Sampai detik ini saya belum menemukan satupun kesebelasan baik di level timnas maupun klub yang mampu menjuarai sebuah kompetisi dengan kondisi manajerial atau komunikasi yang buruk.
Perbedaan bahasa memang seringkali menjadi penghambat. Dan hal itu bisa dihilangkan dengan adanya penerjemah yang ditunjuk PSSI yang bisa dijadikan media perantara dalam berkomunikasi.
Kepala pelatih seharusnya menjadi contoh bagi anak asuhnya tentang cara berkomunikasi yang baik dan efektif di luar dan di dalam lapangan. Bukan malah saling berperang kata-kata di saat belum mencapai prestasi apa-apa.
Sebagai pelatih bermental juara rasanya target menjuarai Piala AFF bukan hal yang terlalu muluk-muluk. Karena memang siapapun pelatih timnas yang dipersiapkan untuk menghadapi Piala AFF, target menjuarai turnamen dua tahunan tersebut adalah hal yang sangat wajar dan realistis.
Jika memang target juara pada level Asia Tenggara saja dianggapnya tidak realistis, lantas kenapa Shin bersedia menandatangani kontrak bersama PSSI?
Dalam hal ini saya sependapat dengan Indra. Pelatih yang mengantarkan timnas U-19 Juara Piala AFF 2013, timnas U-22 Juara Piala AFF 2019 dan medali perak Sea Games Manila 2019 itu menganggap Shin Tae-yong mengalami penurunan kepercayaan diri, termasuk membawa Indonesia menjadi juara Piala AFF 2020.
Bahkan Shin kini lebih sibuk berperang kata-kata dibandingkan memfokuskan diri untuk mempersiapkan timnas agar siap berlaga di Piala AFF 2020.
Shin ingin anak asuhnya melakoni TC di Korea Selatan. Sementara itu, PSSI ternyata sudah mempersiapkan tempat TC di Indonesia--tepatnya di Lapangan ABC Senayan dan Stadion Madya--serta tidak memberitahukannya terlebih dulu. Lagi-lagi komunikasi memainkan peranan yang vital.
Kedua belah pihak memiliki alasan yang masuk akal dengan pertimbangan baik dan buruknya. Dan saya yakin perbedaan gagasan semacam itu akan segera terselesaikan dengan komunikasi yang baik.
Singkatnya waktu persiapan yang seharusnya bisa dimaksimalkan untuk mempersiapkan teknis di dalam lapangan justru habis dengan perang kata-kata yang tidak perlu.