ketika itu, yang mengindikasikan bahwa "gimmick" Kartu Prakerja sebenarnya tidak memiliki perencanaan yang baik.
Awalnya, Kartu Prakerja dikritik karena pelatihan online yang tidak tepat guna dan bisa didapatkan secara gratis justru dijual melalui platform digital dengan harga yang cukup fantastis. Selain itu kemitraannya pun sarat akan aroma nepotisme dan konflik kepentingan.
Masalah baru kemudian muncul, yakni verifikasi yang jauh dari kata akurat. Mereka yang benar-benar terkena PHK justru tidak lolos verifikasi lanjutan setelah menyelesaikan beragam tes yang diujikan.
Amburadulnya verifikasi peserta pernah dibuktikan oleh Pendiri portal Gresnews, Agustinus Edy, yang dinyatakan lolos serta berhak atas manfaat Kartu Prakerja meski ia secara terang-terangan mengaku masih bekerja. Terlebih Agustinus adalah seorang pengusaha. Ia juga mengaku tidak menyelesaikan materi pelatihan agar uang insentif bisa dicairkan.
Hal itu menunjukkan tidak adanya kerja sama yang baik antara lembaga pemerintah yang berwenang, sehingga peserta yang sejatinya tidak memenuhi syarat pun bisa lolos verifikasi dengan mudah.
Jika dilihat dari konten pelatihan yang ditawarkan, ada materi yang cukup menggelikan seperti kelas mancing dan pelatihan pengelolaan masjid yang masing-masing dijual seharga Rp 799 ribu dan Rp 350 ribu. Meski video mancing serupa tersedia gratis di Youtube. Sedangkan pengelolaan masjid, hingga kini saya belum bisa membayangkan skill semacam itu akan dibutuhkan dalam dunia kerja.