Hidup kita akan terus dikontrol untuk membeli barang yang tidak kita butuhkan, untuk mencari perhatian orang yang kita benci, dengan uang yang tidak kita punya. - Tyler Durden (Fight Club)
Sasaki merasakan kebahagiaan, kebebasan sejati, dan kedamaian pikiran yang belum pernah ia rasakan sebelumnya saat ia merelakan barang-barang yang ia miliki untuk meninggalkan kehidupannya. Semakin sedikit barang, semakin sedikit beban, yang artinya semakin bahagia.
Pria berusia 41 tahun itu juga mengungkapkan fakta bahwa menjadi minimalis tidak hanya mengubah kamar atau rumah, tapi juga memperkaya hidupnya.
Lewat berbagai media kita dibuat percaya semakin kita memiliki banyak barang, maka kita layak disebut orang kaya. Menjadi kaya, yang berarti punya banyak barang, jadi ukuran kemapanan dan kebahagiaan.
Ketika memiliki banyak uang, kita akan tergiur untuk membeli apapun yang kita inginkan, akhirnya akan membentuk pola pikir materialistis.
Konteks kemapanan ini lah yang selama ini kita percayai sebagai standar kesuksesan. Dimana padangan itu sangat berlawanan dengan prinsip minimalism ala Fumio Sasaki.
Agaknya konsep minimalism akan sulit diterapkan oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Karena kita sudah dikuasai budaya konsumtif dan hedonisme.
Namun itu tidak berlaku bagi seorang Raditya Dika yang kini menjalani gaya hidup minimalis. Ia tak lagi mengoleksi banyak barang serta lebih memilih menjual koleksi barangnya yang tidak terpakai.
Gaya hidup minimalis ala sosok komika tersebut berfokus pada penggunaan barang atau perabotan yang benar-benar berguna dan dipakai sehari-hari. Tidak ada tumpukan barang yang sia-sia atau tumpukan pakaian yang membuat sesak lemari.
Ia berprinsip bahwa barang-barang yang selama 90 hari hanya teronggok di lemari sebenarnya termasuk barang yang tidak memberikan nilai apapun pada diri kita dan sebaiknya disingkirkan.
Hal itu juga tercermin dari gaya berbusananya yang terkesan itu-itu saja. Ia juga menyukai pakaian polos tanpa motif sesuai dengan prinsip minimalis.